13 | Dinda Nyebelin

21 5 0
                                    

"Selamat, Adhnia! Bulan ngarep cetakan bukumu dengan cover baru Jembatan Tak Berujung udah bisa terbit. Dan, enek obrolan juga karo salah satu rumah produksi film mayor yang melirik novel Jembatan Tak Berujung milikmu."

Adhnia, Bayu dan Ayu sontak membelalakkan mata. Mereka cukup kaget dengan informasi yang diterima, buku national best seller 'Jembatan Tak Beujung' milik Adhnia akan segera diadaptasi dalam bentuk film.

Adhnia sudah tak bisa berkutik lagi. Dirinya terlalu kaget dalam kesenangan sehingga dia hanya diam membisu. Begitu pula Ayu dan Bayu yang hanya membelalakkan mata sambil menganga. Berbeda dengan ketiganya, sang produser penerbit hanya terkekeh melihat reaksi ketiganya.

"Pak Sugeng, beneran to ini? Novel saya mau dibikin film?" Adhnia akhirnya membuka mulut setelah beberapa saat hanya terdiam dan terpaku. Ayu dan Bayu tersenyum manis melihat produser bernama Sugeng itu mengangguk mantap.

"Lusa, rumah produksi film itu rene. Bapak itu bilang, dia terpana karo hasil karya sing mbok buat, Adh. Emang, rumah penerbitan ini masih dibilang kecil, dan berkat kamu, rumah penerbitan ini mulai berkembang."

Adhnia, Bayu dan juga Ayu tersenyum manis. Memang, dulu, Adhnia memilih untuk self-publish novel pertamanya. Disanalah dirinya bertemu dengan Pak Sugeng yang memiliki usaha percetakan. Pertemuan keduanya tak bisa dibilang mudah; ketemu, kenal dan saling menerbitkan.

Pak Sugeng sudah menggeluti usaha yang didirikannya di dekat kampus satu UNY sejak dia menikah dengan istrinya. Awalnya hanya percetakan makalah dan tugas para mahasiswa saja. Memang takdir sudah menjadikan keduanya jodoh, Adhnia sudah pasrah ketika menawarkan naskahnya kepada beberapa penerbit mayor dan penerbitan rumahan, tapi gagal.

Ibu Piahㅡistri Pak Sugengㅡsempat bertanya-tanya dengan Adhnia dan akhirnya menyetujui untuk bekerja sama dengan Adhnia dalam penerbitannya. Bukan semudah itu buku Adhnia jadi semakin terkenal. Buku debut Adhnia hanya terjual beberapa eksempelar di seluruh Indonesia. Meskipun kurang memuaskan, Pak Sugeng, Bu Piah, bersama Adhnia tetap berusaha dengan buku keduanya. Hasilnya sedikit lebih baik.

Hingga Adhnia memberikan naskah Jembatan Tak Berujung pada Armanㅡputra bungsu Pak Sugeng yang juga penyunting naskah Adhnia hingga kiniㅡdan sukses membuat lelaki lima belas tahun itu tercengang. Benar feeling Arman dan Pak Sugeng, Jembatan Tak Berujung sukses menjadi best seller dalam dua bulan penerbitan.

Dan, kini, doa Pak Sugeng, Arman juga Bu Piah tentang bukunya menjadi nyata. Ini artinya Adhnia harus memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih terhadap ketiganya. Tak lupa Adhnia harus mentraktir Bayu dan Ayu, Dinda pun tak boleh lupa. Berita ini harus sampai di telinga Ibu dan Budhe Mamik juga.

"Wah, selamet, Adh. Aku ikut seneng," kata Ayu tiba-tiba memeluk Adhnia dengan erat. Kebiasaan gadis itu bila salah satu orang terdekatnya mendapatkan apa yang diinginkannya. Sudah menjadi hal wajib juga jika Ayu suka mencium pipi temannya, sama seperti sekarang.

Adhnia masih belum berkutik hingga Bayu menepuk bahunya dengan pelan. "Wih, traktiran ki."

Ayu membelalakkan maatanya, seakan setuju dengan apa yang diusulkan oleh Bayu. Pak Sugeng hanya tersenyum melihat ketiganya yang sangat kegirangan. Adhnia hanya dapat mengerjapkan mata saking senangnya. Dia benar-benar tak menyangka jika bukunya bisa difilmkan.

"Lusa balik sini ya, Adh."

"O, nggih, Pak."

Adhnia berdiri dan berpamitan dengan Pak Sugeng, diikuti Ayu dan Bayu. Ketiganya segera berjalan keluar kantor kecil di daerah Rejowinangun ini. Ayu sejak tadi sudah membicarakan makanan yang sekiranya enak untuk dimintanya pada Adhnia.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang