Cerpen 3 : Hujan Abadi

11.4K 195 38
                                    

Hujan! Aku benci hujan! Teramat benci. Saat arakan awan hitam perlahan datang, hatiku mulai menyumpah. Serapah tak pantas kukeluarkan meski hanya dalam hati. Dan tak berselang lama, langit menumpahkan semuanya ke bumi. Aku? Semakin menyumpah. Saat ini, aku tengah terjebak hujan. Membuat perjalananku terhambat. Aku tertahan di sebuah emperan toko.
"Kenapa kau begitu benci dengan hujan?" kudengar seseorang berkata. Aku menoleh, kau bertanya padakubatinku. Dia mengangguk.
"Ya, aku bertanya padamu. Dari tadi kudengar kau menggerutu. Kau tahu? Itu sangat mengangguku," ujar laki-laki berwajah tirus itu. 
Aku jadi heran, bagaimana dia bisa mendengar apa yang kuucapkan dalam hati. Aku menghela napas, "orang lain tidak ada yang terganggu, kau saja yang berlebihan. Lagi pula aku mengucapkannya dalam hati. Salah siapa mencuri dengar kata hati orang lain." Aku berucap dengan ketus. Kulihat orang itu memcoba bersabar. "Suatu saat kau akan membutuhkanku! Ingat itu!" ancamnya. Aku acuh, melenggang pergi. Hujan mulai menyusut. Namun, hatiku masih menyumpah. Kali ini karena laki-laki itu.

-***-

Akhir bulan Desember, hujan turun dengan menjadi-jadi. Aku kembali terjebak hujan. Kali ini tidak di emperan toko, tapi di sebuah halte bus. Curah hujan semakin deras. Orang semakin banyak berteduh di sini. Tubuh mungilku terdorong hingga tepian halte. Tempias hujan membuatku merapatkan jaket. Tanpa kusadari, di sampingku sudah berdiri laki-laki sok tahu yang kutemui beberapa hari yang lalu. Di tangannya tergenggam sebuah payung pelangi. Raut wajahnya ramah, dia tersenyum. Aku dengan kaku berusaha membalas senyumnya.
"Aku bisa menghentikan hujan ini jika kau memintanya," bisiknya di sela-sela suara gemuruh air hujan. Mataku menatapnya tak percaya. Benarkahtanyaku dalam hati. Dia mengangguk. Kalau begituhentikanlahKembali aku berkata dalam hati. 
Dia melipat payung pelangi itu. Kemudian, ia pejamkan mata. Wajahnya tampak teduh. Satu detik, dua detik, tetap tidak terjadi apa-apa. Hujan masih sama derasnya. Lima detik berlalu, hujan masih sempurna deras. Aku menaruh harapan padanya. Ayolahbisikku.
"Sebentar lagi hujan akan reda, bersabarlah." Kudengar suaranya. Namun aneh, aku tak melihatnya membuka mulut. 
Perlahan tapi pasti hujan mulai menyusut. Aku bersorak dalam hati. Akhirnya aku bisa pulang
Dia membuka mata. Aku melambaikan tangan padanya dan segera berlari pulang. "Terima kasiiih," kataku sambil berlari. Dia hanya tersenyum dan mengangguk.

-***-

Aku tidak pernah memikirkannya. Namun, saat hujan turun, aku selalu teringat padanya. Aku berharap dia akan datang. Lantas, aku akan memintanya menghentikan hujan. Harapan tinggallah harapan, ia tak pernah pagi nampak batang hidungnya. Ia seperti hilang ditelan bumi. Aku membutuhkannya. Persis seperti yang ia katakan saat pertama bertemu. Aku membutuhkannya untuk menghentikan hujan. Aku resah tatkala hujan dan tanpa dirinya.

-***-

Gerimis mengiringi langkah kakiku, Aku yang tergesa ingin segera sampai di tempat kerja. Namun, di persimpangan jalan kudapati kerumunan orang. Aku mendekat, mencari tahu apa yang terjadi. Mataku terpaku pada sosok yang tergeletak di tengah kerumunan. Kilau merah menutupi sebagian wajahnya. Tulangku serasa lepas semua, tubuhku tak berdaya. Aku mengenali wajah itu. Dia laki-laki penghenti hujan. Aku jatuh terduduk di samping tubuhnya. Matanya masih terbuka, menatapku. 
"Jangan pernah menangis!" pesannya. Matanya terpejam dan tak pernah terbuka lagi. Air mata tak mampu kutahan. Aku menangis. Kugoncangkan tubuhnya. Namun, ia tetap tak bergerak. Orang-orang menatapku bingung. Aku tak mampu lagi berpikir. Yang aku tahu, dia meninggalkanku bersama hujan. Hujan yang abadi. Hujan yang tak akan terhenti. Selamanya.

-***-

Dan pada akhirnya aku sempurna ditingalkan
Bersama hujan yang abadi
Di tempatku berpijak inihujan tak kan terhenti
Dan dimanapun aku beradajika aku menangis maka hujan akan turun
Akugadis pemanggil hujan
Yang kini kehilangan penangkalnya,
Selamanya.....

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang