Lami sudah kewalahan berlari namun Biru tetap saja menarik tangannya. Jika terus begini kakinya akan terlepas dari tubuh. "Biru lepasin tangan gue" teriak Lami sambil terus berlari mengikuti langkah Biru.
"Nggak!" Tolak Biru. "Kalo gue lepasin lo sekarang, mereka bakalan nangkep lo dan lo akan kena masalah" teriak Biru tak kalah keras.
"Lo gila ya? sebenarnya lo itu siapa sih? Lo punya hutang sama mereka? atau jangan-jangan lo teroris"
Biru tak mengindahkan pertanyaan Lami dia sibuk mencari tempat bersembuyi yang aman. Lami memekik terkejut saat Biru menarik tubuhnya memasuki halaman rumah tua yang tak berpenghuni. Baru saja Lami akan menyemprot, jari telunjuk biru sudah lebih dulu menempel di bibir merahnya yang kini memucat.
"Ssttt..."
Wajah Lami memanas, alasannya bukan hanya karena jari Biru yang menyentuh permukaan bibirnya namun posisi mereka juga membuat Lami tidak nyaman. Punggung Lami menempel di tembok dan Biru dihadapannya. Wajah Biru terlalu dekat hingga hembusan nafas Biru bisa Lami rasakan. Satu menit mereka seperti itu akhirnya Biru memberi jarak pada tubuh mereka. Cowok itu terlihat salah tingkah, menggaruk bagian samping kepalanya.Lami sudah kewalahan berlari namun Biru tetap saja menarik tangannya. Jika terus begini kakinya akan terlepas dari tubuh. "Biru lepasin tangan gue" teriak Lami sambil terus berlari mengikuti langkah Biru.
"Nggak!" Tolak Biru. "Kalo gue lepasin lo sekarang, mereka bakalan nangkep lo dan lo akan kena masalah" teriak Biru tak kalah keras.
"Lo gila ya? sebenarnya lo itu siapa sih? Lo punya hutang sama mereka? atau jangan-jangan lo teroris"
Biru tak mengindahkan pertanyaan Lami dia sibuk mencari tempat bersembuyi yang aman. Lami memekik terkejut saat Biru menarik tubuhnya memasuki halaman rumah tua yang tak berpenghuni. Baru saja Lami akan menyemprot, jari telunjuk biru sudah lebih dulu menempel di bibir merahnya yang kini memucat.
"Ssttt..."
Wajah Lami memanas, alasannya bukan hanya karena jari Biru yang menyentuh permukaan bibirnya namun posisi mereka juga membuat Lami tidak nyaman. Punggung Lami menempel di tembok dan Biru dihadapannya. Wajah Biru terlalu dekat hingga hembusan nafas Biru bisa Lami rasakan. Satu menit mereka seperti itu akhirnya Biru memberi jarak pada tubuh mereka. Cowok itu terlihat salah tingkah, menggaruk bagian samping kepalanya.
"Allahualbar Allahuakbar" Adzan berkumandang, memecah keheningan di antara mereka berdua. Jam sudah memasuki waktu ashar. Kebetulan di depan rumah tempat mereka bersembunyi ada sebuah mushola minimalis.
"Sholat dulu yuk?" tanpa Lami sadari dia mengangguk lalu mengikuti langkah Biru dari belakang. Mereka diam sebentar di balik pagar, setelah memastikan orang yang mengejar Biru tadi sudah menghilang barulah mereka melanjutkan pergi ke mushola.
Kurang lebih mereka menghabiskan lima menit untuk sholat. Lami tidak mengikuti rangkaian pembacaan doa, dia ingin segera pergi. Bundanya akan khawatir jika dia belum pulang sekolah sampai jam segini. Sebelumnya ia hanya meminta izin untuk pergi ke kafe sebentar bersama Difa dan Jesica sepulang sekolah.
Lami mengeluh saat mendongak menatap langit biru yang sedikit berawan, turun butiran air. Tapi hanya gerimis saja, jadi tak apa jika ia sedikit berlari. Mungkin supirnya sudah menunggu di depan Kafe Coffee.
Lami berlari keluar mushola meninggalkan Biru yang masih di dalam sana. "Tinggalin aja deh, kali aja dia lagi doa biar nggak di kejer rentenir"
Sembari berjalan fikiran Lami tertuju pada Biru, cowok yang tiba-tiba datang, menjadi pahlawan kesiangan, dan mengganggu hidupnya. Lami sendiri tidak tahu siapa anak itu sebenarnya. Ini kali kedua Lami bertemu Biru dan dia berharap pertemuan kedua ini menjadi pertemuan terakhir mereka.
Tindakan Biru sukses membuat Lami selalu jantungan. Entah sejak kapan Biru datang yang pasti cowok itu sekarang sedang memakaikan topi di kepala Lami. Tentu saja Lami akan mengamuk dan melawan jika saja ada orang asing yang tiba-tiba memperlakukannya begini, tapi kenapa sekarang dia tidak berteriak marah di depan wajah Biru, Lami malah asik memperhatikan gerak-gerik cowok itu.
Kening Lami berkerut, Biru melepaskan jaketnya lalu merentangkannya di atas kepala mereka berdua. "gerimis, ntar sakit"
"Sebenarnya mau lo apa sih?" untuk kesekian kalinya Lami menanyakan hal ini pada Biru.
Mereka mulai melangkah, berjalan beriringan di bawah perlindungan jaket milik Biru.
"Mau gue?" Biru menatap Lami. "Nggak tau, naksir kali gue sama lo"
"Tsk!" Lami berdecak. "Tiba-tiba dateng, nolongin gue, minta bayar hutang, dan sekarang dateng lagi, narik tangan gue, lari-larian di kejer rentenir. Sekarang sosoan baik mayungin gue make jaket terus nyatain cinta, ketauan lo suka nonton drama korea" Biru terkekeh mendengar celotehan Lami. Matanya memperhatikan sebuah tulisan di bagian dada kiri cewek itu.
"Mesum!"
Biru memundurkan wajahnya. "gue cuma liat bagde name lo doang kali" lagian kan waktu itu pernah gue lihat isinya. Ngapain juga cape cape ngintip Biru melanjutkan dalam hati. Jika itu ia ucapkan keras keras, bisa dipastikan rambutnya akan botak karena dijambak.
"Eh Mobil gue" ucap Lami berbinar-binar. Akhirnya dia bisa bebas dari cowok menyebalkan di sampingnya. "selamat tinggal Biru gilaaaaa, semoga gue nggak ketemu lo lagi" Lami menjulurkan lidah lalu berlari meninggalkan Biru menuju mobilnya.
"Adela Mila, dari bajunya itu anak pasti sekolah di SMA Angkasa. Oke mommy, Biru kali ini nurut. Biru mau sekolah di SMA Angkasa." Biru menurunkan jaketnya, berteriak dibawah gerimis kecil yang semakin lama semakin besar.
***
"Dari mana saja kamu?!"
"Dari hatimu" jawab biru dengan bernyanyi tak lupa gayanya mengikuti gerakan Cherybelle. Rosa menggeram. sementara seorang anak laki-laki yang sedang memakan buah hampir tersedak melihat tingkah adiknya, tidak ada yang lebih menyenangkan selain melihat tingkah Biru yang begitu lucu.
"Mama sudah bilang sama kamu, jangan keluar rumah tapi kamu nggak dengerin mama. Sekarang basah basahan, kamu bukan anak TK lagi Biru. Contohi kakak kamu, dia tidak pernah melanggar aturan, berprestasi, mengikuti kata orang tua"
Biru benci di banding bandingkan. Dia tidak suka, Biru ya Biru. Dia tidak mau seperti orang lain. Menjadi diri sendiri jauh lebih menyenangkan.
"kalo mau bangga banggain anak Mama jangan di depan Biru, Biru nggak tertarik dengerin ma" Dia menyahut dingin kemudian berlalu menuju kamar, tidak perduli Rosa berteriak kesetanan memanggil namanya.
Gonggongan Bungbung menyambut Biru saat dia menyalakan lampu kamar. Anjing itu berlari ke arah Biru kemudian bergelayut manja di kaki tuannya. Biru merendahkan badannya, duduk lalu mengelus bagian kepla Bungbung yang penuh bulu. Ditepuk-tepuknya kepala Bungbung pelan. "gue anak mereka atau bukan sih Bung?" Biru tersenyum miris sementara Bungbung hanya menyahut dengan gonggongannya. Bung adalah teman curhat Biru sejak enam tahun yang lalu.
Biru kembali berdiri, bersiap-siap untuk mandi dan membersihkan tubuh. Dia melempar jaket setengah basah itu ke tempat cucian kotor diikuti dengan melepaskan baju kaos hitam dari tubuhnya. Setelah itu ia memasuki kamar mandi dengan wajah khawatir, malam ini Papanya pulang. Orang yang sangat Biru takuti, orang yang selalu menghukumnya dengan kekerasan saat Biru masih kecil.
TBC
makasi buat yang udah nyempetin buat baca kisah Biru, ditunggu ya lanjutan kisahnya. sekian, salam cantik:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru
أدب المراهقينBiru tidak akan pernah sama dengan Bintang. Biru ya Biru, Bintang ya Bintang. mereka berdua memang terlahir dari rahim ibu yang sama tapi semua yang ada pada diri mereka sama sekali berbeda. Biru yang nakal, Bintang si penurut. Biru si pemalas, Bint...