the clown

528 155 41
                                    

Sang badut

"Jangan nakal ya, Bela," kata seorang ayah pada anak gadis kecilnya suatu pagi. Sambil mengelus pelan rambut anaknya, sang ayah tersenyum.

Gadis kecil itu mendongak pada ayahnya. "Siap, ayah!" serunya berseri-seri sambil berdiri tegak dan mengangkat tangannya ke samping kening, mengambil posisi hormat layaknya meniru seorang tentara.

Dari dalam rumah, muncul seorang remaja perempuan yang berpakaian rapi dengan tas punggung ukuran mini digendongannya. Rambut perempuan itu tergerai sebahu sehingga ia nampak cantik. Di wajahnya juga terlihat make up tipis yang sengaja dia buat setipis mungkin agar tidak terlalu berlebihan. Gadis itu tampak cantik dengan segala penampilan luarnya.

Namun kecantikan gadis itu rupanya hanya sementara karena alih-alih ia menyapa dua orang keluarga di depannya pagi hari ini, dia malah memasang muka sebal dengan memutar bola matanya seraya melontarkan sindiran, "Apaan sih, Pak. Kalau mau berangkat kerja ya buruan, Pak. Aku udah telat kuliah, nih. Aku juga bosen nungguin Bapak selesai momen perpisahannya. Lebay deh," ujarnya sebal, membuat dua orang di depannya mendadak mematung tanpa bisa berkata apa-apa.

Sejurus kemudian, sang ayah langsung mengecup kening anak gadis kecil di depannya dengan buru-buru, lalu menaiki sepeda motor tua yang menjadi pengantar hidupnya selama ini ke sana ke mari. Mesin motor dihidupkan, lalu sang ayah berujar, "Ayo, naik nak."

Sesegera mungkin remaja yang dipanggil 'nak' oleh ayahnya pun membonceng ayahnya dengan tetap memasang muka cemberut.

Dalam perjalanan menuju kampus, tiba-tiba sepeda motor tua yang mereka berdua naiki mogok dan deru mesinnya menyendal-nyendal bagaikan suara seseorang sudah tua yang terbatuk-batuk. Dan akhirnya, ayah dan anak perempuannya itu terpaksa berhenti.

Si gadis bertanya dengan emosi, "Pak, ini motor butut kenapa lagi?!"

"Mogok lagi, nak. Bentar, ya," kata ayahnya sambil berusaha menyalakan mesin motor yang sudah sering macet. "Bapak coba lagi, ya Nin. Kamu tunggu bentar."

"Alah udah lah Pak! Aku jalan duluan. Naik angkot aja aku daripada nungguin motor tua nyala," kata si gadis, yang ternyata bernama Nina. Tanpa berucap apa-apa lagi, gadis itu langsung pergi meninggalkan ayahnya di pinggir jalan, menghadang angkot yang akan lewat.

Sebelum anaknya berjalan lebih jauh, pria yang berkutat menyalakan motornya itu langsung berseru, "Hati-hati ya Nina!"

Namun sang anak tidak menggubris sama sekali pesan ayahnya. Begitu angkot berhenti untuknya, Nina langsung masuk ke dalam angkot.

▪️▫️▪️

Bela, adik perempuan kakaknya--Nina--baru saja berganti baju setelah pulang dari sekolah. Seperti biasa--kebiasaan yang ia lakukan selama seminggu ini--ia pergi ke taman kota untuk bertemu badut teman setianya bermain selagi ia sendirian di rumah tidak ada ayah dan kakak perempuannya.

"Om badut, Bela temenin lagi cari uangnya ya," kata Bela ketika sampai di taman kota, mengampiri seorang badut yang berdiri sambil menari-nari.

Sang badut hanya bisa mengangguk alih-alih berbicara karena suaranya pasti tidak terdengar apabila ia bicara sebab kostum kepalanya menutupi mulut.

Kemudian sambil berpanas-panas bersama sang 'om badut', Bela juga ikut-ikutan menari bersama badut. Beberapa orang yang lewat kebanyakan hanya melihat dan mengabaikan tanpa memberi uang kecil.

Lalu begitu hari sudah menunjukkan pukul dua siang, Bela biasanya langsung pulang karena dirinya tahu bahwa ayahnya pasti sudah pulang dari kerja.

Sampai di rumah, ternyata benar sekali bahwa ayah Bela ternyata sudah pulang. Ayahnya sedang melepas dasi seraya menghampiri putri kecilnya itu ketika melihatnya. "Dari mana saja Bela?"

"Aku tadi main sama om badut lagi di taman."

Sang ayah tersenyum tipis, memberikan kesan seperti bahwa ia agaknya sedikit tidak menyukai Bela yang bermain bersama 'om badut'. Lantas, ayah langsung mengalihkan topik pembicaraan, "Kamu makan siang dulu Bel. Belum makan, kan pasti? Ayah udah beli nasi ayam di warung tadi."

Selanjutnya Bela dan ayahnya makan siang bersama. Sesekali ayahnya bercerita tentang suatu dongeng dan Bela mendengarkan.

▫️▪️▫️

Suatu siang ketika Bela baru pulang dari sekolah menuju rumahnya, seorang teman bertanya pada Bela soal ayahnya. "Bel, ayah kamu kerja apa, sih?"

Sejenak Bela termangu sambil memikirkan pekerjaan apa yang selama ini ditekuni ayahnya. Pasalnya ayah Bela tidak pernah cerita pada gadis itu, apalagi kakak perempuannya. Bela pun menjawab dengan terbata, "Ehm, besok aku tanyakam pada ayah."

▪️▫️▪️

Keesokan paginya di sekolah, teman Bela yang kemarin bertanya padanya, kembali menanyakan hal yang sama. Bocah itu menagih janji Bela bahwa kemarin Bela akan bertanya pada ayahnya apa pekerjaan sang ayah.

"Bel, ayahmu kerja apa?"

Alih-alih menjawab, Bela berkata, "Memangnya kenapa kamu tanya seperti itu?"

Lalu teman Bela menjawab dengan hati-hati, "Ibuku pernah bilang kalau," bocah itu menunda ucapannya selama beberapa detik, lalu melanjutkan, "eh, bukan. Eh, maksudku, ibuku bilang, kata orang-orang, ayah kamu kerjanya jadi...."

"Jadi apa?" sela Bela penasaran.

Seketika wajah bocah di hadapan Bela berubah kaget mendengar pertanyaan Bela yang antusias. "Jadi kamu tidak tahu ayah kamu kerja apa?"

Gadis yang ditanya hanya diam saja sambil menggeleng. Tatapan sendu di matanya seolah bisa membuat seseorang yang melihatnya akan iba.

"Begini, aku cuma mau memastikan aja, apakah ayahmu itu kerjanya...." bocah itu menjeda ucapannya, lalu berbisik di telinga kanan Bela dan mengucapkan sesuatu.

Mendengar temannya berbisik, tubuh Bela tiba-tiba mematung. Selama beberapa detik lamanya dirinya tidak beranjak dari tempat ia berdiri, menatap kosong ke depan. Seolah-olah sesuatu yang dibisikkan temannya itu adalah sesuatu yang buruk dan telah mengubahnya amat sangat sedih.

▪️▫️▪️

"Kak Nina, aku mau tanya sesuatu," kata Bela ketika kedua kaka beradik itu sedang makan siang bersama tanpa ayah mereka yang masih belum pulang.

"Nanya apa," ujar Nina ketus.

"Soal ayah."

Sambil mengunyah makanan, dan dengan wajah yang masa bodoh terhadap adiknya, Nina bertanya, "Ayah kenapa emang?"

"Ehm, itu...." Sang adik terbata-bata dengan ucapannya sendiri, "a-ayah, ayah kerja apa, sih?"

Sang kakak tiba-tiba berhenti mengunyah makanan dan dengan wajah bingung, ia menjawab, "Nggak tahu."

"Kakak pengen tahu nggak?"

"Nggak terlalu, sih. Emang ayah kerja apa?"

"Jadi badut di taman kota."

Mendengar jawaban adiknya, kakaknya yang sedang makan itu tiba-tiba tersedak. Buru-buru gadis itu megambil air minum.

Sejurus kemudian, tiba-tiba sosok ayah yang sedang mereka bicarakan muncul dari pintu depan yang disambut dengan pertanyaan dari Nina, "Kenapa Bapak nggak pernah cerita kalau Bapak itu jadi Badut?"

Sang ayah terdiam, menatap wajah Bela yang menunduk. Lalu selama beberapa detik, Bela menatap wajah ayahnya yang dipenuhi keringat jerih payah bekerja siang ini. Bela merasa kasihan dengan ayahnya itu mengingat pekerjaan ayahnya yang selama ini adalah menjadi seorang badut.

"Kenapa Ayah jadi badut dan Ayah nggak pernah cerita sama Bela, Yah?!" Bela bertanya dengan terisak.

Kemudian, dengan lirihnya sang ayah dari kedua anaknya itu menjawab, "Karena ayah tidak mau kalian nantinya malu."

Skenario 05 : Sang Badut,
Fin

Sebuah Akhir yang Tidak MenyenangkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang