•HALAMAN 3•

144 16 6
                                    

Bel sekolah berbunyi, membuat seluruh siswa bersorak dan berhamburan keluar kelas.

Ada yang keluar dengan bersenda gurau dengan temannya, ada yang keluar beramai ramai dengan sedikit berlari, ada sepasang kekasih yang nampak romantis dengan berjalan berdua menelusuri koridor, dan lain lain. Intinya mereka semua terlihat sangat bahagia.

Namun tidak dengan Alena, gadis itu lebih memilih duduk dikelas sampai keadaan sepi baru melangkahkan kaki keluar, menelusuri koridor yang tak lagi ramai sendirian.

Setelah sampai di gerbang, ia tersenyum kecil kepada pak Koko, satpam penjaga sekolah yang telah mengabdi selama puluhan tahun.

"Pak" sapanya sambil tersenyum kecil.

"Iya neng, pulang ya neng, hati hati dijalan neng" pak Koko membalas sapaan Alena dengan ramah dan sedikit berteriak.

Alena berjalan menuju halte untuk kemudian menaiki metro mini. Alena tidak pernah membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Selain belum cukup umur, Alena tidak bisa menyetir apapun jenis kendaraan. Terutama motor. Ia tidak pernah menaiki motor selama 15 tahun. Tidak berani katanya.

Setelah 10 menit menunggu, metro mini jurusan rumahnya pun datang. Tentu saja ia segera menaikinya dan beruntung masih ada 1 bangku yang kosong di sebelah ibu ibu.

Jalanan yang ramai dan macet membuatnya sedikit jenuh sehingga ia memilih untuk mendengarkan lagu dari ipod kesayangannya. Ia memilih lagu flicker-nya Niall Horan untuk menemani perjalannya selama 25 menit kedepan.

Ia turun di perempatan dan berjalan lurus selama beberapa meter. Rumahnya ada diujung jalan ini. Ada satu kebiasaan Alena setiap pulang sekolah. Ia selalu membeli es krim di sebuah kedai es krim yang satu arah dengan rumahnya. Entah jenis gelato atau es krim bungkusan yang kedai itu produksi. Tergantung mood. Untuk hari ini Alena lebih memilih makan eskrim di kedainya langsung. Ia memesan es krim rasa Oreo. Polos, tidak ditambah apa apa.

"Es krim oreonya satu ya pak radi, seperti biasa" ucap Alena.

"Siap non Alena"

Begitulah keakraban antara Alena dan pak radi, sang pemilik kedai.

Ia memilih untuk duduk di bangku sebelah kanan yang berhadapan langsung dengan kaca dan jalanan. Alena mengeluarkan novelnya untuk dibaca sembari menunggu pelayan kedai mengantarkan es krim oreonya. Tak lama, pesanannya datang, ia lantas menutup buku itu dan memakan eskrimnya. Setelah mangkuk es krimnya bersih, ia beranjak dari sana dan keluar. Tak lupa mengucapkan kata terimakasih kepada sang pemilik kedai.

~**~

Alena merebahkan tubuhnya di kasur. Ia merasa sangat lelah. Bukan lelah secara fisik, namun secara pikiran. Tentang perkataan Adi dan belum lagi perihal kejadian tadi siang di taman sekolah yang sampai saat ini membuat perasaanya tak tenang.

Flashback on!

Alena mendudukkan diri ditaman sekolah sembari menenangkan dirinya yang terus menangis. Novel yang ia bawa hanya dibaca sedikit begitupun dengan lagunya. Ia menutup novelnya dan mematikan ipodnya. Entah kenapa rasanya siang itu ia ingin sekali mengeluarkan air mata. Ia merasa kesal. Sangat kesal. Sampai sampai tak terasa setetes cairan bening jatuh dari kelopak matanya.

Di tengah menenangkan diri, seorang pria datang lalu menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna hijau toska.

"Ambil" katanya.

"..." Alena masih sibuk menghapus sisa sisa air matanya.

Karena Alena tak kunjung mengambil sapu tangan yang disodorkan, pria itu menarik paksa tangan Alena yang masih sibuk menghapus air mata lalu memberikan sapu tangan itu secara paksa.

"Jangan nangis. Kamu jadi keliatan tambah lemah."

"Lemah kata kamu?" Alena menatap cowok itu penuh kebencian.

"..." Kali ini cowok itu yang diam. Bukan karena takut, ia hanya sudah tau betul bagaimana menghadapi cewek tertutup seperti Alena.

"IYA!! AKU EMANG LEMAH! Dan orang kayak kamu gak akan pernah ngerti!"

"Iya. Aku memang gak ngerti, makanya kamu bisa ajarin aku untuk mengerti"

"Buat apa? Gak ada gunanya juga untuk aku. Lagipula aku gak kenal kamu." Alena membuang pandangan matanya ke arah lain.

"Jelas ada. Biar kamu punya setidaknya satu orang untuk mengerti kamu. Dan itu aku. Mau kenalan? Janji dulu untuk ngizinin aku ngerti tentang kamu, baru akan ku kasih tau semua tentang aku"

Alena sedikit terkejut mendengar ucapan pria itu. Namun dengan sigap ia mengubah kembali ekspresi keterkejutannya dengan wajah datar seperti biasa.

"Gak perlu, makasih. Sudah kan bicaranya? Kamu boleh pergi" usir Alena tanpa melihat cowok itu sedikitpun.

Cowok itu diam sebentar menatapnya lalu menjawab.

"Itu mau kamu? Yasudah, jaga dirimu baik-baik" tentu saja ia tidak benar benar pergi. Ia hanya pura pura pergi lalu sembunyi di suatu tempat dan kembali mengawasi Alena dari sana.

Andanu Dhaneswara tidak pernah mengenal kata menyerah.

Flashback off!

Mengingat kejadian tadi siang membuat air matanya kembali jatuh. Ia merutuki dirinya yang sangat bodoh karena telah menyia nyiakan orang yang ingin mengerti dirinya.

Ketika cowok itu datang , Alena bersumpah ia hanya takut akan menyakiti cowok itu nantinya. Ia hanya takut, takut sekali. Namun tindakannya justru malah menyakiti cowok itu dalam sekejap waktu.

Namun, selain menyesal disisi lain pikirannya mengatakan bahwa apa yang telah ia lakukan itu benar. Perlu kalian ketahui, hal kedua yang Alena benci selain kesendirian adalah harapan.

Lantas, apakah sikapnya tadi siang kepada cowok itu sudah benar atau malah sebaliknya?

"Aaargghhh" Alena berteriak kesal. Ia mengelap air matanya kasar lalu bangkit dari tempat tidurnya menuju meja belajar dan menggambil sketchbook yang tertata rapi di mejanya itu. Membukanya lalu membalikkan halamannya untuk mencari kertas yang masih kosong. Setelah ketemu, ia menajamkan pensilnya lalu mulai menggambar diatas sana. Sebuah gaun panjang yang amat cantik. Ujung gaunnya dihiasi bunga dan ia menambahkan pula aksen pernak pernik di bagian lain.

Menggambar adalah sarana bagi dirinya untuk melampiaskan beragam emosi. Ketika ia ingin mengalihkan pikirannya ia lakukan dengan menggambar. Ketika masalah datang bertubi-tubi ia tetap akan menggambar. Dengan menggambar setidaknya hatinya akan sedikit lega.

"Itu semua gak penting. Yang penting aku harus belajar yang rajin biar bisa sukses dan bikin Mama sama papa bahagia diatas sana."

// Alena.//

Sejauh ini gimana pendapat kalian? Sumpah udah 3 bab aku masih nanya pendapat kalian ya, tapi mau gimana lagi, jadi maaf ya kalo kaya "pengen banget di comment sih nih orang" abis kan yang nilai ceritaku kalian, mau sebagus apa menurut aku kan tetep kalian yang baca, jadi maafkeun dan maklumin ya.. hehe piss.

Author (:

Alena.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang