Pict by my fav ilustrator naelaali
Untuk wanita bertopi putih ditepi sungai musi.
Ku lihat tatapanmu kosong.
Sepertinya menikmati atom dengan muatannya. Neutron. Tak bermuatan. Sama sepertimu. Seperti tak bernyawa.
Dihadapannmu adalah sungai. Sepertinya dalam.
Ku lihat kamu mulai melangkah mendekat sungai.
Tatapanmu masih kosong.
Aku berteriak.
Kamu menuli, dan melanjutkan langkah kaki.
Dekat.
Semakin dekat dengan tepian sungai.
Inginku berlari merengkuhmu wanita kecil.
Tapi, sepertinya kamu lebih nyaman menyurakan resahmu dengan angin."Kenapa kau meneriakkiku?" Dia mendekatiku karena aku masih bersedekap mengamati gerak-geriknya.
"Tidak, hanya saja aku kira kau akan bunuh diri." Aku menjawab seadanya, karena memang itu persepsiku dan alasan aku mengamatinya sejak rembulan dan bintang masih malu dalam pelukan awan.
"Awalnya memang iya, tapi aku tidak segila itu hanya karena hati yang dipatahkan oleh pria yang selalu mengacuhkan."
Jadi, dia sedang patah hati. Pantas saja tampilannya berantakan. Bekas cairan bening masih melekat di pipinya, sepertinya topi ini digunakan untuk menutupinya.
"Perkenalkan aku Laguna. Wanita yang tak jadi bunuh diri karena harus bangkit untuk menemui ksatria bumi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Distraksi
PoetryHanya bagian dari huruf yang terangkai dalam kata menjelma menjadi kisah. Percayalah. Hanya kisah.