Bab 23 - Dilanda Rindu

75.2K 5.3K 69
                                    

Begitu sampai rumah, Alesa duduk di sofa ruang keluarga. Tangannya memijat pelipis yang terasa pening. Alysa yang baru pulang dari rumah sakit meletakan tas di meja lalu duduk di samping menantunya. Wanita itu sebenarnya ingin menjemput Alesa dan Hafis, tetapi urung karena Haris minta ditemani cek kesehatan.

"Gimana rasanya?" Alysa khawatir.

"Pengen muntah, Ma."

Alysa membantu menantunya meyelonjorkan kaki di atas sofa, tangannya memijit kaki hingga kepala. Selagi Alysa dan Alesa bercengkrama, Hafis sibuk membaca panduan membuat susu ibu hamil yang tadi sempat ia beli di minimarket saat perjalanan pulang. Kepalanya sesekali menggangguk paham setelah membaca langkah demi langkah pada cara penyajian.

Hafis begitu berhati-hati ketika membuat susu ia tidak ingin menghancurkan nutrisi dan protein di dalam susu. Pertama dia memulai dengan menuangkan air panas ke dalam gelas. Baru kemudian Hafis mencampurkannya dengan air dingin supaya air berubah menjadi hangat. Setelah itu,  Hafis memasukkan susu bubuk ke dalam gelas yang sudah berisi air hangat. Setelah mengaduk, ia mencoba satu tetes susu untuk merasa apakah ada yang kurang.

"Uwekkk..." tiba-tiba ia merasa mual, tetapi ia tidak takut lagi. Dia ingat betul saat menemani tantenya bikin susu kehamilan, ia sempat mengincipi. Dan seperti sekarang, Hafis merasa mual. Ia kira waktu itu dia hamil. Pikirannya waktu masih kecil adalah minum susu ibu hamil bisa bikin hamil. Lalu setelah mempelajari alat reproduksi di kelas lima SD, baru Hafis sadar kalau lelaki tidak bisa hamil meskipun minum seribu liter susu kehamilan.

"Kamu kenapa?" tanya Haris mengagetkan Hafis.

"Ah, Papa. Ngagetin aja."

"Lagian kamu. Ngapain minum susunya Alesa? Bukannya itu susu buat ibu hamil?"

Hafis nyegir kuda. "Ngincip aja Pa. Kan gak buat Hafis hamil juga."

Haris geleng-geleng kepala. "Bisa aja hamil."

"Masak Pa?" Hafis dikagetkan dengan perkataan sang papa. Maklum saja, Haris itu dokter perkataan tentang kesehatan atau kelainan penyakit patut dipercaya. Ya, siapa tahu emang dalam segi media. Kehamilan pada lelaki itu bisa terjadi.

"Ya enggak lah. Emang kamu punya janin? Haha... Ada-ada aja kamu ini. Mending kamu bikinin papa teh."

Lelaki itu mengusap bahu sang ayah. "Maafin Hafis ya Pa. Tapi Hafis harus ngasihin cucu ke istri Hafis. Itu mama juga di sana, nanti Hafis panggilin mama deh."

Sampai di ruang keluarga, Hafis duduk di samping Alesa, menggantikan posisi mamanya. "Mama ditunggu papa di dapur. Suruh bikinin teh."

Mulut Alysa berdecak kesal. "Udah tua masih aja manja. Bikin sendiri apa gak bisa?!" omel wanita itu. Meski mengomel ia tetap berjalan menuju dapur.

"Ini Sayang, susunya diminum dulu."

Hafis melepas jilbab Alesa, menyibak anak rambut, lalu membantu gafis yang sebentar lagi menjadi ibu itu duduk. Tangan kiri Hafis merangkul tubuh Alesa yang lemas, sementara tangan kanannya meminumkan susu.

Baru beberapa jegukan, Alesa berdiri dan berlari menuju toilet tamu. Gadis itu menghidupkan kran wartafel. "Uwekk... Uwekk..."

Hafis memijat leher Alesa. "Gimana udah mendingan?" tanya Hafis setelah Alesa tidak muntah-muntah lagi. Sejurus kemudian Hafis membawa istrinya ke kamat untuk beristirahat.

Di dapur Aisya dengan Danu tengah beradu mulut melihat kemesraan adik-adiknya. Bibir Aisya maju beberapa senti, tangannya menyilang di depan dada. Bete dengan sikap Danu yang tidak seromantis Hafis.

"Yaudah kamu mau dibuatin apa? Susu juga?" Danu berusaha menawarkan diri kepada Aisya. Dia garuk-garuk kepala. Kalau Aisya ngambek seperti ini dia harus putar otak, mencari cara menjadi cowok romantis. Namun, Danu tetaplah Danu. Kaku kaya robot. Romantisnya baru on saat diajari atau diperintah.

Tulang Rusuk Menuju Surga (sudah diserieskan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang