Juni, 2003
Setelah 7 hari memasuki masa SMA..
Tidak seperti biasanya, Dini memakai bedak ke sekolah pagi ini. Bukan karena dia memiliki orang yang di taksir tapi karena teguran dari ibu Aulia, guru sosiologinya yang selalu mengkritik penampilan Dini seperti orang yang tidak pernah mandi pagi-pagi. Karena tidak mau terus-terusan ditertawai temannya akhirnya Dini mengalah. Dia merubah penampilannya dari kepala hingga ujung kaki. Rambutnya yang selalu dibiarkan asal-asalan dan tertutup oleh topi kini sudah tersisir rapi dan dikuncir seperti ekor kuda hingga wajahnya tidak lagi tersembunyi dibalik rambut-rambut liarnya itu.
Dia mulai memakai handbody lotion dan parfum aroma strawberry seperti teman-temannya yang lain. Namun yang paling mencolok adalah lipgloss yang dia kenakan. Itu bukan kemauannya, tapi karena dia merasa tidak enak pada Amy. Sahabatnya itu memberikan Dini Lipgloss demi proyek make overnya lebih berhasil.
Tapi jangan tanya perasaan Dini yang sebenarnya.. Tangannya sudah gatal untuk melepas kunciran rambutnya dan memakai topi yang selalu dibawanya didalam tas. Dia ingin sekali menghapus lipgloss itu karena bibirnya terasa tidak nyaman.
"Nggak apa-apa Dini.. Kamu itu perempuan. Jadi kamu harus terbiasa dengan hal-hal seperti ini." Batin Dini sebelum melangkahkan kaki keluar dari pintu rumahnya.
Dini naik angkot seperti biasanya tapi isi angkot itu tak seperti yang selalu dilihatnya. Tak ada satupun penumpang yang duduk didalam angkot langganannya itu.
"Loh, kok kosong gini bang?" tanya Dini pada supir angkot.
"Abang baru keluar dek, telat bangun rezeki pun langsung disikat sama yang lain. Gara-gara nonton bola nih..apes!"
"Sabar bang.. nanti juga bakalan banyak kok." Ucap Dini sembari duduk.
Belum lama angkot itu berjalan, seorang siswa SMA yang berdiri didepan bengkel mencoba menghentikan angkot yang dia naiki.
Laki-laki itu hanya diam sambil memandang tepat ke arah Dini yang duduk di belakang supir hingga siapapun yang masuk pasti akan melihat dirinya. Dini tidak terpengaruh dengan keberadaan laki-laki itu sampai akhirnya dia merasa tidak nyaman karena dari semua kursi yang kosong laki-laki itu memilih duduk disampingnya. Dini mencuri-curi pandang ke arah kanan laki-laki itu dan baru tahu kalau laki-laki itu juga seorang siswa di sekolahnya dari label sekolah yang tertempel di seragamnya itu.
"Duh... Aku kok jadi pengen pindah tempat gini yah?" fikir Dini. "Kok aku jadi grogi sih?"
Perlahan-lahan angkot yang mereka tumpangi mulai penuh hingga jarak diantara keduanya tidak ada lagi. Dini merasa sesak nafas sementara laki-laki itu terlihat biasa saja berdekatan dengannya. Abang supir itu tiba-tiba menginjak rem karena mobil di depan mereka mendadak berhenti hingga membuat semua penumpang bergeser kedepan. Hampir saja Dini terjepit oleh mereka namun dengan cekatan laki-laki itu menggenggam batas pemisah antara supir dan penumpang hingga Dini terlindungi. Urat lengan laki-laki itu membuat Dini terkesiap. Laki-laki itu terlihat kurus namun pembuluh darahnya tidak berbohong kalau si empunya suka berolah raga.
"Ma kasih yah..!" ucap Dini lalu melihat kearah lain karena dia tidak berani menatapnya lama-lama.
"Nggak usah bilang ma kasih. Aku juga berhutang budi samamu.!" Jawab laki-laki itu hingga membuat Dini heran.
"Hutang budi apa?" tanya Dini lalu berbalik melihatnya. "Kita kan baru ketemu sekarang." ucapnya bingung.
"Ini punya kamu kan?" ujar laki-laki itu lalu menunjukkan payung yang terselip disamping tas nya.
"Loh kok! Jadi anak yang kemaren itu kamu?"
Flashback dua hari yang lalu....
Hujan turun sangat deras saat bel tanda pelajaran berakhir berbunyi. Dini merasa lega karena dia membawa payung kesekolah atas saran mamanya jadi dia tidak khawatir lagi untuk kebasahan.
Saat semua orang mulai berlarian dari gerbang sekolah, Dini masih ingin menunggu agar hujan sedikit reda sambil berteduh.
"Huacchhhiimmm!"
Seseorang yang memakai masker terdengar lagi bersin hingga mengejutkan Dini. Badan laki-laki itu tampak menggigil dan matanya memerah.
"Sepertinya dia lagi sakit!" Fikir Dini. Tanpa membuang waktunya dan membiarkan laki-laki itu berdiri lebih lama, Dini langsung mendekatinya dan menyodorkan payung itu sambil tersenyum.
"Kamu pake payung ku aja! Hujannya bakalan lama dan sepertinya kamu lagi sakit. Nggak baik kalo kamu terus-terusan disini.
"Jadi kamu sendiri bagaimana?"
"Hohoho.. kamu nggak tau kalau aku ini lebih kuat dari pohon durian? Hujan mah kecil.. Aku nggak akan demam walau mandi hujan selama 5 jam. Jangan tolak bantuan orang lain, nanti orangnya bisa tersinggung loh.."
"Kamu tersinggung sekarang?" tanya laki-laki itu hingga membuat Dini geleng-geleng kepala.
"Ya ampun. Tadi aku bercanda doang kali.. Serius amat. Oh iyah, nih pakai ini!" Dini mengeluarkan botol kecil berisi minyak kayu putih dan memberikannya kepada laki-laki itu. "Kamu kan lagi flu, nih oleskan minyak ini ke dekat lubang hidung dan keleher agar kamu nggak masuk angin. "
Laki-laki itu ingin menolak tapi ucapan Dini barusan membuatnya mengalah. Dia menerima minyak kayu putih itu dan tersenyum di balik maskernya. "Kamu kok bawa minyak kayu putih kesekolah?" Tanyanya.
"Kenapa rupanya? Aku nggak suka dengan parfum. Itu cuma membuat kepalaku pening dan minyak kayu putih ini membuatku lebih tenang. Aromanya itu mengalahkan semua parfum mahal di dunia ini." Ucap Dini bersemangat. Dia tidak menyadari laki-laki itu terus menatapnya selama dia bicara. "Eh, hujannya udah mulai reda. Aku pergi duluan yah!" Ucap Dini lalu berlari-lari kecil, meninggalkan laki-laki itu dan tidak menoleh lagi kebelakang.
Flashback berakhir...
Dini masih tidak yakin kalau laki-laki yang diberinya payung dua hari yang lalu adalah laki-laki yang duduk disampingnya saat ini.
"Iyah. Itu aku. Nih payungnya aku kembalikan. Makasih yah!" Ucapnya. "Ngomong-ngomong, namamu siapa?"
"Dini." Jawab Dini tanpa berniat menjabat tangan laki-laki itu. "Dan kamu?"
"Kemal!" Kemal tersenyum dan senyuman itu bagaikan menyihir Dini.
"Perasaan apa ini? Cinta pada pandangan pertama? Nggak mungkin, aku tidak pernah percaya cinta seperti itu. Mungkin hanya karena dia tampan. Yah... hanya karena itu." Batin Dini gelisah.
"Kau beda hari ini!" Ucap Kemal.
"Beda apanya?"
"Penampilanmu."
"Oh.. ini karena guruku. Dia mengejekku karena nggak pernah pake bedak seperti teman-teman yang lain."
"Nggak pake bedak pun, kamu udah cantik kok!" Puji Kemal. Dini tidak bisa berkata apa-apa karena dia sudah terlanjur malu dengan ucapan Kemal.
#epilog
Dini berlari-lari dibawah hujan dan meninggalkan Kemal berdiri sambil memegangi payung yang diberikannya. Kemal saat itu tidak bisa melepaskan pandangannya dari Dini hingga Dini semakin jauh dan menghilang di persimpangan. Tak lama, sebuah mobil mewah berhenti didepannya dan si supir keluar dari mobil sambil memakai payung kemudian membukakan pintu mobil itu untuknya.
Sepanjang perjalanan Kemal tidak bisa melupakan wajah perempuan yang telah meminjaminya payung itu dan tidak bisa menahan senyumnya mengingat cara perempuan itu menjelaskan kecintaannya kepada minyak kayu putih yang sedang ia pegang.
"Kamu kenapa Mal? Senyam senyum.. Lagi jatuh cinta yah? Sama siapa?" Tanya supirnya kepo.
Kemal tidak menjawab tapi dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat melihat keluar. Dia seperti memandang hujan namun mata hatinya sedang membayangkan wajah itu.. wajah yang tiba-tiba membuatnya rindu..
#tbc
Maaf yah semuanya karena sudah vakum begitu lama.. ku harap kalian masih menyukai novel ini dan aku juga berusaha untuk mencari ide baru supaya cerita ini tidak membosankan untuk dibaca.. terima kasih untuk yang selalu setia ngikutin..
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmarried Mom
RomanceDini adalah seorang ibu yang tidak pernah menikah dan menyembunyikan kehamilannya dari keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya karena takut ibu dan ayah nya akan menanggung malu karena aib ini. Hidup sendiri di perantauan menjadikan dirin...