(0) - Prolog

3.4K 162 18
                                    

Menunggu Arka selesai mandi sambil mendengarkan lagu di kamar cowok itu adalah kebiasaan yang selalu Alena lakukan, kalau mereka berdua akan pergi sama-sama. Bukan tanpa alasan pula kalau Alena melakukan hal tersebut. Soalnya kalau ngga kaya gitu, udah bisa dipastikan Arka baru akan selesai dari acara mandinya itu sepuluh tahun kemudian.

Alena selalu bertanya-tanya, apa sih yang Arka lakuin di dalam kamar mandi sampai lama seperti itu?

Ia saja yang perempuan tidak selama itu. Ya ... paling lama mungkin sekitar 30 menit. Tapi masih wajar.

Sebenarnya Alena bisa aja menunggu di kamarnya sendiri, sambil menonton tayangan-tayangan Korea di TV-nya. Apalagi, menonton drama Korea dan acara-acara survival kesukaannya yang merupakan sebuah projek menciptakan boy band nasional yang dipilih langsung oleh publik Korea yang biasa disebut dengan national producers. Alena bisa tidur sangat larut demi menonton acara tersebut melalui streaming link yang ia dapat dari akun penggemar di Instagram-nya. Karena hal itu pula, Alena sering banget bangun kesiangan dan akhirnya telat datang ke sekolah.

Tapi anehnya, Alena lebih suka menunggu dan berlama-lama di dalam kamar Arka dibanding kamarnya sendiri. Selain lebih besar, kamar Arka terasa sangat nyaman untuknya. Arka sendiri kadang sampai harus tidur di sofa, hanya karena Alena lebih sering tidur di kamarnya. Untung saja, orang tua Alena mengizinkan dengan syarat bahwa kamar Arka tidak boleh dikunci, agar sewaktu-waktu mereka bisa mengecek keadaan di dalam sana.

"ARKA, GUE LAPER!!!" Untuk hari ini sepertinya Alena ngga bisa menunggu Arka mandi lebih lama karena dirinya udah laper banget. Terang aja, orang tuanya sedang ada pekerjaan di Bali dan pembantu yang biasa memasak di rumahnya sedang izin karena anaknya sedang sakit. Jadi, Alena harus melewatkan sarapan rutinnya sehari-hari.

"GUE LAGI PAKE BAJU." Arka menyahut dari dalam kamar mandi. Berselang lima menit kemudian, ia keluar dengan pakaian yang sudah rapih di tubuhnya. "Bawel banget sih dari tadi," katanya lagi, seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk yang tersampir di leher. Kalau untuk gadis-gadis lain yang baru pertama kali melihat Arka seperti itu, mungkin akan menganggap bahwa cowok itu berkali-kali lebih tampan dari biasanya. Tapi, bagi Alena yang udah bagaikan makanan sehari-hari, jadi biasa aja, nggak ada perubahan sama sekali.

"Yeee, kan gue laper, belum makan sama sekali." Alena cemberut, sambil disedekapkannya kedua tangan di depan dada. "Lo tuh kebiasaan kalau mandi seabad."

Arka tertawa kecil, masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Siapa suruh nungguin gue, lo kan bisa beli mie di warung."

Alena makin cemberut, diambilnya sebuah bantal di atas kasur dan ia lempar ke arah Arka. "Tau ah, sebel."

"Gitu aja ngambek, dasar cewek." Arka geleng-geleng kepala, Alena emang kadang suka manja banget dengannya. Ia sendiri sih nggak keberatan sama sekali, karena menurutnya, mereka berdua itu sama-sama saling melengkapi. Arka pengen adik perempuan dan Alena pengen kakak laki-laki. Umur Arka yang lebih tua satu tahun dari Alena memang sudah menjawab semuanya.

"Ar, ayuk ah jalan, tega banget nelantarin gue kaya gini," protes Alena.

"Lo tunggu di bawah aja, gue lagi nunggu batre hape gue penuh dulu." Arka lantas mengecek baterai ponselnya yang baru delapan puluh persen terisi. Semalam, baterai ponselnya benar-benar habis karena dipakai Alena untuk main game sampai larut malam. Akhirnya, ia ketiduran dan saat bangun tidur tadi, ponselnya mati total karena kehabisan baterai.

"Ngga, gue maunya turun bareng lo." Alena makin merajuk, ia memang benar-benar tidak bisa ketinggalan Arka. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya sejak Arka pindah ke Jakarta dan tinggal di rumahnya. Kedua orang tuanya tinggal di Spanyol karena urusan bisnis, sedangkan cowok itu memang ingin sekolah di Jakarta. Makanya, saat naik ke kelas sembilan, Arka memutuskan untuk pindah sekolah di tempat yang sama dengan Alena.

Alena ingat sekali saat ia masih kecil dulu, ia dan Arka tidak pernah akur di saat cowok itu dan kedua orang tuanya liburan ke Jakarta dan tinggal di rumahnya. Walau hanya dua minggu, tapi selalu ada saja masalah yang membuat mereka berdua bertengkar, juga selalu berakhir dengan Alena menangis dan Arka yang meminta maaf walau ia tahu bahwa dirinya tidak salah. Hal itu ia jadikan alasan agar Alena senang dan tidak menangis lagi. Selalu seperti itu.

Begitu waktu liburan Arka di Jakarta sudah selesai, Alena benar-benar menangis kencang dan tidak ingin Arka meninggalkannya. Pada saat itulah, keinginan Arka untuk sekolah di Jakarta datang. Setiap hari, mereka berdua selalu menyempatkan diri untuk saling berkomunikasi melalui ponsel orang tua masing-masing. Seolah-olah, ketidakakuran mereka hilang begitu saja. Makanya, saat Alena tahu bahwa Arka akan pindah sekolah dan tinggal di rumahnya, ia benar-benar sangat senang.

Kini, setelah hampir empat tahun tinggal bersama, Alena dan Arka sudah bagaikan dua insan yang tidak dapat dipisahkan. Di situ ada Alena, di sana pasti ada Arka. Begitu pula sebaliknya. Bahkan, kalau salah satu dari mereka sedang dekat atau suka dengan seseorang, salah satunya harus mendapatkan izin terlebih dahulu. Tanpa seizin salah satu dari mereka, maka tidak boleh dekat ataupun berpacaran dengan seseorang. Ya, memang seperti itulah mereka.

"Yaudah, kalau gitu tunggu batre hape gue penuh dulu," kata Arka, masih dengan keinginannya untuk menunggu baterai hapenya penuh terlebih dahulu. Sedangkan Alena yang sedang duduk di atas kasurnya, semakin menekuk wajah karena sebal. Satu hal yang ia tidak sukai dari cowok yang sedang berdiri tidak jauh darinya itu karena lebih sering mementingkan hapenya. Hal itu sudah dilakukan Arka sejak dua minggu yang lalu, sejak dirinya mengenal sebuah permainan yang bernama Hill Climb.

Padahal, sebelum kenal dengan permainan itu, Arka merupakan orang yang paling jarang pegang hape. Kalau ngga penting-penting banget, dia ngga akan menyentuh hapenya sama sekali.

"Pilih tunggu batre hape lo penuh atau pilih gue mati kelaperan?"

"Ampun ya Allah!" Arka mendecak sebal sambil mencabut kabel charger ponselnya secara kasar. Terkadang ancaman Alena memang sangat berbahaya baginya. Gadis itu memang tahu betul bahwa titik lemah dirinya adalah Alena. Makanya, kalau Arka sedang sibuk dengan urusannya, Alena selalu menggunakan dirinya sendiri untuk dijadikan alasan.

"Ayo jalan."

"Nah, gitu dong, itu baru namanya Arka yang sayang sama Alena." Alena akhirnya bisa tersenyum lebar, setelah berlama-lama cemberut karena Arka yang tidak kunjung menuruti keinginannya. Tanpa basa-basi, ia langsung menggamit lengan Arka dengan erat dan mengajaknya keluar dari kamar. Menuruni anak tangga, hingga ke tempat di mana mobil Arka terparkir sambil bersenandung ria.

"Lo tuh ya, gimana coba kalau gue ngga ada di sini, bisa mati kelaperan beneran kali." Arka menggeleng pelan melihat tingkah Alena yang memang masih kekanakan. Padahal, usianya sudah tujuh belas tahun, jadi sudah tidak bisa dibilang anak-anak.

"Enak aja, siapa yang bilang lo boleh ngga ada di sini? Ngga boleh tau!" Alena melepaskan gamitan tangan Arka yang sedari tadi erat dipeluknya. "Lo itu harus selalu di sini, sama gue. Masa Kakak ninggalin Adiknya, ajaran dari mana tuh."

Arka terdiam sejenak, seolah sedang memikirkan sesuatu yang sebenarnya tidak. "Ajaran dari gue," katanya asal.

"Udah ah, gue keburu mati kelaperan beneran kalau gini." Alena buru-buru masuk ke dalam mobil Arka. Ia malas membicarakan hal yang sebenarnya tidak pernah ingin dibahasnya.

Bagaimana kalau suatu saat Arka sudah tidak ada di sini? Tidak tinggal satu rumah dengannya?

Hanya dengan memikirkan itu saja sudah membuat Alena sedih bukan main. Tidak pernah sekalipun ia menginginkan hal itu terjadi, karena sesungguhnya, dari semua hal yang paling ia butuhkan di dunia ini selain kedua orang tuanya adalah Arka.

Begitu juga dengan Arka, hal yang paling ingin dilakukannya adalah terus ada di manapun Alena berada.

Dan juga, dimanapun Alena membutuhkannya.

Tidak peduli apapun yang terjadi, Alena dan Arka akan selalu ada di manapun keduanya saling membutuhkan.

<••••••>

Jangan lupa vote dan komen!!:)

Jan 3, 2018.

wherever you may be | on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang