Chapter 11. Berubah

420 70 1
                                    

Sepeninggal Dr. Daniel, Donghan lalu membuat bubur untuk Taedong. Siapa tau ia akan lapar ketika siuman nanti.

15 menit kemudian bubur buatan Donghan pun matang, namun Taedong tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan siuman.

Donghan sebenarnya sangat-sangat lelah, dari ujung kaki sampai ujung kepalanya terasa sangat pegal. Bahkan kepalanya sudah mulai berkunang-kunang.

Ia berniat untuk merebahkan badan lelahnya itu, baru saja ia akan berbaring di atas sofa di ruang tamu milik Taedong namun ia membatalkan niatnya itu. Ia takut jika nanti ia ketiduran disini maka ia tidak akan mendengar ketika Taedong terbangun dan kalau-kalau Taedong memerlukan bantuannya.

Donghan lalu beranjak ke kamar Taedong dan berniat untuk tidur di sofa atau kursi yang ada disana, namun di dalam kamar Taedong rupanya tidak ada kursi maupun sofa.

Donghan melirik ke arah karpet bulu yang terbentang di lantai kamar Taedong.

Oh Tidak...

Donghan tidak rela merebahkan badan berharganya ini di atas karpet.

Donghan dilemma

Apa ia pulang saja?

Toh Donghan tidak ada kewajiban apapun untuk membantu Taedong, ia tidak memiliki hubungan apapun yang mengharuskan dirinya untuk menjaga lelaki itu.

Tapi "rasa kemanusiaan" Donghan menolak mentah-mentah pikirannya barusan

Donghan pun mulai menyusun dua buah bantal guling untuk membuat pembatas di tengah-tengah Kasur Taedong.

Donghan berencana untuk merebahkan badannya sebentar di samping Taedong.

Iya, sekali lagi kuulang

DISAMPING TAEDONG

Sumpah ini karena terpaksa, jika bukan karena kepalanya yang mulai berkunang-kunang dan rasa kemanusiaannya yang tinggi, Donghan tidak akan senekat ini.
Ia masih ingat punya kekasih tampan bernama Chanyeol. Toh sudah ada bantal guling yang menjadi pembatas mereka.

Donghan merebahkan badannya yang lelah, kelembutan sprei dan keempukan Kasur berukuran King size itu seakan membuai Donghan untuk menutup matanya. Mata Donghan perlahan mulai terpejam dan ia pun mulai memasuki dunia mimpi

Donghan merasa sedikit gerah, tiba-tiba suhu di ruangan ini menjadi sangat panas dan badannya tiba-tiba sulit digerakkan. Donghan berniat untuk mengusap peluh yang mengalir di keningnya, namun aneh. Tangannya seperti terkunci.

Donghan mengerjapkan matanya yang masih ngantuk. Dan tiba-tiba saja mata itu terbuka dengan lebar dan membulat.

Entah sejak kapan posisi Taedong berubah menjadi memeluk Donghan dengan sangat erat, bahkan Donghan tidur dengan tangan Taedong sebagai bantalnya.

Bantal pembatas itu, sialnya hilang entah kemana.

Mereka bahkan berbagi selimut yang tadinya hanya menutupi tubuh Taedong.

Donghan menepis tangan Taedong dengan kasar, membuat si pemilik tangan bangun dari tidurnya.

"Kamu gila ya?"

Itulah kata pertama yang keluar dari mulut Donghan

"Jangan teriak-teriak, kepala aku pusing" ucap Taedong sambil kembali menutup matanya yang terlihat agak bengkak

Donghan terdiam seribu bahasa, ia masih ingin marah dan memaki Taedong tapi ia juga kasihan melihat kondisi Taedong saat ini

"Mau makan gak?" Donghan bertanya masih dengan nada judesnya

"Enggak, perut aku mual"

"Kalo gak makan nanti tambah sakit"

"Biarin"

"Ih kok ngeyel"

"Biarin"

"Makan gak?"

"Enggak"

"Makan"

"Enggak"

"Aku pergi nih"

"Pergi aja"

Donghan terdiam, ia melirik Taedong yang sama sekali belum membuka matanya.

Terdengar ada suara "kretek" dari dalam dada Donghan.

Apa keberadaannya sebegitu tidak diinginkan oleh Taedong?

"Oke" jawabnya lemah

Donghan bangkit lalu turun dari kasur namun belum sempat ia melangkah, tangannya ditarik sehingga badannya limbung dan lalu roboh tepat di samping badan Taedong.

Last Love - TaeDonghanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang