Ketujuh

31 4 3
                                    

Jingga kini sadar,setelah semalaman itu dia menuliskan banyak tentangnya. Tentang luka yang dibawanya,tentang kenang yang ia ajak selalu,dan tentang cemas yang selalu membuat Jingga tidak berhenti memikirkan keadaannya.

Kini,Jingga mengerti. Tidak selalu luka yang dia bawa,kadang dia juga membawa bahagia. Tidak selalu kenang yang dia bawa,terkadang dia juga membawa harap. Dan,tidak selalu cemas yang ia bawa,karena dia selalu baik-baik saja dengannya,bukan dengan Jingga.

Sekarang,Jingga hanya perlu banyak mengiklaskan tanpa harus memberikan tanya. Karena,dia sudah tahu apa jawabannya. "Mungkin,kita lebih enak begini saja,karena aku butuh kamu ketika mereka yang mematahkan hati." Atau bahkan,malah hanya disebut bercanda karena pertanyaan yang konyol itu. "Lo,apaan sih,Ngga? Kok gue pengen ngakak yah lo bilang gitu." Dan,yah jawaban lainnya juga. Meski Jingga tahu,Rizky tipe orang yang kalau diajak serius,yah serius. Kalau lagi bercanda,yah tahulah kebangetan.

Dan,seharusnya kemarinlah menjadi hari Jingga mengungkapkan rasa,tapi apa daya Jingga melihat Rizky sedang dengan wanita lain,yang jelas Jingga tahu siapa dia. Orang yang selalu Rizky ceritakan padanya,dan bodohnya Jingga terus mengejar Rizky,yang jelas-jelas orangnya berlari semakin jauh. Lantas,apa salahnya orang yang selalu diberi harap mengharapkan hal baik padanya? Iya,jelas memang tidak ada yang salah dari kata itu. Namun,apa baiknya juga menyakiti diri sendiri dengan selalu memendam dan membiarkan mata perih ketika melihat mereka berbincang dan bercanda berdua? Mengapload foto dengan caption yang romantis,dan seseorang kesakitan melihat semua itu. Mereka tak peduli,apa pedulinya mereka dengan orang yang nantinya hanya akan merusak hubungan baiknya? Engga kan?

Fiuuuuuh.

Jingga menghela nafas panjang,sudah cukup dia merasakan ini. Sudah dia iklaskan kebahagiaan yang sudah dia rangkai sebagai harapan akan bersama. Apa daya,itu hanya harap dan mungkin tinggal harap. Dengan berat,mungkin Jingga mengiklaskan kebahagiannya itu. Dia mencoba mencari kesibukan selain memikirkan Rizky ketika itu. Kini,Jingga akan menyibukan diri mempersiapkan ujian nasional yang tinggal beberapa bulan lagi. Dan,di kelas pun,jarang sekali Jingga menyapa atau mengobrol dengan Rizky,hanya seperlunya saja.

Ternyata,tidak mudah melupakan dan bahkan mengiklaskan.

"Ngga,pulang gue ikut lo kerumah yah. Lagi pengen main." Kata Widia,ketika Jingga baru datang dan duduk dibangku. "Iya,boleh. Lagian lo gue baru dateng,bel masuk aja belum berbunyi udah ngobrol mau kerumah aja. Sabar kenapa." Kekehan Jingga itu palsu,bahkan hari ini sepertinya Jingga tak berniat ingin tersenyum. Tapi apa daya,dia harus tetap manis didepan mereka semua. Agar tidak ada yanfmg tahu,kalau Jingga sedang dirundung pilu yang menyakitkan.

"Hehe iya yah,ngebet banget pengen main gue. Stres,Ngga. Bentar lagi ujian. Sekalian gue mau tahu cerita lo,kayaknya lagi ada masalah deh lo,yah kan?" Widia,tahu saja kalau Jingga sedang ada banyak fikiran. Tapi Jingga menanggapi dengan santai. "Yah,engga kok. Lo ini so tahu banget." Sambil memeletkan lidahnya ke arah Widia,dan Jingga kembali fokus pada bukunya.

Pelajaran hari ini sepertinya membuat bosan,bahkan Jingga sudah beberapa kali menguap. Dia butuh istirahat. Pelajaran hari ini full,karena ada pelajaran tambahan untuk Ujian nanti,dan Jingga harus siap itu. Dan,kebetulan juga hari ini sabtu,sepertinya Jingga butuh refreshing besok,fikirnya. Tanpa tahu yang lainnya.

Pelajaranpun selesai,Jingga kini akan bergegas langsung pulang. Dan Widia,Lania ikutan membuntuti dia daei belakang.

"Kalian ngapain ngikutin gue?" Tanya Jingga aneh. "Lah,lo lupa yah,tadi pagi kan gue udah bilang mau ikut pulang kerumah lo." Tegas Widia,dan Lania hanya mangut-mangut saja. "Yaampun,gue lupa. Maaf yah hehe." Jingga lupa kalau tadi pagi Widia bilang akan kerumah nya,dan rencananya refreshing otak nya pun,sepertinya ia cancel.

Padahal,hari ini di hari weekend Jingga sangat ingin bersantai sendirian. Di dalam ruang istananya yang sunyi,tanpa ada hingar bingar atau obrolan yang lainnya. Apalagi,obrolan itu menyangkut masalah Rizky,buyar deh fikiran Jingga buat ngelupain.

"Ngga,cerita dong kenapa? Masih sakit liat Rizky bareng sama Winda tadi?" Widia sangat paham betul Jingga,sampai dia tahu kalau tadi Jingga melihat Rizky berduaan dengan Winda,cewe yang selalu diceritakan Rizky ke Jingga. "Tahu aja lo,wid. Gue lagi gak mau bahas itu,gue perlu bersihin nih otak dari pikiran gue yang selalu mikirin dia,engga deh. Sekarang gue beneran gak mau bahas itu dulu." Jingga menekankan kata-katanya,dia benar-benar sedang badmood.

Widia dan Lania saling berpandangan,saling melemparkan kode lewat gerak-geriknya. Dan mereka memutuskan untuk pergi meninggalkan Jingga sendirian diruang istananya itu.

"Maaf..." katanya,sambil melihat kepergian Widia dan Lania di depan pintu kamarnya,Jingga tak berniat membuat mereka pergi,namun moodnya sangat sedang hancur hari ini. "Gapapa,Ngga. Kita ngerti lo,lo butuh sendiri dulu. Nanti kalau udah baikan,cerita yah. Kita selalu ada dibelakang lo,Ngga."

Jingga merenung dikamar,mengingat kejadian tadi siang. Rizky,dengan orang lain. Ralat,bukan orang lain. Mungkin dia memang orang yang selama ini rizky inginkan,bukan dirinya. Jingga sudah paham,baiklah. Saatnya Jingga memikirkan masa depannya nanti,ujian nasional sudah mendekat. Dan,harus fokus.

Jingga melihat layar ponselnya menyala,tanda ada satu pesan masuk diponselnya. Diambilbya ponsel itu,Jingga kaget ketika melihat nama yang tertera disana.

Fajar Ramadhani?


Tbc...
Maaf telat apload,baru mood lagi :( dan kebeneran,sekarang lagi banyak idenya. Jadi nulis lagi deh hehehe
Happy reading,readers :*

Salam manis,

Fajar Ramadhani

Senja Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang