Bab 16 (Part 1) - Kata

77.4K 6.6K 206
                                    

Hafis memberikan kunci mobil kepada Putri, sedangkan Hafis duduk di belakang sambil memangku sang istri. Dengan kecepatan tinggi, Putri membawa mobil menuju rumah sakit terdekat.

Hafis menepuk pipi Alesa kanan dan kiri secara bergantian. "Sayang bangun Sayang. Bangun."

"Kamu bisa mengira-ngira apa yang terjadi pada istriku, Putri?" Hafis menatap karyawannya yang fokus menatap ke depan.

Wanita itu berpikir sejenak. "Mungkin Mbak Alesa keracunan," jeda sebentar, seolah ia mengingat sesuatu. "Oh ya. Bukannya Mas Hafis dulu pernah bilang sama saya kalau Mbak Alesa punya alergi sama coklat?"

Alesa punya alergi terhadap coklat. Dia bisa mati hanya dengan memakan coklat. Jangan sekali-kali sunguhkan makanan atau minuman yang mengandung coklat kepada istri saya. Kata Hafis waktu itu kepada Putri saat pertama kali memperkenalkan Alesa sebagai istrinya.

Hafis menepuk dahinya. Bodoh sekali!!! Alesa alergi coklat. Si penggila coklat itu bukan Alesa tapi Kia, Zakia. Ampuni aku Ya Allah.

"Maafkan saya Mas. Karena sebelum menyuguhkan minuman itu kepada Mas Hafis dan Mbak Alesa saya tidak mengecek. Saya menerima dari pelayan, dan membawa masuk ke ruangan Mas begitu saja." Putri merasa bersalah, ia berasa ini terjadi juga karena keteledorannya.

"Sudahlah. Ini bukan kesalahanmu. Ini murni kesalahan saya. Saya tidak berhati-hati."

Hafis semakin panik saat napas Alesa mulai menipis. Ia pun memberikan napas buatan kepada sang istri. "Alesa, kamu dengar aku? Alesa... Alesa... ALESA!!!" ia memeluk tubuh Alesa yang semakin lemah.

"PUTRI CEPAT!!!" perintahnya dengan nada tinggi lalu mendekatkan.

"Alesa bangun, Alesa! Alesa, bangun!" Hafis sangat panik. Dahinya berkerut, matanya memancarkan betapa tidak karuhan hatinya saat ini.

Ciiiiiiiitt.... Begitu mobil berhenti di jalur darurat rumah sakit. Hafis membuka pintu dengan cepat, kakinya membawa tubuh wanita berambut hitam kecoklatan itu ke atas brankar. Tiga orang perawat dengan gesit mendorong brankar menuju IGD.

Sampai di ruangan, seorang dokter laki-laki memasang alat bantu pernafasan, infus, dan alat kesehatan yang Hafis tidak tahu bernama apa. Haris pernah menjelaskan kepadanya dulu, tapi baginya itu tidak penting.

"Silahkan Bapak keluar. Jika tidak Anda akan membuat kamu sulit untuk bertindak."

Lelaki itu berjalan mundur secara perlahan. "Aku mengerti," katanya sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan, nafas lelaki itu tidak beraturan.

Di luar Hafis mengepalkan tangan kanan sambil memukul berkali-kali ke tembok. Ia duduk di kursi, ingatannya mengawan lagi pada kejadian sebelum Alesa tak sadarkan diri. Pasti gadis itu tetap meminum karena tidak mau menolak pesanan sang suami. Hafis mengusap wajahnya kembali.

Dari kejauhan, Putri memandang betapa kacau perasaan pimpinannya.

Hafis mengambil ponsel dari saku celana guna menghubungi Haris. Untuk menenangkan diri, ia memutuskan pergi ke masjid. Memohon kepada Allah agar istrinya baik-baik saja. Ia juga ingin memohon perlindungan atas hatinya yang codong kepada Zakia hingga menzalimi Alesa. "Tolong jaga istri saya. Jika ada apa apa hubungi saya," pesannya kepada Putri.

"Baik Mas."

"Pak Hafis, eh, Mas Hafis."

Lelaki itu berbalik.

"Sabar ya Mas."

"Terima kasih." Tampak senyum tipis yang dipaksakan dari wajah Hafis.

Kemana lagi tempat manusia kembali selain kepada Tuhannya? Kemana lagi tempat makhluk mengadu selain kepada penciptanya? Kemana lagi ciptaan Tuhan memohon selain kepada Allah? Selama di dalam masjid Hafis terus muhasabah dirinya sendiri. Apa yang salah pada dirinya hingga Allah mengingatkannya dengan cobaan ini.

Sampai dititik ia sadar telah mendzalimi dirinya sendiri, lelaki itu membaca doa yang tertera dalam Qur'an Surat Al-Anbiya' ayat 87. Laa Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadzolimin. Tidak ada yang sesungguhnya disembah selain Engkau, ya Allah. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang dzalim. Hafis berharap doanya mampu menembus Arsy seperti Nabi Yunus saat berada di dalam perut ikan.

Manusia memang ditakdirkan lemah, namun jika manusia mendekatkan diri kepada Allah, bertawakal kepada Allah, meminta pertolongan kepada Allah. Maka ia akan menjadi kuat, bahkan sangat kuat.

Sepuluh menit kemudian, Hafis keluar dari masjid. Baru sampai lorong menuju IGD, suara wanita membuat langkahnya berhenti.

"Hafis."

"Kia?"

Wanita itu berjalan mendekati Hafis. "Kenapa di sini?"

"Is-"

"Kia," seorang lelaki keluar dari ruang VVIP. "Loh ini siapa? Kok gak diajak masuk?"

Hafis tersenyum sopan. "Saya Hafis Om. Temannya Zakia."

"Owalah temannya Zakia. Ayo masuk, kebetulan mamanya Zakia sudah bangun."

"Ayo Fis masuk."

Di dalam ruangan bak hotel itu Hafis berbasi-basi dengan kedua orang tua Zakia. Ini pertemuan kedua setelah beberapa tahun lalu.

"Kamu calonnya Zakia?" tanya mama Zakia.

Zakia memberikan isyarat kepada wanita itu untuk tidak menanyakan hal itu.

"Bukan Tante. Hafis sudah beristri."

Mendengar jawaban Hafis, Zakia bagai disambar petir siang bolong. Lelaki yang berdiri di sampingnya, mengingkari janji.

"Fis," panggil Zakia lemah.

"Maafkan aku," katanya. "Saya pamit dulu Tante, Om, Kia. Tampaknya istri saya sudah menunggu. Assalamualaikum...."

"Waalaikumsalam..." balas orang tua Zakia, sementara Zakia masih mematung dengan padangan kosong.

Bagaimanapun caranya Hafis harus menepati janjinya. Tekan gadis berhijab itu.

***

Dibagi dua part lagi hehehe 😜

Kalau suka vote dan komen

👋

Tulang Rusuk Menuju Surga (sudah diserieskan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang