Hari ini berjalan begitu lambat. Rasanya aku ingin mempercepat waktu dan membunyikan bel agar sekolah segera berakhir.
Bukan karena kejadian tadi pagi. Kejadian itu sudah aku anggap sebagai salah satu kesialan ku hari ini.
Tapi, perutku sangat sakit. Sakitnya seperti aku ingin memukul serta memeras perutku keras-keras.
Keringat dingin sudah mulai keluar dari dahiku.
"Kerjakan halaman 105.
10 soal menggunakan cara dan dikumpulkan sebelum bel pulang"Guru pelajaran matematika yang berkaca mata tebal dan hanya membawa spidol jika mengajar itu kemudian keliling kelas untuk melihat siswa-siswi lain mengerjakan soal berisi angka dan huruf yang amat membingungkan.
Dan aku, sebisa mungkin mengerjakan soal-soal itu. Aku suka matematika, tapi sangat sulit jika tetap harus suka di keadaan ku yang seperti ini.
"Awwww... Issshhh"
Aku meringis pelan. Sangat pelan. Rasa sakitnya benar-benar membuat kepala ku bertambah pusing.
Aku tidak bisa diam terlebih kakiku, yang terus aku geser kedepan belakang dan berakhir beberapa kali menendang bangku di depan meja ku.
Didepan, yang aku tahu dia bernama Mino atau Minho? Beruntungnya tidak terganggu akibat ulahku itu.
Akhirnya, jam pulang berbunyi. Setidaknya aku berhasil mengerjakan 7 soal.
Saat aku ingin berdiri, dari bangku depan Mino merentangkan tangannya dan langsung menyambar buku tulis ku.
Mino mengumpulkannya ke depan.
Aku tentu saja terkejut. Perlakuan sederhannya yang tiba-tiba, membuat aku benar-benar terkejut, tadi.
Saat dia balik ke tempat duduknya, aku menggeser sedikit badan ku kedepan.
"Terima kasih"
Dua kata yang sepertinya baru aku keluarkan ke seorang siswa setelah 3 tahun bersekolah disini.
Biasanya aku hanya akan mengucapkan dua kata itu ke penjual di kantin, penjaga perpus, guru, dan penjaga sekolah.
Tidak ada balasan atas ucapanku. Tidak apa.
Aku tulus, karena perutku memang belum baikan sama sekali sejak tadi. Dan perlakuannya cukup membantuku.
Aku masih dikelas beberapa saat, ketika siswa lain sudah berhambur keluar. Menunggu perutku agak membaik.
Saat kelas mulai sepi, aku mulai membereskan buku dan alat tulisku.
Dan aku tau, kesialan tadi pagi belum berakhir.
Sial. Sial. Sial.
Kenapa aku tidak sadar bahwa akhir bulan aku pasti kedatangan tamu yang tidak diundang.
Haid.
Aku berdiri dan melihat sudah terdapat bercak merah di bangku serta rok belakangku.
Sial.
Kelas memang sepi, tapi beberapa siswa di koridor masih ramai. Entah yang mengobrol, entah yang menunggu ekskul.
Aku memilih duduk kembali di bangku. Memikirkan cara untuk menutupi bercak ini.
Sungguh, rasa sakit bercampur panik membuat ku tidak bisa berpikir jernih. Dan berakhir aku hanya menenggelamkan kepalaku kembali ke meja.
TBC