Tragedi 2-2

17 2 0
                                    

Scene 2 Happy Reading~

~~~

→→→🚹
Aku melihatnya mulai membuka mata. Ia membuka matanya secara perlahan. Lalu mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum mengerutkan dahinya.

"Nona, apa kau mendengarkanku?" ucapku saat dia mulai mengedarkan pandangannya kepenjuru ruangan. Dia menoleh kearahku lalu mengerutkan dahinya. Mata itu. Aku seperti pernah melihat tatapan sendu bercampur bingung itu.

"Aku dimana?. Dan siapa kamu?" ucapannya menyadarkanku dan ia menatapku bingung dan aku hanya tersenyum simpul.

"Kamu dirumah sakit," jelasku sambil terus tersenyum. Ini salah satu prosedur kedokteran kalau kami harus bersikap seramah mungkin. Tidak mungkin juga bersikap dingin mana ada pasien yang mau berobat kepada kita jika kita seperti itu. Dia mengerutkan dahinya.

"Rumah sakit?" aku mengangguk menjawabnya.

"Apa yang terjadi padaku?"

"Kamu kecelakaan. Aku tidak tahu pastinya karena aku hanya dokter pengganti sementara ini saja," jelasku padanya dan dia hanya mengangguk.

"Berapa lama aku tidak sadarkan diri?"

Ia berusaha mendudukkan dirinya tapi aku menahannya agar ia terus berbaring. "Eumm... sekitar 6 tahun." dia membulatkan matanya.

Kurasa dia kaget mendengar jawabanku. "6... 6... 6 tahun?" ucapnya dan aku mengangguk.

"Anda tidak berbohongkan dokter?" ucapnya dan kali ini aku menggelengkan kepalaku.

"Lalu dimana ayah dan ibu ku?"

"Mereka akan kemari jika menjelang malam. Jika jam segini biasanya mereka kerja."

Ekspresi cepat berubah menjadi sendu setelah aku mengatakan jam kunjung orang tuanya. Apakah ada yang salah?.

"Apa saat malam mereka mengunjungiku setiap hari?" ucapnya dengan suara lirih. Aku paham sekarang.

"Ya. Mereka bukan mengunjungimu tapi juga menemanimu dan menjagamu saat malam. Aku melihatnya sendiri setiap hari mereka disini. Bahkan aku yakin pakaian kedua orang tuamu dipindahkan kemari. Ruang rawatmu memiliki satu ruangan untuk tamu. Kadang ayahmu membawa pekerjaannya kesini," ucapku panjang lebar dan dia menatapku dengan wajah berbinar. Tatapan itu. Aku merasa kalau aku pernah melihat tatapan senang penuh harapan itu. Aku yakin aku pernah melihatnya. Tapi aku lupa.

"Wajahmu terasa fam...," ucapanku terpotong saat suara suster Yanti memasuki ruangan.

"Dokter Revan?" aku menghela nafas mendengar suaranya. Kapan aku bisa santai sehari saja.

Dasar si Daffa mengambil gak tanggung-tanggung mentang-mentang papanya pemilik rumah sakit ini dia jadi mengambil cuti banyak. Awas saja kalau aku tidak boleh mengambil cuti banyak dari paman akan kubunuh dia.

"Iya, suster?"

"Saya mencari anda kemana-man..... Ya Tuhan!. Nona Tasya anda sudah sadar!"

Suster Yanti membulatkan matanya saat dia mengalihkan pandangannya dariku kearah wanita itu. "Ibu siapa? Kenapa anda mengenal saya?"

Aku tersenyum kecil melihat wajah penuh kebingungannya. "Maaf nona kalau saya tidak sopan. Saya suster Yanti. Suster pribadi anda selama anda dirawat disini," ucap suster Yanti membungkukkan badannya sembari menjelaskan identitas dirinya. Dan wanita bernama Tasya tersebut menganggukkan kepalanya.

"Dokter Revan.. waktunya anda bekerja kembali," ucap suster Yanti yang kubalas anggukan.

Aku tersenyum kepadanya saat melihatnya tengah menatapku. Aku sedikit salah tingkah dilihat seperti itu olehnya.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang