World, meet Zara..
"Anak papa yang paling cantik.. Bobo, yah?" suara Eza terdengar begitu lembut ketika ia menggendong putri kecil kami yang baru berusia beberapa minggu.
Suara geraman pelan terdengar dari mulut mungil bayi itu.
"Udah bangun, ya, sayang?" ucap Eza lagi dengan mimik wajah yang lucu, yang membuat putri kecil kami tertawa riang. Bayi itu mulai mengucek-ngucek matanya perlahan lalu mencoba menggapai wajah ayahnya yang terlihat tampan.
Perlahan Eza mulai menghujani putri kecil kami dengan sejuta ciuman. Oke, itu terlalu berlebihan, intinya dia terus menciumi putri kami berulang-ulang.
Senyuman lebar tak mampu ku tahan melihat pemandangan indah di depan mataku. Pria yang kucintai, bersama putrinya yang tentunya lahir dari rahimku. Dan lihatlah cinta yang terpancar nyata di sini.
"Jadi sekarang Zara aja yang disayang-sayang?" tanyaku menghampiri Eza.
Eza menoleh dengan senyum sejuta pesona yang membuatku jatuh cinta.
"Eh ada mamanya Zara.." ucapnya. "Mamanya cemburu sama Zara ni, nak.. Papa cium mama boleh, ya?" ucapnya dengan suara yang lucu yang mengundang tawa Zara dan membuat senyum cerah di wajahku.
Sungguh pemandangan yang membuatku jatuh cinta semakin dalam pada keluarga kecil ini.
Perlahan Eza meletakkan Zara di ranjang bayi yang terletak di sebelah ranjang kami. Aku membungkuk dan mencium putriku sejenak. Sementara tangan Eza terasa mulai merangkul pinggangku dan semakin menarikku mendekat padanya. Dan tiba-tiba ia sudah memelukku erat, dan mulai mendaratkan ciuman di wajahku.
"Terima kasih,"ucapnya lembut tepat di depan wajahku.
"Untuk?"
"Segalanya."
Aku tersenyum. Eza memelukku erat.
"Terima kasih telah menjadi isteriku," ucapnya lalu mengecup keningku beberapa saat.
"Terima kasih telah mengandung dan melahirkan putri kecil kita," ucapnya lagi lalu mengecup pipi kanan dan pipi kiriku.
"Terima kasih telah menjadi sumber kebahagiaanku," tambahnya lalu mengecup bibirku dalam.
"Tapi kok panggilannya 'mama', sih?" tanyaku setelah Eza melepas ciumannya.
Ia mengerutkan keningnya.
"'Bunda' aja, sama 'ayah', ya?" bujukku.
Eza tampak berpikir sejenak.
"Oke, ya, ayah?" bujukku lagi, menggelayut manja pada lengannya.
Lalu, ia menggeleng tegas.
"Mama!" ucapnya, menunjuk hidungku. "Papa!" lalu menunjuk hidungnya sendiri.
Yah, nggak mau ngalah, nih.
Aku memasang wajah memelas.
"Ayah bunda aja. Ya. Ya, ayah?"
"Nggak, ah. Mama dan papa pokoknya."
Tumben, deh, keras kepala, biasanya ngalah. Aku pura-pura ngambek aja kali, ya.
"Ayah bunda aja, Za. Nanti aku kasih cium, deh. Lebih juga boleh.." aku memberi penawaran.
"Enggak.." ia menggeleng lagi.
Keras kepala.
"Ya sudah kalau nggak mau. Penawaran batal," ucapku lalu berlalu meninggalkan kamar.
"Memangnya kamu bisa menolak?" tanyanya, menaikkan sebelah alisnya saat aku tiba di depan pintu kamar.
Aku berhenti sejenak dan menoleh. "Hmm... Gimana, ya?" cibirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love of a Lifetime
Storie d'amoreLima tahun sudah Eza kembali ke kota asalnya, bekerja dan melanjutkan hidup. Ia baru saja membuang sifat playernya dan melamar pacarnya, ketika ia kembali ke kota rantauan yang pernah ia singgahi dan bertemu kembali dengan seorang wanita yang dulu m...