Bertemu Sore

2K 304 2
                                    

"Lo tau nggak perbedaan langit sama laut apaan?"

Pemuda berkacamata itu menoleh, namun bibirnya tetap bungkam. Membuat gadis disampingnya kesal setengah mati. Tinggal jawab 'Apaan?' doang susah banget. "Gue bukan lagi gombal, Mako"

"Siapa yang bilang lo gombal?" balas Mako– si pemuda heran.

Gadis dengan nametag Raina di tas selempang ungu kecilnya tersebut tidak lagi melanjutkan percakapan, sudah terlanjur hilang selera. Kemudian secara natural mengumpati rintik hujan yang sudah dari setengah jam tadi mengguyur jalanan, alhasil rencana mereka batal begitu saja. Padahal hari ini sudah ditunggu-tunggu oleh keduanya. Bahkan Raina sengaja bolos mata kuliah terakhir demi pergi dengan Mako, ada festival lampion di salah satu taman kota. Bukan tanpa alasan juga kenapa Ia nekat pergi hanya untuk melihat orang-orang menerbangkan lampion, tapi karena keberadaan Lembayung— band favorit nya. Kapan lagi bisa coba nonton konser tanpa perlu mengeluarkan biaya? Belum tahu saja jika harga satu tiket konser mereka bisa menghabiskan uang jajan Raina selama sebulan.

Lain lagi Mako, pemuda itu memperhatikan sekawanan burung diatas basahnya langit sore, ada perasaan hangat ketika tidak sengaja memorinya mengulang kenangan masa lalu. Ditemani sosok serta momen yang sama. Pertemuan pertama mereka, 5 tahun yang lalu.

Tidak pernah sekalipun Mako melupakan hari itu. Bagaimana khawatirnya Raina saat melihat dirinya kedinginan dan juga menahan rasa sakit akibat darah yang terus keluar dari sisi kanan perutnya. Kala itu, Mako pikir adalah hari terakhir dirinya dapat melihat dunia, tapi ternyata Tuhan mengirimkan malaikat sebaik Raina kepadanya. Berkat Raina, sampai detik ini nafasnya terus berhembus bahagia. Karena gadis tersebutlah, impiannya berkali lipat menjadi nyata.

"Lo pernah jatuh cinta gak?" ujar Mako tiba-tiba bertanya. Sedang yang ditanya hanya tertawa, pertanyaan ke sekian kalinya yang Raina dengar beberapa hari terakhir. "Mau tau aja" sambungnya dengan wajah serius. Selama mengenal Raina, gadis itu tidak pernah terdengar menyukai seseorang atau menjalin hubungan seperti pacaran. 5 Tahun bersama, berbagi cerita, hanya deretan kehidupan biasa yang menjadi kawan bercengkrama. Raina orang yang ceria, Ia sangat berisik oleh segala topik pembicaraan, namun sayangnya Cinta bukan salah satunya.

Lalu, Ia membenarkan letak cincin dijari manisnya sebelum tersenyum kearah Mako. "Pernah, Sering banget malahan..."
Tapi gue cuma bisa sekedar jatuh cinta.."

"Maksudnya?" Otomatis alis Mako terangkat

"Ah, gue males bahas ginian. Tapi berhubung lo keliatannya kepo banget, ya gak papa deh.." kata Raina tertawa, "Lo tau cincin ini kan?" tunjuknya.

Mako mengangguk, "Hadiah ulang tahun lo 5 tahun yang lalu. Pas kita ketemu pertama kali"

Raina langsung membenarkan sebelum dengusan didengar rungu Mako. Gadis itu nampak sayu, "Gue bohong. Ini bukan hadiah ulang tahun, tapi hadiah pertunangan gue"

Pemuda itu hanya bisa diam, mengetahui fakta mengejutkan seperti ini tidak pelak membuatnya kelimpungan. Perasaan hangat berganti dingin tanpa henti. Ia bahkan tak lagi menatapi wajah Raina dengan pasti, memilih menunduk mencoba menulikan telinga yang sialnya terus bergema. Dadanya sesak. Hatinya tiba-tiba menjadi tidak karuan.

"Tapi itu dulu, kalo sekarang gue anggap hadiah ulang tahun aja. Mau dibuang sayang banget, tapi kalau dijual bisa di gorok Tante Ayu"

"Hah maksud lo?" Ini karena suasana hatinya yang sedang memburuk, atau memang Raina bicara tidak jelas? Mako tidak mengerti.

"Dulu gue punya pacar, kita pacaran udah lama. Dari SMP? lupa. Terus dia bilang mau ngikat gue, padahal saat itu kita masih SMA kan ya. Dikira gue sayur pake di ikat segala" selorohnya tak ingin terdengar kecewa, "Terus ya udah, kita milih hari ulang tahun gue sebagai tanggal pertunangan. Awalnya acara berjalan lancar. Kita udah saling tukar cincin. Gue seneng banget Ko. Mungkin karena saking senengnya, Tuhan ingin gue tahu segala yang berlebihan itu gak baik. Terbukti sih, pas tiba-tiba ada cewek dateng ke acara sambil nangis-nangis, terus ngaku kalo lagi hamil anaknya pacar gue.."

Love LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang