07 | Hai, Apa Kabar?

49 5 0
                                    

Adhnia tersenyum manis kepada Dinda yang terlihat sangat lelah, gadis itu masih mengatur beberapa hal yang mungkin perlu dibereskan. Adhnia mengedarkan pandangan, tak menemukan lelaki yang tadi berjanji akan menungguinya sampai selesai. Siapa lagi kalau bukan Bayu.

"Adh!" Suara cempreng Dinda membuat pengedaran pandangan Adhnia terhenti. Kini fokusnya tertuju pada wajah masam Dinda yang sama sekali tak memakai makeup, bahkan untuk polesan lipstick sekalipun.

"Ada apa?" Adhnia mengerti bagaimana lelahnya Dinda mengatur acara ini. Dinda menegak air putih dingin yang dibelikan Adhnia beberapa saat lalu sambil berdiri. Adhnia yang melihat hal itu sontak memukul paha Dinda. "Mbok yen mau minum, duduk dulu pie to, Din."

Dinda hanya nyengir melihat Adhnia yang marah. Dinda tahu betul, Adhnia sangat tidak suka jika ada yang minum apalagi makan sambil berdiri atau berjalan. Selain agama melarang dan mengganggu kesehatan, hal itu juga tidak sopan. Mereka adalah orang Jogja, orang Jawa, dimana norma kesopanan sangat dijunjung tinggi.

Dinda duduk di kursi plastik sebelah Adhnia. Gadis itu menyadari ada seseorang yang sedari tadi memandang mereka. Bukan, bukan mereka, tapi Adhnia (mungkin). Mata Dinda menyipit dan sedetik kemudian terbelalak. "Adh, mas Derry!"

Adhnia yang mendengar Dinda menyebutkan nama Derry sontak menolehkan kepalanya pada Dinda lantas mengikuti arah pandangnya yang lurus ke depan. Benar saja, seorang lelaki dengan kemeja kotak-kotak warna merah marun berdiri lantas tersenyum. Dia tampak berjalan mendekati mereka.

"Aku nggak salah lihat nek itu mas Derry kan, Adh?" Dinda terus saja berceloteh kepada Adhnia, padahal gadis itu sama sekali tak memperhatikannya. Adhnia kini terlihat membeku, terdiam bagaikan manequin di sebuah toko baju yang terpajang. Lidahnya kelu. Degupan jantungnya memacu darah lebih cepat. Kedua lututnya seakan tak lagi terasa. Tatapan matanya kosong, hanya sosok Derry yang terlihat berjalan mendekati keduanya.

Mata Dinda tak bisa lepas dari Derry yang kini telah berada di depan mereka. Kesadaran Adhnia kini kembali setelah suara serak khas milik Derry meluncur ringan dari bibirnya. "Acaranya keren."

Dinda tersenyum dengan dipaksakan. "Hehe ... iya, Mas. Makasih."

Adhnia mendongak dan tersenyum dengan kikuk pada Derry. Dia merasakan rasa yang tidak nyaman dalam dirinya; rasa yang pasti akan muncul jika dirinya berdekatan dengan Derry. Adhnia harus segera keluar dari situasi seperti ini jika tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri.

Dengan susah payah Adhnia menarik napas dan mengeluarkan suara. "Din .. ehm ... Mas Derry, Adhnia duluan ya, budhe pulang ke Jogja jadi harus nemenin. Assalamu'alaikum."

Derry tampak bingung dengan sikap Adhnia yang mendadak menghindar. Dinda yang sudah pasti tahu apa yang terjadi hanya terkekeh kaku di depan Derry yang kini memutuskan duduk di tempat yang tadinya di duduki oleh Adhnia. Sedikit bertanya-tanya dengan Dinda.

Adhnia yang kalap sontak berlari menuju kamar mandi yang berada agak jauh dari panggung. Untung saja mall sudah tutup sejak empat puluh lima menit yang lalu jadi Adhnia tak perlu menerima tatapan yang pasti akan mengira dirinya gila karena lari-lari.

Rasanya Adhnia ingin berteriak karena bertemu dengan Derry semendadak ini. Dia yakin pasti saat ini wajahnya seperti tomat karena Adhnia merasakan panas di pipinya. Adhnia ingin segera membasuh wajahnya untuk menetralkan rasa panas yang ada.




BUGH




"Aduh!"

"Aaww!"

Dua orang yang bertabrakan itu sama-sama merintih kesakitan. Adhnia memegang ubun-ubunnya yang terasa ngilu. Sedangkan orang di depan Adhnia memegang dagu dengan kedua tangannya sambil sedikit membungkuk; dia sangat kesakitan. Adhnia menyadari jika kepala kerasnya telah menabrak dan saling beradu dengan dagu orang lain, Adhnia yakin rasanya pasti sangat menyakitkan.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang