Part 15. My Dylan or My Edward

7.9K 980 118
                                    

"Kau tidak takut?"

Lily menolehkan kepalanya dan tersenyum begitu Dylan duduk di sampingnya sambil memberikan sekaleng soda untuknya.

Dylan kemudian membuka soda yang bahkan dia ambil dulu di resornya. Baru kembali lagi ke pantai dengan Lily.

"Sebenarnya aku tidak terlalu suka tinggal didekat pantai." Ucap Dylan.

Lily meneguk sodanya. "Memangnya kenapa?"

"Seperti sekarang." Setelah meneguk sodanya, Dylan menatap kedepan dan melihat sambaran petir yang begitu panjang dan menyeramkan bak menyambar air laut. "Menakutkan melihat petir seperti ini."

"Jadi kau takut petir?" Lily menyenggol Dylan dan kemudian terbahak.

"Tentu saja tidak." Bantah Dylan. "Hanya saja aku merasa tidak nyaman ketika musim hujan seperti ini. Aku tidak suka mendengar petir yang menggelegar begitu keras. Aku juga tidak suka mendengar suara angin kencang yang menerpa pohon-pohon kelapa dan aku tidak suka melihat petir seperti ini."

"Lalu kenapa kau tetap menemaniku duduk di pantai semalam ini dengan petir yang menyambar-nyambar?" Tanya Lily sambil memeluk lututnya sendiri diatas pasir pantai.

Dylan terdiam, dia lalu menolehkan kepalanya menatap Lily sambil tersenyum kecil. "Kau pernah merasa nyaman dalam situasi apapun?"

Lily tidak menjawab, dia hanya mengerjapkan matanya dengan bingung sambil menatap Dylan.

"Aku merasa nyaman dalam situasi apapun dengan gadis yang aku suka saat ini." Jawab Dylan dan sontak Lily tersenyum kecil.

Lily kemudian menarik helaian rambutnya yang terkena terpaan angin kebelakang telinganya.

Lily tidak menanggapi ucapan Dylan tadi selain dengan senyuman kecil dan Dylan juga tidak banyak bicara lagi.

Keduanya hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Aku penasaran. Hal apa yang sedang kau takutkan saat ini?" Tanya Dylan.

Lily menghela napasnya sembari menempelkan kaleng soda yang dingin ke pipinya. "Aku takut sendiri. Takut terjatuh sendiri ketika orang-orang yang aku sayangi satu persatu dan perlahan-lahan pergi."

"Kau tahu, kau tidak akan pernah sendiri." Bisik Dylan dengan perlahan. "Siapapun yang perlahan meninggalkanmu, mereka hanya sedang sibuk dengan proses kehidupan mereka masing-masing. Tapi aku dan Sheina akan selalu berusaha ada di sisimu."

"Jangan membuatku menangis, Dylan." Lily mengerucutkan bibirnya. "Aku sedang dalam kondisi yang mudah menangis saat ini dan kata-katamu terlalu mengharukan."

Mendengar itu, Dylan tertawa dan kemudian merangkul Lily. "Menangis saja bila itu membuatmu sedikit lega."

"Tapi menangis tidak akan menyelesaikan masalah." Jawab Lily.

Dylan kemudian menepuk puncak kepala Lily dan mengusapnya dengan lembut. "Tapi menurutku, berpura-pura tegar lebih melelahkan daripada menangis. Aku tidak akan banyak bicara atau menasehati, Lily. Aku disini hanya untuk menjadi sandaranmu."

Lily terdiam, dia mendongakkan kepalanya sedikit dan bertatapan dengan Dylan yang memberi senyum padanya.

"Kau bisa gunakan bahuku untuk menangis." Dylan mengedikkan bahunya. Namun kemudian dia merentangkan tangannya lebar-lebar. "Kudengar pelukan juga bisa meredakan kesedihan."

Lily tidak ingin menceritakan apapun dengan Dylan. Dia tidak ingin Dylan mengetahui perasaan apa saja yang bercokol di hatinya. Namun, Lily langsung menghambur ke pelukan Dylan. Membenamkan wajahnya di dada bidang Dylan.

Lily Love Story [TERBIT DI APLIKASI DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang