73th

45 1 0
                                    

Titik Lebur

27°

Malang sedang mendung, kelabu kelana saya.
Saya mulai tertarik melihat ceritanya. Oh saya lupa saya sedang di privasi olehnya. Saya rasa senja saya tak salah kala itu karena dengan sengaja memblokir akunnya. Lalu di senja-senja berikutnya saya tak lagi berkutat dengan segala hal yang bersangkutan dengannya. Beberapa bulan saja. Karena selepas itu kejadian saling mem-follow terjadi.

   Bohong sekali jika saya sudah lepas dari bayang afeksi memabukkannya. Atau bahkan saya masih ingat semerbak parfume yang dia pakai. Parahnya terngiang selalu senyumnya. Katakanlah saya adalah senyawa bodoh beribu kali tak akan mempan. Tahta itu tak bisa dipaksa apalagi rasa. Saya faham, saya bukan lagi gelora di hatinya. Saya faham. Tapi hati saya tidak.
Saya faham saya hanya senyawa atom saat ini. Faham sekali. Apalagi selepas mengerti bahwa diri tidak bisa melihat cerita dia, karena curiga selalu ada notif dia melihat cerita saya. Konyol sekali. Sebenarnya lebih ke sebuah kesakitan. Lagi-lagi senyawa bodoh.
Kebebalan hati yang telah berdistraksi dengan afeksi yang ia tebarkan begitu dahsyat. Gimana rasanya ditinggal saat sayang-sayangnya ? Menyesakkan bukan? Cukup rasanya saya mendamba menjadi geloranya. Saya faham tidak ada ruang untuk saya berada disana. Sebab sudah ada yang lebih dari saya. Saya rasa cukup sekian menyalahkan diri akan kepergiannya.
"Mas Fikri gimana? Udah seneng kan tanpa saya? Bebas kan? Gak ada yang ngerengekin waktu mau daki. Gak ada lagi yang bawelin waktu sakit gigi. Gak ada lagi yang harus dikabarin. Gak ada lagi yang gajelas ngajakin main tebak-tebakan. Gak ada lagi yang harus dipamitin. Gak buang-buang waktu buat chat apalagi ketemu lagi kan. Sudah seneng kan mas?"

Alhamdulillah kalo begitu. Saya ikut seneng. Maafkan saya dan segalanya yang ada pada diri saya. Detik ini rasanya berat. Sungguh. Tapi memang sudah selayaknya bukan saya seperti ini. Saya berhenti menyalahkan diri saya yang memang bukan yang diharapkan. Mengikhlaskan Mas Fikri bahagia. Berhenti berdoa yang terbaik untuk mas setiap hari. Berhenti mengharapkan mas kembali. Maafkan senyawa ini yang lancang pernah menebar sumpah serapah. Di titik ini. Semuanya telah lebur. Tidak ada lagi khayalan liar tentang kita.
Selamat berbahagia.

Distraksi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang