5th: Start!

593 264 11
                                    

"Apakah keadaan ini masih bisa disebut persahabatan?"

"Apa maksudmu?"

Suffering in Happiness presents by locked-pearl

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

(Angin malam berdesir menelusup ke ruang-ruang kosong gelapnya dunia. Di satu sisi kecil angkasa, dua remaja terduduk disaksikan bulan dan bintang. Mereka diam di antara deru kecil mesin minuman dan kelap lampu taman. Ah, angin. Andai kau bisa membisikkan jawaban kepada gadis itu. Menyisipkan rasa paham dan pengertian kepada si pemuda).

Mengaitkan jemari erat-erat, "Apa Ryouta-kun lupa dengan perjanjian kita bertiga?"

Aku tak berani menatapnya.

"Bukan aku tidak setuju dengan keputusan kalian berpacaran, tapi, janji itu...."

Bahunya menurun.

"Aku senang perasaan kalian saling terungkap—Oke, mungkin janji itu sudah tidak berarti apa-apa karena dibuat saat kita belum mengetahui apapun. Tapi mengapa kalian tidak bilang dahulu?" tanyaku lirih.

Ryouta-kun menghembuskan napas. "Kenapa [Name]cchi baru bilang sekarang?"

"Aku tak ingin melukai kalian—"

"—Walau kau sendiri sedang terluka?" Dia menatapku. "Kau memang tidak berubah. Selalu tidak memedulikan diri sendiri."

Diam sejenak, ia menengadah. "Aku yang membuat janji itu. Ironinya aku sendiri ingkar."

Kalau begitu, Ryouta-kun ... maka kita bertiga telah mengingkarinya.

"Maaf tidak bilang. Tapi, soal mengapa aku putuskan menembak Terumi, ada alasannya sendiri, [Name]cchi." ucapnya lembut. "Setelah pulang, kita bicarakan bertiga ya." tatapnya lembut.

Melihat matanya ini, membuatku merasa bersalah atas setiap tindak.

"Ah, lalu bagaimana dengan kakimu? Masih sakit? Memang Midorimacchi mastah dalam perban! Tidak heran sih, setiap hari jarinya dililit perban...."

Ia masih tetap menghiburku. Kalau begini terus, bagaimana aku bisa menghilangkan rasa suka?

😣

Kami bertiga merekatkan kembali persahabatan. Mereka berdua meminta maaf dan meminta restu. Aku menyetujuinya. Tidak mengapa, toh dengan begini perasaanku pada Ryouta-kun bisa sedikit demi sedikit menghilang. Kami pulang dengan perasaan lega. Ketika berpisah dengan Midorima-kun, aku tersenyum. Entahlah ia tahu maksudnya atau tidak. Aku berhasil mengatakannya, begitulah demikian.

Pekan ini, musim gugur sedang ganas-ganasnya. Dengan memakai kaus putih bergaris hitam, ditutup oleh cardigan jeans lengan panjang, dan celana panjang, aku keluar rumah menenteng tas. Hari Minggu yang ganas diterpa angin musim gugur. Ah, aku melupakan syal. Ketika berbalik hendak mengambil, tanganku ditahan oleh orang lain.

"[Name]cchi mau kemana ssu? Kau berpakaian rapi dan hendak pergi tanpa bilang kepadaku." sembur langsung Ryouta-kun.

"A-ah, Ryouta-kun...—"

"—Jangan bilang kencan buta?"

Ia memotong hal yang ingin kujelaskan.

"Begini. Jadi, Midorima-kun meminta pertolongan untuk menemaninya mencari hadiah untuk adiknya yang berulang tahun. Sesuatu yang feminim katanya."

Ryouta-kun mengernyit. "Midorimacchi? Kalian berkencan?"

Aku malu seketika. "Tidak kok. Kami hanya akan berkeliling mencari, lalu pulang."

𝐬𝐮𝐟𝐟𝐞𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐢𝐧 𝐡𝐚𝐩𝐩𝐢𝐧𝐞𝐬𝐬 - kise/reader/midorimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang