Bab 21 - Falling Love in Bali (Part 1)

84.8K 6K 163
                                    

Repost soalnya kemarin keluar dari alur awal

"Jadilah seperti pohon tinggi dengan tujuan tinggi. Jika sebuah batu dilemparkan ke padanya, hanya membiarkan buahnya jatuh," nasihat Hafis kepada sang istri.

Alesa berbantalan lengan Hafis, keduanya menatap langit-langit kamar yang bercat putih bersih. "Kita harus menjadi pohon yang tinggi, Sa. Walaupun banyak orang diluar sana yang ingin memisahkan kita, biarkan. Kita harus meninggikan pohon kita supaya lemparannya hanya menjatuhkan buah kita."

Alesa mengangguk lemah. Ia menghadap ke samping, menghadap sang suami, kemudian Hafis mengikuti gerakan Alesa hingga keduanya saling berhadapan. Hafis merapikan rambut Alesa yang menutupi sebagian mata kanan. "Kamu cantik tauk Sa kalau pakai hijab. Kaya ada manis-manisnya."

Pujian Hafis ditanggapi Alesa dengan bibir maju beberapa senti. Tangan Hafis menarik bibir monyong sang istri. "Ih beneran. Kapan sih suamimu ini bohong." Hafis tahu, pasti Alesa hanya mengira dirinya mengombal.

Pipi Alesa memerah.

"Humaira, Humaira," gumam Hafis gemas. Tangan Hafis menyubit hidung mungil Alesa. Refleks gadis itu membalis perlakuan Hafis dengan mencubit perut sang suami, sontak Hafis jingkrakan, sangking gelinya.

"Nih, nih, rasain!" kata Alesa disertai tangan mengelitik Hafis. Alesa tahu, kelemahan Hafis ada di perut, lelaki itu paling geli jika perutnya digelitiki, pijat, maupun gosok. Pasti mengaduh minta berhenti.

"Aa... Udah.. Iya... Iya... Gak nakal lagi!"

Alesa akhirnya berhenti. Ia beranjak dari ranjang. Mengambil benda pintar berbentuk segi empat yang ada di atas nakas samping tempat tidur. Jarinya dengan licah mengscrooll layar.

"Sayang, bobo sini lagi dong," pinta Hafis dengan tangan menepuk-nepuk lengannya. Hal itu membuat pendengaran Alesa risih, hingga menaikan bulu kuduk wanita itu. "Masak pentingan ponsel sama aku."

Alesa menggerlingkan mata. "Lihat deh Kak." Ia menunjukan sebuah foto kepada Hafis. Begitu melihat layar, Hafis tersentak hingga tubuhnya mudur beberapa senti dari posisi awal.

"Maz Hafiezh cyank kamue clalu." Alesa membaca tulisan pada foto alay Hafis yang ia posting di Facebook saat zaman alay menyerang Indonesia. Sejak kemarin Alesa mencari akun facebook lama sang suami guna mengambil foto masa muda lelaki itu.

"Kok kamu bisa dapat akun lamaku sihh!" protes Hafis sambil berteriak malu.

Alesa cekikikan. Tawanya tidak berhenti sejak tadi.

"Nakai ih Humaira!"

"Biar wlee...." Alesa menjulurkan lidah mengejek. Untuk menghindari serangan Hafis, Alesa menjauh dari posisi Hafis yang sudah beranjak dari tidur.

"Oh kamu gitu ya!!! Kalau akun kamu pasti juga alay." Hafis membuka aplikasi facebook mengetikan nama Alesa dikotak pencaharian. "Pasti namamu Non'Alessa chiesmartgirlis kan?"

"Ih enggak!" bantak Alesa, pasalnya Alesa tidak pernah mengalami masa alay. Hidupnya terlalu sibuk dengan luka masa lalu. Ya Allah, maafkan Hafis yang dulu.

Wajah Hafis tampak kecewa karena ia tidak menemukan akun alay Alesa. Akun Alesa ya, nama biasa, tanpa huruf besar kecil, dan penulisan lebay lainnya.

"Ada apa Maz Hafis sayang dia clalu? Gak nemuin akun yang dicari ya mas? Gak bakalan ada kok mas."

Hafis menyerah. Ponselnya ia ketakan di atas kasur. Kedua tangannya menyilang di depan dada. "Katanya kalau kita dijahati, kita harus membalas dengan kelembutan. Sini aku cium."

Sebelum Hafis berdiri Alesa berlari ke ruangan yang paling Hafis takuti, KAMAR MANDI. Dari pada dipaksa masuk kamar mandi, Hafis lebih baik diam di tempat, menyimpan rasa gemas kepada sang istri.

"Udah jam delapan. Siap-siap mandi ya, Kak. Setelah mandi kita shalat dhuha berjamaah."

Mendengar kata mandi, lelaki berusia dua puluh tahun itu langsung ngeri sendiri. Ia kemudian memilih bersembunyi di balkon hotel. Dari balkon tempatnya menginap, ia dapat melihat pemandangan pantai yang memukau.

Tidak henti ia memuji Allah sang Maha Pencipta, sebab Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, segala sesuatu yang di dalamnya ada nama Allah maka diberkahi dan segala sesuatu yang di dalamnya tidak ada nama Allah maka tercabutlah kebaikannya. Walau hanya melihat keindahan ciptaan Allah ia berharap ada kebaikan di dalamnya.

Satu lagi yang dia sadari, jika Indonesia saja memiliki keindahan alam yang luar biasa, kenapa kita harus menyetorkan uang kita ke luar negeri? Bukankah lebih baik kita membelanjakan uang untuk devisa negara, atau untuk berbagai kepada sesama. Itu lebih baik.

"Kak mandi dulu," kalimat horor Alesa keluar juga. "Kebersihan sebagian dari iman."

Berhubung Alesa membawa kata-kata iman, ia pun menyerah. Dia tidak mau dibilang muslim tapi tidak beriman.

"Nanti kita jalan ke mana?" tanya Hafis untuk mengulur waktu ke kamar mandi.

Yang namanya Alesa, pasti tau bagaimana Hafis. "Buruan mandi Kak, gak usah nunda-nundah deh!" titah Alesa.

 "Buruan mandi Kak, gak usah nunda-nundah deh!" titah Alesa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Catatan Mel

Berhubung ini hari ulang tahunku aku update dehh hhaha....

Repost ya soalnya kemarin keluar dari alur.

See you next part
Mel~

Tulang Rusuk Menuju Surga (sudah diserieskan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang