Kasih kritik sama saran dong 👀
🌨
☃️☃️
Marry
ChristmasKlik 🌟 kuyyy
***
"Pagi Pa, pagi Ma" ucap Stella sambil mencium pipi kedua orang tuanya. Marina yang baru saja kembali dari dapur tersenyum.
"Pagi sweety," balas sang Papa.
Stella yang baru duduk pun berdecak ketika mendengar balasan Papanya. "Apaan sih Pa,"
"Aku salah apa coba, Rin?"
Marina tersenyum sebelum duduk. "Stella, kalo udah pulang sekolah langsung pulang aja, jangan mampir-mampir lagi."
Kening Stella mengerut. "Emhangnya khenapha?" *Emangnya kenapa
"Telan dulu makanannya Stella," sahut papanya sebelum menyeruput kopinya.
"Kakek ngundang makan malam,"
Stella mengangguk beberapa kali mendengar jawaban Mamanya. "Dalam rangka apa?"
"So tau-tau mo makang malam, mo tanya leh dalam rangka apa." sahut Papanya yang membuat Stella menatapnya dengan wajah kesalnya. *Udah tahu makan malam, ditanya lagi dalam rangka apa.
Bukan. Daniel tidak memarahi anak, apalagi menyinggungnya, Daniel hanya menanggapi pertanyaan anaknya yang terdengar begitu polos. Daniel itu lahirnya di jakarta, tapi saat berusia 2 tahun orangtuanya pindah ke manado, karena pekerjaan orangtuanya itu yang mengharus untuk pindah ke sana. Ketika sudah berusia 12 tahun barulah mereka kembali tinggal di jakarta, jadi tentu saja Daniel mengetahui bahasa manado.
Marina bukan orang manado dan Stella juga belum pernah ke manado, mereka berdua tahu bahasa manado karena Daniel sering menggunakan bahasa itu. Dulu sih Marina tidak mengerti sama sekali, sama juga dengan Stella tapi lama kelamaan akhirnya mereka paham dengan bahasa itu.
"Kan Stella nanya Pa, siapa tahu ada acara apa gitu." Stella mengambil gelas yang berisi air putih dan meminumnya.
"Dan, dua hari lalu temannya Stella telpon ke rumah, dari suaranya sih cowok." ucap Marina sambil tersenyum.
Mendengar ucapan Mamanya, membuat Stella yang sedang minum menjadi batuk-batuk.
"Apaan sih, Ma."
Daniel melirik Stella sebentar. "Oh ya?"
Marina mengangguk beberapa kali. "Iya, kamu mau tahu gak dia bilang apa?"
Stella menatap Mamanya yang sedang tersenyum tapi menurut Stella, itu merupakan senyum yang sangat menyebalkan.
Daniel mengangguk sambil menatap istrinya dengan penasaraan.
"Pa, udah mau telat nih, ayo!"
"Tunggu dong... Papa kan masih penasaraan, Stell."
"Ih...udah ah ayo!" Stella menarik-narik lengan Daniel.
"Yaudah, ayo-ayo." Daniel berdiri dari kursinya. "Rin, aku kerja dulu."
Marina tersenyum. "Hati-hati dijalan, Si sweety kok nggak pamitan sih?"
"Pagi!" teriak Stella sambil berjalan keluar.
***
Siswa dan siswi dari kelas 10 sampai kelas 12 sedang berbaris di lapangan, seperti biasa jika disuruh berbaris di lapangan pastinya akan ada pengumuman penting dari guru-guru. Dan benar saja, sekarang bu Irma sedang menyampaikan pengumanan dengan mengunakan mic agar lebih jelas, entahlah dia guru ke berapa yang menyampaikan pengumuman.
Barisan kelas 10 terdengar begitu ribut, berbeda dengan kelas 11 dan 12 yang terdengar ribut tapi tidak seribut kelas 10. Tentu saja kelas 10 begitu ribut, bagaimana tidak kulit mereka sudah merasakan panasnya matahari pagi yang dikatakan sehat oleh ahli kesehatan. Sedangkan kelas 11 dan 12 mereka beruntung karena di samping lapangan ada beberapa pohon kelapa yang dengan baik hati menghalangi sinar matahari pagi itu untuk mereka.
Setiap berbaris Stella tidak suka berbaris didepan, dia lebih suka berbaris ditengah-tengah barisan. Mata Stella tak sengaja melihat ke sebelah kanan, dibarisan kelas 12, terlihat Odney dan beberapa teman cowok sekelasnya sedang tertawa menghadap ke arah kelasnya Stella yang hanya terpaut 2 barisan, yaitu barisan kelas 11 IPS-3 laki-laki dan perempuan.
Stella memperhatikan cara berpakaiannya, mungkin saja ada yang aneh. Tapi tidak ada yang aneh dengan dirinya, Stella kembali melirik ke tempat Odney tadi, kini mereka terlihat sedang bercerita sambil tertawa dan kembali melihat ke kelasnya Stella. Mata mereka seperti tertuju ke arah Stella, tapi Stella tidak seyakin itu juga.
Stella berdehem beberapa kali, rasa penasaran menerpa dirinya. Ketika Stella melihat ke sebelah kiri, terlihat Kiki yang sedang sibuk dengan ponselnya dan dibelakang Kiki ada Sole. "Pantesan." guman Stella pelan.
Ketika Stella sudah kembali melihat ke depan, tepatnya ke bu Irma yang masih memberikan pengumuman, tiba-tiba Sole mangacak pelan rambutnya yang membuat dia langsung menghadap ke belakang dengan wajah kesal sambil memukul lengan Sole.
"Aduhh.."
"Makanya jangan," Stella kembali menghadap ke depan lagi.
"Sorry deh sorry," ucap Sole sambil mengelus-mengelus rambutnya Stella, yang kemudian melihat ke arah Odney yang sudah berhenti tertawa dan mengganti dengan wajah datarnya. Sole tertawa melihat sikap Odney yang tiba-tiba berubah, dia bahkan menjulurkan lidahnya ke arah Odney yang membuat teman-teman Odney tertawa.
"Bisa gak lo?" ucap Sole tanpa suara namun bisa dipahami oleh Odney dan teman-temannya yang tadi.
Odney kemudian memalingkan wajahnya mencari objek lain, yang tidak membuat hatinya terbakar api cemburu. Ya...walaupun dia tahu kalo Sole sedang mengerjainya.
Odney melirik sebentar ke arah Sole, Sole tersenyum, namun tatapan Odney itu terlihat seperti, "Gue tunggu lo."
Udah klik 🌟 ?
Kritik sama sarannya dong 👀🤓To be continue 🙇♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Ada Alasan
Teen Fiction---Cover by summer--- Teknologi udah canggih tapi lo masih pake surat? Mungkin pertanyaan itu sangat tepat untuk Stella, gadis SMA kelas 11 jurusan IPS itu. Dia menyukai seorang kakak kelas, ganteng, dan surat menjadi pilihan gadis itu untuk dekat...