Sakit Yang Tersisa

19.6K 1.1K 11
                                    

Dua hari kemudian, 18-06-2017 01.00 WIB

Malam ini mata Dini tidak mampu terpejam entah karena alasan apa. Dia sangat gundah dan merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Sudah 6 tahun lebih dia membesarkan anak yang dilahirkannya sendiri tanpa sosok suami disampingnya. Dia menjadi ayah dan ibu bagi anak dan adiknya dengan bertanggung jawab membesarkan mencukupi kebutuhan mereka sendirian. Dengan hasil menjual rumah, Dini membeli rumah yang sederhana disini dan mengikuti kursus menjahit agar lebih mendalami ilmu yang sudah didapatkannya selama merantau ke Batam. Dengan kerja kerasnya dan tabungan yang disimpannya selama 3 tahun, Dini bisa membeli rumah yang lebih besar di perumahan Mentari di Lubuk Tukko dan setahun kemudian dia membuka usaha kecil-kecilan dekat kantor Bupati. Kehidupan yang lebih baik sudah dia dapatkan jadi apalagi yang kurang?

"Jatuh Cinta adalah Hal yang tak bisa kau dapatkan setiap saat. Selagi kau merasakannya, maka cintailah dia seakan-akan kau baru pertama kali mencintainya setiap hari agar rasa itu tidak memudar."

Dini membaca sebuah tulisan di diary masa SMA nya dan membayangkan betapa bahagianya rasa itu. Saat untuk pertama kalinya dia terpesona, mendambakan dan merindukan seseorang hingga dia sedih jika bel tanda pelajaran berakhir berbunyi keras, menyuruhnya untuk berpisah selama beberapa jam dengan laki-laki itu kemudian bertemu lagi esok pagi. Dia selalu memandang langit-langit kamar saat ingin tidur dan membayangkan jika suatu saat nanti seseorang yang dia lihat akan kembali melihatnya.

"Hm, konyol sekali!" Fikir Dini mengingat betapa polos dirinya yang dulu. " Cinta tak seindah itu." Tambahnya. "Tidak ada cinta yang indah di dunia ini untuk orang-orang yang bernasib malang! Seharusnya dari dulu aku tidak pernah mencintainya!"

"Patah hati? Aku tidak pernah menyangka dua kata ini akan menempel di hatiku. Dia mengikis bahagia itu hingga yang tersisa cuma kesakitan. Hatiku sudah seperti kendi yang retak. Setiap saat, airmata keluar darinya. Ya Tuhan, jika tiada jodoh diantara kami, maka izinkanlah aku membuangnya dari hidupku, selamanya."

Itu adalah tulisannya di tahun kedua dia mencintai laki-laki itu. Dini membacanya dan masih merasakan dengan jeas rasa sakit itu dihatinya. Kapan dia akan melupakan kepedihan ini dan menemukan kebahagiaan yang dia nantikan jika hanya kakinya yang berjalan ke depan sementara hati dan fikirannya dia tinggal dibelakang?

"Mama? Mama?" Panggil Putra yang tiba-tiba terbangun.

"Loh, kok anak mama bangun sih? Kenapa sayang?" Tanya Dini dan bangkit dari kursinya untuk segera memeluk putranya itu.

"Putra bermimpi papa ma!"

"Lagi?"

Putra mengangguk-ngangguk sedih. Dini mengelus-elus pundak anaknya agar dia merasa tenang padahal Dini juga tidak bisa menyembunyikan keresahannya. Sudah berkali-kali Putra bermimpi bertemu dengan seseorang yang dia sebut papa. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Putra dan Kemal tidak pernah bertemu. Tidak mungkin Putra bisa mengenali papanya.

"Ma, papa dimana? Mengapa papa tidak pernah datang?" Tanya Putra sambil menangis. Dini berusaha sekuat hatinya untuk tidak menangis meski matanya mulai memerah dan berkaca-kaca.

"Jangan nangis sayangnya mama. Kan mama ada disini, mama bisa buat Putra bahagia. Jangan sedih lagi ya nak!" Ucapnya lalu mengecup kening Putra.

***

"Kakak egois!" Kata Angga tiba-tiba saat Dini sedang menyiapkan sarapan di dapur.

"Apa maksudmu Angga? Kenapa tiba-tiba kamu ngomong begitu ke kakak?"

"Angga denger semuanya tadi malam. Putra mimpi papanya lagi kan? Kakak nggak mengerti apa maksud mimpi itu? Putra rindu sama papanya kak. Sama seperti aku, seperti kakak yang sangat merindukan ayah dan ibu. Seharusnya kakak lebih tahu bagaimana sedihnya Putra selama ini. Kita masih bisa merasakan bagaimana punya yah, sementara Putra? Sejak lahir dia tidak pernah bertemu dengan papanya. Sampai kapan kakak akan menyembunyikan rahasia kakak dari Putra dan aku?"

"Jangan bicara lagi Ngga! Kakak tidak ingin memulai hari ini dengan pertengkaran. Lebih baik kau kerjakan urusanmu sendiri."

"Kan! Kakak selalu melarikan diri jika aku mulai bertanya? Kakak fikir aku tenang saja selama ini saat aku mendengar orang lain berbicara jelek tentang kakak? Kakak perempuan nggak bener lah, perempuan simpanan yang hamil anak haram, mantan pelacur, najis sampai-sampai kita harus berpindah-pindah setiap bulannya ke tempat lain? Kita masih bersyukur karena masih ada ustadzah Nisa yang menerima kita tinggal di kontrakannya dan mencarikan kakak pekerjaan. Aku sedih kak. Selama hamil kakak tetap bekerja, setelah melahirkan juga harus bekerja lagi sementara aku tidak bisa membantu kakak. Kakak butuh suami kak, jangan terlalu keras pada diri kakak sendiri."

Bibir Dini yang terkatup mulai bergetar karena Dini masih memaksa untuk tidak meluapkan perasaannya. Dia berusaha mengontrol emosinya dan dalam hitungan detik dia bisa terlihat tenang kembali. "Putra udah selesai pakai baju yah? Cepat sekali anak mama mandinya. Ini masih jam 6 loh..." Ucap Dini dengan senyumnya kepada Putra yang berdiri di belakang Angga sambil menjinjing tas nya.

"Kalau kakak tidak mau mengatakan siapa papanya Putra, kalau begitu Angga yang cari tahu sendiri!" Bisik Angga kemudian pergi meninggalkan dapur dengan kesal.

Dini terkesiap. Dia tahu kalau Angga benar-benar serius dengan ucapannya. Bagaimana kalau Angga mengetahuinya?

#TBC

kjjkj

Unmarried MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang