SENYUMAN

468 54 7
                                    

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun?
Karena kau menulis
Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari"
-Pramoedya Ananta Toer

- oo -



Langit kian menggelap, Bita turun dari motor di depan sebuah rumah berpagar hitam. Begitu membuka pintu rumah, Ia disambut dengan tatapan gusar dari Lina, Bundanya "Yaampun Bita, kamu kemana aja? Kenapa sampai malam begini?"

Sejak kematian anak sulungnya, Lina memang menjadi sangat protektif pada Bita. terlebih lagi karena Bita kini bersekolah di SMA kakaknya. Dulu, berulang kali Lina coba membujuk anaknya itu untuk mencari sekolah lain, namun Bita tetap bersikeras mau bersekolah disana, untuk mewujudkan harapan Vira sebelum meninggal dunia. Alasan itu yang akhirnya membuat Lina terpaksa memberikan izin, tapi tetap saja ia was-was, takut hal buruk yang sama menimpa anak bungsunya.

"tadi bantuin temen nyari barangnya yang hilang Bun"

Dipaksa. batin Bita

"Kenapa hp kamu gak bisa di hubungin? Bunda khawatir banget sama kamu, kamu gak kenapa-napa?"

"Tadi hp sengaja aku airplane mode Bun, supaya hemat baterai. Aku gapapa kok" Bita menarik dua sudut bibirnya untuk menenangkan Lina.

"Yaudah kamu cepet mandi, terus makan. Besok-Besok jangan diulangi lagi, ya."

"Iya Bun.." Bita sedikit berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Sampai dalam kamar bernuansa langit dengan wallpaper biru muda bergambar awan-awan kecil, Bita menatap bayangannya sendiri dicermin. Matanya terbelalak tak percaya.
"ini beneran gue?!"

Sungguh mengenaskan, tiga ikatan rambutnya jauh dari posisi awal, wajahnya kusut dan kumal, seragam pun telah keluar sebagian dari rok biru-nya yang kotor karena terjatuh di tanah tadi.
Enggan berlama-lama menyaksikan penampakan ini, Bita bergegas menuju kamar mandi.

Selesai menyegarkan diri, dengan handuk di pundaknya, Bita berkaca lagi untuk memeriksa keadaannya. Ia menyeringai sambil bertolak pinggang, menatap bangga serta mengangguk-angguk saat menemukan sosoknya sudah kembali seperti semula, mengenakan kaus coklat dan celana hitam selutut.
Puas berkaca, ia meraih ponselnya yang berada di atas meja belajar, lalu merebahkan tubuh di tempat tidur untuk memanjakan tulang dan otot yang seharian tadi bekerja keras.

Bita membuka Line nya yang tak dibuka sejak pulang sekolah tadi. Ada banyak pesan masuk, beberapa dari teman SMP-nya, dan yang paling mendominasi berasal dari grup kelasnya yang baru, X IPA 3.
Namun seperti telah menjadi kebiasaan, berapa banyak pun pesan masuk, yang pertama Bita buka pastilah dari sahabatnya sejak di bangku SMP, Gadis.

Gadis Yura
Bi, udah beli mawar belom? Gue lagi beli nih.. mau nitip gak?
P
P
P
P
Udah beli ya?
P
Ah lama, gue balik ya Bi.

Bita berdecak, menepuk keningnya. Sekarang nyaris pukul delapan malam dan ia baru ingat bahwa besok harus memberikan setangkai mawar lengkap dengan surat untuk seorang senior.
Terpaksa ia harus menunda waktu istirahatnya. Melempar ponselnya ke tumpukan Bantal, Bita dengan rambut yang masih basah melesat menuruni tangga. Ia pamit pada Lina untuk membeli bunga di toko terdekat, tokonya hanya berjarak sebelas rumah dari rumahnya, mengingat bahwa toko itu tutup sekitar pukul tujuh, ia berlari secepat mungkin.

Sayangnya, keberuntungan tak berpihak padanya sama sekali hari ini. Wajahnya berubah masam saat membaca tulisan TUTUP pada etalase kaca toko.
"Yah.. gimana dong nasib gue"
Bita membungkuk lemas, memegang kedua lututnya dengan nafas tersengal-sengal, kemudian melangkah gontai kembali ke lo rumah sambil terus mengumpat sepanjang jalan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aksara BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang