11 | Dinda Jalan Sama Siapa?

51 5 0
                                    

"Nah meskipun kita harus berpisah disini untuk hari ini. Tetep stay tune karena abis ini nih, Dinda bakalan menemani kalian dengan tips cantik di sesi Cantik Mengudara bareng Dinda. Dan ... ini dia lagu terakhir dari Fourtwnty yang berjudul Zona Nyaman. Good bye!"

Adhnia tersenyum ketika dia berhasil melepaskan headphone warna hitam yang menempel selama tiga jam ditelinganya. Matahari sudah terbenam ketika Dinda menggantikannya. "Nanti malem nyiar lagi po, Adh?"

"Nggak kok, udah selesai. Capek banget aku to."

"Hoo semalem kemana kamu? Aku liat kamu di JCM lho." Dinda duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Adhnia. Adhnia segera melepaskan jaket dan melipat lengan kemeja hingga sebatas siku.

"Tahu aku po? Kok nggak sapa aku sih, Din?" Nada suara Adhnia menunjukkan kalau dirinya kesal. Dinda hanya terkekeh karena wajah cemberut Adhnia yang sangat lucu.

"Aku pergi sama temenku, maunya ngajak kamu sih tapi nggak jadi karena temenku maunya berdua aja, yowes deh."

"Sopo sih temenmu?"

Dinda menunjukkan gelagat bahwa dia tak mau dan tak akan memberitahukan siapa temennya. "Aduh, sopo ya?"

Adhnia memukul lengan Dinda dan Dinda tertawa terbahak-bahak karena hal tersebut. Adhnia segera keluar dan menunaikan ibadah salat magribnya. "Aku tak salat sek."

Tungkai Adhnia membawanya menuju mushola. Tak ada yang salat karena memang waktu salat magrib telah lewat tiga puluh menit. Suara kipas angin dan rintikan hujan menghiasi pendengaran Adhnia ketika dia membaca bacaan salat dengan khusyunya.

Hingga salat magribnya usai, suasana disekitar musala masih sepi. Adhnia menghela napas berat ketika ponselnya bergetar beberapa kali. Tanpa terburu-buru, Adhnia melipat dahulu mukena yang tadi dikenakannya dan diletakkannya di rak.

Ada sebuah pesan dari Derry. Adhnia tak bisa menyembunyikan rasa kaget dan mulut menganganya.

Mas Derry
Udah selesai siaran, Adh? Mau tak jemput po?

Apa yang harus dikatakannya pada Derry? Adhnia sangat ingin dijemput oleh Derry, apalagi Derry yang menawarkannya. Tapi, Adhnia terlanjur membuat janji dengan Bayu dan Salma untuk menunjukkan manuskrip milik bapaknya.

"Aduuuh! Kudu jawab opo aku," kata Adhnia meletakkan tangan kirinya di pinggang, sedangkan tanganya yang lain masih memengang ponsel. Giginya tak berhenti untuk menggigiti bibir bawahnya, dia teramat bingung untuk menerima tawaran Derry atau tetap pergi bersama Bayu.

•••


Lagu milik Efek Rumah Kaca melenggang memenuhi telinga siapapun yang melewati warung hik di dekat rumah Bayu. Beberapa lelaki yang rata-rata berusia seperempat abad itu saling bernyanyi dengan gitar.

Tak ada satupun dari mereka yang memiliki suara sumbang apalagi buruk. Meskipun terkesan teriak-teriak, tapi perpaduan suara mereka cukup indah. Bapak yang memiliki warung hik itu sering kali ikut bernyanyi, menyuarakan rindunya pada lagu jaman dulu jika anak-anak itu menyanyikan lagu milik Ebiet G Ade atau Koesploes bahkan Bang Haji Rhoma Irama.

Langkah bapak penjual itu terlihat lebih kecil dan berhati-hati karena di tangannya terdapat nampan berisi beberapa gelas es kopi susu pesanan anak-anaknya yang setiap malam berkumpul di salah satu kursi bambu lebar buatan sendiri di bawah tiang lampu penerang pertigaan di Purbayan tersebut.

"He Bay! Kemarin kui sopo to?"

Sang pemilik namapun menoleh usai menyedot es kopi susu yang dipesannya. Lagu dan genjrengan gitar sudah tak terdengar semenjak bapak penjual hik datang membawa pelipur dahaga mereka. Bayu hanya tersenyum.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang