Sehangat Matahari

1.3K 192 1
                                    

Netranya terus mengekor kepada sosok yang baru saja tiba. Mengikuti setiap jengkal langkah kemana tungkai itu menelusuri. Ada perasaan bahagia ketika sebuah senyuman menyapa wajahnya yang merah memadam, serta diterimanya sedikit kecupan sapa lewat pipi. Meskipun hujan, kehadiran sosok itu telah menghangatkan.

Aruni Syahilla, orang kerap memanggilnya Runi. Dengan setelan santai di sore hari, juga cokelat panas di atas pangkuan. Menyapa Niko yang terlihat basah akibat rembesan air hujan. Pemuda itu kemudian menyeruput kopi panas, menghabiskan sisa-sisa ampas tanpa peduli sepahit apa rasanya. "Haus banget ya?", Niko mengangguk, "Aku belum ada minum sepanjang seminar tadi, mereka nggak menghidangkan kopi." ucapnya setelah kembali memesan minuman yang sama, melihat hal tersebut Runi hanya bisa mendesah. Niko dan Kopi, selayaknya tidak bisa dipisahkan sejak 10 tahun yang lalu.

"Jangan terlalu banyak Ko, kan dokter sudah bilang," Pemuda itu lantas tertawa gemas ketika mendapati wajah serius milik Runi. Satu hal kesukaan dalam hidupnya.

"Gimana? Maaf ya hari ini nggak bisa ikut meeting.." Ucapnya seperti mengindahkan ucapan gadis didepannya. "Tadi Cuma sempat lihat file revisinya aja, belum semua juga." sambungnya berpindah duduk tepat di samping Runi, lewat layar Ipad, Niko mulai memahami satu persatu, sesekali dijelaskan Runi mengenai detail rancangan tersebut. Mereka terlihat sibuk berdiskusi, sampai tidak sadar matahari telah tenggelam. Meninggalkan keindahkan langit jingga dengan sisa-sisa aroma membuai petrikor.

"Inget nggak waktu kita ketemu di ujung jalan sana? Saking senangnya, Kamu sampai hampir ketabrak kala itu.." ujar Niko membuka obrolan setelah hening beberapa saat, kali ini mereka sama-sama memandangi sesaknya pemandangan kota. Kendaraan dengan beragam tipe mengepulkan asap hampir disetiap sudut jalan. Adapula orang-orang dengan irama langkah tengah bermain diatas genangan. Sore ini tidak ada bedanya dengan kemarin, hanya saja perasaan mereka yang semakin meyakin. Mengenai hari esok, dimana penantian berubah menjadi pembuktian.

"Ah iya. Waktu Aku keterima di Inggris kan ya? Udah lama banget..." sahut Runi menghabiskan sisa  cokelat panasnya. Pikirannya menerawang ketika keduanya memilih berjuang tentang cita-cita. Meskipun berujung terpisah untuk sekian lama, tapi titik ini mereka telah mengatakan pada dunia, kalau hati mereka tetap sama.

———

Hari Bahagia.

Lorong resort sudah penuh dengan beraneka jenis bunga kesukaan Runi. Lili, Mawar, Aster, Tulip serta Baby's Breath. Semua dirangkai sedemikian rupa, tentu atas campur tangan Aruni juga. H-1 pernikahan, yang harusnya Ia diam dirumah sampai pernikahannya tiba, Runi memilih untuk bersibaku dengan serangkaian dekorasi.

"Aku hanya akan menikah sekali, dan Aku ingin ada memori indah yang bisa kuceritakan pada masa depan."

Saat ini, Runi terlihat cantik sekali dengan gaun pengantin yang membalut tubuhnya. Memilih menggunakan make up tidak terlalu tebal. Rambutnya dicepol dengan hiasan bunga-bunga. Sekali lagi, riasan yang sederhana namun mampu begitu memikat siapapun yang melihatnya saat ini.

Hanya dihadiri keluarga dan sahabat terdekat, nyatanya tidak mengurangi rasa gugup dalam hati Niko sedikitpun. Ia menanti dengan penampilan yang tidak kalah gagahnya, sesekali Niko membasuh peluh dengan sapu tangannya. Menunggu Runi yang berjalan diatas altar bersisian dengan Ayahnya.

Senyum itu, yang selalu ingin Niko jaga selama yang Ia mampu. Senyum itu juga, yang selalu menjadi bukti bahwa Niko telah bahagia selama ini. Seperti rembesan pelangi diujung senja, Ia dapati netra Runi sama menyilaukannya. Bahkan setelah beribu hari, tidak sekalipun Ia ingin berpaling. Kemilauan cahaya, serta cantiknya sang wanita. Niko tahu, Tuhan mengirimkannya sosok sempurna.

Kafanindo Ajasmiko.

Dengan mata berkaca, Ia tidak bisa menahan bahagianya yang meluap-luap tidak terkira. Mengambil tangan Runi setelah berjanji pada Ayah mertua untuk selalu menyempurnakan hidup gadisnya. Menautkan jemari mereka lalu mengucap janji untuk saling berbagi kasih.

Tepat ketika sang surya padam oleh kuasa, ketika matahari telah tenggelam digantikan rembulan. "Sudah siap berpetualang kembali, Aruni?"

Cukup lama iris legam itu beradu pandang, masing-masing menatap memuja penuh pada hazel berbeda itu. Lalu anggukan seyakin itu tidak pernah Runi sesali memilihnya. Hanya dengan pemuda mata kucing inilah Ia ingin mendapati sederet rasa menggelitik didalam dada. Sebuah rasa disetiap harinya selalu menjadi luar biasa. Iya, Runi menyebutnya bahagia. Begitu yakin Niko lah sumber segalanya. Dan setelah ciuman itu berakhir, mari kita bersama turut bahagia. Semoga setelah ini, kembali kita dapati cerita yang sama indahnya.

———
Fin.

Niko dihari bahagianya;

Niko dihari bahagianya;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang