Bab 16 (part 2) - Kata

75.4K 6.2K 86
                                    

Begitu keluar dari ruangan mama Zakia dirawat, Hafis membuka ponsel. Putri mengirimkan pesan bahwa Alesa sudah dipindahkan di kamar nomor 221 ruang VIP Flamboyan. Tanpa menunda, ia menuju ruangan tersebut. Sebelumnya ia sempatkan melihat denah rumah sakit yang berada di sisi kanan lift.

Saat Hafis masuk Haris dan Alysa sudah duduk di sofa yang tak jauh dari brankar Alesa. Ruangan tempat Alesa dirawat memiliki fasilitas yang lengkap. Ruangan itu berisi kamar perawatan, kamar mandi dalam, ruang tamu dengan satu set sofa berwarna ungu. Samping sofa panjang terdapat dua jendela yang menyuguhkan pemandangan gedung-gedung tinggi Kota Jakarta. Sebelah kanan Alesa dirawat, terpajang lukisan monalisa berukuran 50×40 centimeter.

"Tolong matikan ACnya Putri," kata Alysa yang langsung dipatuhi oleh karyawan kesayangan Hafis itu.

"Papa... Mama..." Hafis menyapa.

Kedua insan itu tersenyum kepada Hafis. Alysa memegang kedua bahu Hafis, mencekram kuat seraya memandang intens. Hanya dari pandangan Alysa, Hafis sudah mampu menangkap pesan-pesan yang diisyaratkan kepadanya.

"Dia belum sadar," ujar Haris. "Semuanya sudah stabil kok. Tenang saja."

Mata Hafis menatap pilu sang istri. Putri duduk di kursi samping Alesa, berjaga-jaga kalau istri atasannya sadar. Jam dinding menunjukan pukul 12 malam.

"Putri kamu boleh pulang. Biar aku yang menjaga."

"Baik Mas." Putri mengambil tasnya yang ia letakan di atas nakas. "Saya pamit dulu Mas, Pak, Bu. Semoga Mbak Alesa lekas sembuh."

"Jazakillah khairan. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan." Doa Hafis sebagai ucapan terima kasih seorang muslim terhadap muslim yang lainnya.

"Iya Mas. Mari Pak, Bu." Ia mengangguk hormat kemudian berlalu. Baru memegang knop pintu Haris menghentikannya.

"Sudah larut malam. Tidak baik perempuan pulang sendirian, akan berbahaya kehidupan malam untukmu."

"Tidak apa Pak Haris. Saya bisa pesan taksi online."

"Jangan Putri. Kemarin saja di dekat rumah saya ada kasus pemerkosaan yang dilakukan supir taksi online." Kalimat Alysa barusan sontak membuat Putri mengidik ngeri, "biar diantar Pak Haris."

"Tapi apa tidak merepotkan?"

Alysa memberikan kunci mobil kepada Haris. Matanya melirik ke pintu, mengisyaratkan agar suaminya segera mengantarkan Putri pulang. "Tidak usah sungkan."

"Terima kasih Bu."

"Sama-sama." Alysa tersenyum.

"Papa berangkat dulu Ma." Jari telunjuk Haris mengolek dagu sang istri. Reflek wanita itu menjauhkan wajah seraya tersipu digoda Haris.

"Hati-hati Pa." Kemudian Alysa mencium punggung tangan sang suami.

Hafis melangkah mendekati Alesa. Ia menggengam tangan sang istri, menyelipkan jari-jari lentik Alesa kesela-sela jarinya. Sepeninggal Haris dan Putri, Alysa menyusul anaknya. Wanita itu menepuk lembut punggung anak sulungnya. "Tetap jalankan sholat sunah. Ya, walau kita sholat pikiran kemana-mana tapi selalu ingat shalatnya itu pelantara atau kendaraannya, salat sebagai usahanya, pikiranya adalah suatu proses kekhusukan."

"Terima kasih Ma."

Didorong rasa penasaran Alysapun menanyakan pertanyaan yang sejak tadi ia pendam. "Apa kamu belum bisa melupakan Kia?"

Hafis langsung berbalik memandang sang ibu. "Hafis tidak tahu Ma," jawabnya lemah.

"Lupakan dia Hafis. Jangan Sakiti Alesa. Lihat istrimu sekarang, dia terbaring lemah karena ketledoranmu."

Lelaki berusia 26 tahun itu mengusap wajahnya kasar. "Hafis juga gak mau rasa ini tumbuh Ma. Tapi ia hadir begitu saja. Hafis sudah berusaha mematikan rasa itu, menguburnya dalam-dalam. Andaikan Hafis bisa milih pasti Hafis memilih tidak ada rasa untuk Kia, tapi Hafis gak punya kuasa atas hati Hafis sendiri Ma."

"Kamu bertemu dengan Kia?"

Hafis menggangguk lemah. Suasana seketika hening, tidak ada yang berbicara diantara Hafis maupun Alysa.

"Ma, tolong bicarakan kepada Papa. Hafis tidak bisa meneruskan kerja sama hotel di Raja Ampat. Kerja sama itulah yang mempertemukan Hafis dengan masa lalu Hafis."

"Akan Mama bicarakan dengan Papamu. Yang terperting ingat betul janjimu sama mama sebelum menikahi Alesa. Jika kamu menyakiti Alesa sama saja menyakiti mama."

Lelaki bernama lengkap Maghza Hafis Rizaka itu menarik napas pajang lalu membuangnya dengan kasar. "Hafis ingat betul janji itu, Ma. Hafis akan berusaha melupakan Zakia."

Pernyataan Hafis barusan membuat Alysa tersenyum bangga. "Mama tahu kamu lelaki baik," Alysa menguap. "Mama mau tidur dulu. Kalau ada apa-apa bangunin ya," katanya sambil berjalan menuju sofa.

Saat Hafis duduk di samping Alesa. Ponselnya berbunyi, pesan dari Maryam.

Hafis ada yang harus saya katakan kepadamu. PENTING.

Note

Semoga Maryam gak ngomong aneh-aneh ya...

Kalau kalian suka jangan lupa vote dan komen

Dadahhh
Mel~

Tulang Rusuk Menuju Surga (sudah diserieskan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang