Cerpen 7 : Sepotong Pelangi untuk Sahabat

6.6K 125 12
                                    

Aku menatap benci ke arah wanita berkerudung lebar di seberang jalan. Tangannya melambai dan di wajahnya terukir sebuah senyuman. Aku cuek. Tetap berdiri. Sedangkan dia mulai melangkahkan kaki menyeberang jalan. Namun, sesuatu yang tak kuduga tiba-tiba terjadi. Sebuah sepeda motor melaju dengan kencang. Dan mataku nanar menyaksikan tubuh mungil wanita itu terlempar beberapa meter di jalanan. Aku pias dan segera berlari menghampiri tubuh tergeletak tak berdaya itu. Mulutku terus berteriak minta tolong.

Oh Tuhan, sebenci apapun aku padanya, aku tetap manusia biasa. Aku masih punya hati nurani. Aku berharap dia baik-baik saja. Namun, apakah baik-baik saja jika dia tak sadarkan diri? Dan merah darah membasahi kerudung putihnya. Tuhan, selamatkan dia.
Simpang siur suara orang dan ambulan beradu. Segera, tubuh tak berdaya itu di larikan ke rumah sakit.

*

Bayang-bayang penyesalan mulai berkelebat dalam benak. Tergambar jelas tingkahnya yang selalu ceria. Ia yang tak pernah lelah menyapaku, meski aku lebih sering acuh. Ia selalu memberikan nasihat-nasihat. Ia selalu mengajakku untuk menjadi lebih baik. Mengajakku agar mengenakan hijab yang syar’i. Tapi aku menolak, selalu menolak. Aku lebih suka mengenakan hijab dengan tampilan yang modis. Karena dengan begini aku bisa tampil trendy dan up to date.
Sedangkan dia. Lihatlah! Ia selalu mengenakan pakaian yang itu-itu saja. Bajunya kebesaran, lebih mirip pakaian emak-emak. Belum lagi roknya yang panjang. Ditambah kerudung yang super lebar. Aduuuh… kalau aku mengenakan pakaian seperti itu bisa-bisa dikira ngutil kalau lagi jalan di mall. Pokoknya, benar-benar bukan gayaku.

“Kamu nggak gerah pakai baju kaya gitu, Rin?” tanyaku iseng pada suatu ketika.

“Yaa enggak lah, May. Justru dengan pakaian seperti ini aku lebih aman. Aku terlindungi dari pandangan gangguan-gangguan lelaki penggoda,” jawabnya.

Aku benar-benar tak habis pikir. Apakah dia tidak butuh tampil cantik? Wajahnya tak pernah sekalipun tersentuh bedak. Berbeda denganku, make up selalu menghiasi wajah cantikku. Sebenarnya dia berulangkali mengingatkan aku tentang hal ini. Aku tak peduli, tak pernah peduli. Aku menikmati gayaku.
Sekarang, orang yang selalu cerewet mengingatkanku tengah terbaring tak berdaya di ruang unit gawat darurat. Air mataku mulai mengalir deras dari pelupuk mata. Masihkah aku mendapatkan nasihat bijak dari bibirnya? Masihkah aku punya kesempatan untuk memperbaiki diri?

Kejadian ini membuatku terpukul. Ya, benar-benar terpukul. Meski aku acuh terhadapnya, tak pernah hirau akan nasehatnya, tapi sejujurnya hati kecilku berkata sebaliknya. Hati kecilku selalu membenarkan kata-katanya. Hati kecilku selalu berontak ketika melihat wajah menorku. Hati kecilku juga berontak tatkala melihat bajuku yang selalu ketat. Namun godaan untuk tampil cantik selalu mengalahkan hati kecilku. Kini, orang yang selalu mengingatkanku tengah berjuang mempertahankan hidupnya. Aku hanya berharap, aku masih punya kesempatan belajar darinya.

*

Gerimis ringan mengiringi langkahku. Pasukan berseragam hitam berjalan khidmat di depanku. Tanah basah pekuburan membentang di depan mata. Ya, hari ini pemakaman sahabatku, Anisa Rina. Setelah meregang nyawa karena kecelakaan itu, ia akhirnya menghembuskan napas terakhirnya. Menyisakan duka yang mendalam bagiku dan keluarganya. Kepergiannya begitu mendadak.
Berulang kali kususut airmata. Aku tak mau memberatkan kepergiannya. Aku mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir. Berharap, semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk sahabatku di sisi-Nya.
Di langit, gerimis juga menyusut perlahan. Digantikan sepotong pelangi yang menghiasi birunya langit. Lihatlah, Rin! Bukankah kau menyukai pelangi. Dan pelangi itu mengiringi kepergianmu. Maafkan aku yang tak sempat mengucap maaf kepadamu. Sungguh aku menyesal, Namun, aku tahu, pasti ada hikmah di balik kejadian ini. Terima kasih atas nasehatmu. Aku berjanji, akan terus memperbaiki diri. Demi menjadi seorang muslimah sejati.

Selamat jalan, Rin! Kepada-Nyalah kamu kembali. Begitupula diriku, suatu saat nanti.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang