"Pagi, sayang.." suara berat itu terdengar ketika aku mulai membuka mata. Siapa, ya?
Aku mengerjapkan mata dan mendapati sosok tampan di hadapanku yang tengah bertelanjang dada dengan rambut setengah basah. Eza! Ya ampun, kami sudah menikah sekarang. Bagaimana aku bisa lupa?
Aduh, duh. Dia melihat wajahku. Malu, aku jelek kalau baru bangun tidur. Jangan sampai ini merusak memori malam pertama kami tadi malam. Aku cepat-cepat menarik selimut yang menutupi tubuhku yang polos hingga menutupi seluruh wajahku.
Tawa renyah Eza mulai terdengar.
"Sayang, kamu ngapain, sih?" dia mulai berusaha menarik-narik selimutku.
Aduh, stop donk, Za! Jangan lihat!
Badanku yang lemas sama sekali nggak membantu, malah membuat Eza dengan mudah menarik turun selimut itu sampai di leherku dan tersenyum. Aku mengucek mata, berusaha menyamarkan wajahku dari pandangan mata suamiku ini.
"Sayang, mandi, gih. Aku udah mandi, loh.." pantesan wangi kamu, Za.
"Biar kita sholat bareng. Yuk.." ucapnya lagi.
Aku mengangguk. Dia adalah imamku. Aku harus patuh padanya. Aku menarik selimut, melilitkannya pada tubuhku dan menghambur menuju kamar mandi.
Aduh, aku malah lupa bawa baju untuk dipakai setelah mandi. Bahkan handuk pun juga lupa.
"Eza.." panggilku pelan membuka pintu kamar mandi sedikit, mengintip Eza yang masih duduk di tepi ranjang.
"Kenapa, sayang?" tanyanya yang menoleh padaku.
"Tolong ambilkan handuk di lemari.."
"Ambil sendiri juga nggak papa kok, sayang.."
Aduh, dia malah memamerkan senyum nakalnya lagi.
Melihatku menatapnya dengan merengut, dia terkekeh dan beranjak mengambilkan handukku.
"Nih.." dia menyodorkannya padaku. "Boleh lihat?" tanyanya menggoda.
Idih, Eza, ah. Masih subuh kok udah mupeng. Aku memeletkan lidahku padanya dan menutup pintu. Padahal tadinya aku mau meminta Eza mengambilkan bajuku juga, tapi daripada nanti dia nggak tahu juga mau ambilin aku baju apa, jadi ya terpaksa, keluar kamar mandi pakai handuk saja.
Tuh kan, mupeng lagi suamiku itu karena lihat aku hanya memakai handuk.
"Lihat apa?" tanyaku. Matanya terus saja mengikutiku sejak aku keluar kamar mandi menuju lemari, sampai kembali lagi ke depan pintu kamar mandi.
Ia menggeleng dan kelihatannya kesulitan menelan ludahnya. Aku baru tahu Eza bisa terlihat lucu seperti itu. Imut juga. Sudah ah, aku segera masuk ke kamar mandi dan memakai bajuku. Bersiap untuk sholat subuh berjamaah dengan suamiku. Senyum manis terpantul dari cermin yang memperlihatkan wajahku yang nampak ceria.
Selesai sholat, aku mencium tangan Eza dan ia mengecup keningku dengan hangat.
Rasanya memang lebih indah ketika kita sudah halal.
Kami kemudian sama-sama berbaring di ranjangku lagi. Aku bersandar pada dada Eza yang bidang. Padahal dia kelihatan kurus. Tapi ternyata punya kotak-kotak juga. Aku pun ikut menikmati, hehe.
Tangannya terus mengusap rambutku.
Tiba-tiba aku kepikiran. Kemarin Rey bicara apa ya sama Eza. Kayaknya serius, gitu.
"Za.." panggilku.
"Hm?" sahutnya.
"Kemarin Rey bilang apa, sih?" tanyaku penasaran
KAMU SEDANG MEMBACA
Love of a Lifetime
Storie d'amoreLima tahun sudah Eza kembali ke kota asalnya, bekerja dan melanjutkan hidup. Ia baru saja membuang sifat playernya dan melamar pacarnya, ketika ia kembali ke kota rantauan yang pernah ia singgahi dan bertemu kembali dengan seorang wanita yang dulu m...