Sebelum matahari menampakkan dirinya, aku sudah lebih dulu bangun. Dengan setelan baju zirah yang memiliki simbol Negeri Mata Angin berlapiskan emas di bagian dada, aku bergegas menemui Pangeran di tempat rahasia kami, di puncak kastil. Sebelumnya, aku telah menyuap seorang penjaga kastil untuk mengirimkan pesan kepada Pangeran agar ia menemuiku pagi ini sebelum kelas keamanan dan pertahanan kerajaan dimulai.Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sosok tampan berambut coklat terang itu datang juga. Aku langsung memeluk dirinya yang dibalut baju zirah berwarna hitam.
"Aku mendengar kau bertengkar lagi semalam." suara Pangeran berbisik lembut di telingaku. Namun, aku tak mau menjawab. Aku lanjut mencium bibirnya yang penuh, mengalihkan pertanyaannya."Tuan Putri, kumohon jawab pertanyaanku!" bentaknya disusul dengan tatapan setajam mata pedang yang tersimpan di balik punggungnya, "Sungguh aku menghawatirkanmu!"
"Justru aku menemuimu karena aku tak ingin membahasnya lagi." aku balik menggretak lalu berjalan ke tepi balkon, menjauh darinya. Tiba-tiba ingatanku tentang kejadian semalam kembali muncul, terlebih tentang perkataan Putri Timur Laut di lorong kastil. "Seharusnya aku yang menghawatirkanmu!"
Pangeran Barat Daya menggeleng tidak mengerti.
"Apa yang tidak aku ketahui tentang kau dengan Putri Selatan dan perempuan lainnya?" tanyaku dengan suara parau. Aku sudah tak kuasa menahan rasa kesal dan kecewaku terhadap orang di sekelilingku. Semuanya bisa jadi pengkhianat kapan saja, sama seperti Putri Timur Laut.
Diluar dugaan, ekspresi Pangeran justru tenang seperti biasanya. Lantas tubuhnya yang gagah setinggi 7 kaki itu mendekatiku, berdiri di sampingku meskipun aku masih tak berniat menoleh ke arahnya.
"Putri Selatan ya " ia bergumam sendiri, seakan mencoba mengingat sesuatu. "Sekitar dua bulan yang lalu di agenda pemilihan ini, sebelum didiskualifikasi, dia pernah mendekatiku."
Aku berusaha sekuat mungkin, menahan air yang sudah menggenang di pelupuk mata.
"Dia berusaha mendekati walaupun aku menghindar." Sesekali aku menangkap sudut bibirnya terangkat, seperti tanpa perasaan bersalah. Seketika dadaku terasa panas, seakan terbakar hingga aku tak bisa bernafas dan akhirnya limbung.
"Oh, Tuan Putri!" jerit Pangeran setelah menangkap tubuhku.
Air mataku seketika tumpah di dada Pangeran Barat Daya. "Mengapa kau tak pernah mengatakannya padaku?"
Kini aku bisa duduk dan menatap wajahnya yang selalu terlihat menawan, bahkan di saat seperti ini."Tentu saja karena semua itu sudah tak penting lagi bagiku. Kini aku telah memilihmu, Tuan Putri. Percayalah padaku. Aku akan mencintaimu selamanya."
Aku tak kuasa lagi manampik janjinya. Terasa begitu nyata di telingaku. Apalagi saat dia melumat bibirku beberapa detik kemudian. Gelora cinta ini sangat persis dengan semalam. Oh ampuni aku Baginda Raja. Pesan darimu seakan tak berlaku lagi. Kini, aku bertekad untuk percaya kepada Pangeran Barat Daya, cinta pertamaku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bloody Throne
Fiksi SejarahDi kastil itu, terbenamnya mentari telah menjadi saksi cinta Pangeran dan Tuan Putri. Mereka saling mencintai dan berjanji sehidup semati. Namun, tiba-tiba Pangeran memilih berkhianat, meninggalkan Tuan Putri dengan tahta yang berdarah. Welcome to y...