13

1.3K 45 4
                                    

Aku menatap bosan ke arah mobil yang berlalu lalang di jalanan. Sesekali aku menyuap choco peanut cake-ku dan meneguk segela coklat panas yang menemaniku. Menu pas ketika gerimis tiba.

Aku mengambil ponselku dan menatap layarnya untuk kesekian kalinya. Jika dihitung-hitung, sudah sekitar 10 kali aku menatap layar ponselku semenjak aku duduk di cafe ini. Sudah 10 kali juga aku berharap kalau ada sebuah pesan dari Bima yang mengabarkan bahwa ia sudah sampai untuk menjemputku. Tapi selama itu juga, tidak ada pertanda bahwa Bima mengirimkan kabar untukku.

Aku mengetik nama 'Bima' di kontak ponselku. Aku mengerutkan kening, kenapa gak ada?

Mataku tertuju ke sebuah nama yang bertuliskan 'adek tersayang.' Aku langsung memasang wajah kusut setelah melihatnya. Dasar Bima kurang kerjaan.

For: Adek Tersayang

Lo dimana sih, bim? Kayanya gue udah belumut deh. Btw, gue nunggu di cafe depan Jayapura ya. Gue gak mau pake lama ok.

Pada akhirnya, akulah yang mengirimnya pesan. Baru semenit aku menekan 'sent', sebuah notif pesan masuk langsung bertengger di ponselku.

From: Adek Tersayang

Sorry banget shil baru ngabarin. Gue ada tugas tambahan. Lo naik taksi aja. Atau nunggu pak Agus jemput kalau dia gak ada kerjaan lagi dari papa.

Aku langsung menghembus nafas. Bima ini memang kebiasaan banget. Kalau gini mending aku manggil taxi dari tadi. Kalau sekarang kayanya gak memungkinkan, deh. Melihat butiran air yang jatuh dari langit makin lama makin deras, pasti bakalan susah untuk dapetin taxi ataupun bus.

Aku kembali meneguk coklat hangatku. Baru minum seteguk, suara dehaman terdengar dari arah depanku. Aku hampir aja tersedak setelah melihat manusia di depanku ini.

"Hai,"sapanya ramah. Aku gak ngerti apa maksudnya untuk menyapaku seperti itu.

"Sendiri aja?" Ia duduk di kursi kosong di depanku. Aku tetap meneguk coklat hangatku dan mengedarkan pandanganku ke arah lain. Bersandiwara seakan tidak ada sosok dia dihadapnku.

"Sorry gue gak sopan ya? Gue asal duduk aja"

Aku berhenti meminum coklat panasku, "itu lo tau, Arya."

Arya menggaruk rambutnya, "gue mau minta maaf"

Aku tertawa dalam hati. Rasanya lucu melihat ekspresi Arya yang meminta maaf kaya gitu. Padahal, waktu jaman pacaran dulu, kesalahan selalu diberikan padaku. Dan akhirnya aku lah yang harus meminta maaf.

Aku juga merasa lucu karena dalam jangka waktu sehari, sudah dua orang yang meminta maaf padaku. Yang pertama Farel. Dan yang kedua Arya.

"Shil?" Suara Arya memasuki gendang telingaku.

"Hm?" Aku mengangkat alisku lalu menatapnya aneh. Aku sempat terkekeh sesaat.

"Kenapa ketawa? Apa salah kalo gue minta maaf?"

Tawaku semakin memecah. Kali ini wajah Arya yang berubah menjadi heran.

"Lucu lah. Baru kali ini lo minta maaf. Biasa selalu gue," ejekku. Arya menggaruk tengkuknya. Ekspresinya kaya orang... Nervous? Tapi, untuk apa? Mana mungkin sih orang seplayboy Arya bisa nervous sama aku? Lucu.

"Gue kaya gini karena elo shil," ucapnya. Ia mengambil sendok yang berada di piring choco peanut cake ku lalu menyuap sesendok. Aku menatap sinis ke arah Arya lalu membentakya, "makanan gue!" Aku menyambar sendok yang ia pegang.

Arya terkekeh, "kok pelit, sih? Dulu kita satu sedotan berdua"

Pipiku memerah ketika Arya mengatakan itu. Aku sempat teringat masa-masaku dengan Arya dulu. Dia selalu meminta makananku yang kubawa dari rumah. Dia selalu seenaknya meminum minumanku tanpa ada merasa jijik sekalipun. Dia juga pernah sekali menjilat tanganku yang berdarah karena aku udah nangis kejer melihat cairan itu.

Secret FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang