(3) - Tiga

3.1K 284 38
                                    

Guys, part-nya masih kosong apa engga sekarang? Komen ya biar aku tau. Thankyou. :)

••••••

"ARKA MANA ARKA?!"

Teriakan seseorang dari arah pintu masuk kantin, menbuat suasana di dalam yang sudah gaduh, menjadi semakin gaduh. Orang yang sudah membuat kegaduhan itu justru tidak peduli sama sekali.

Ia mengedarkan pandangan ke sepenjuru kantin, berusaha mencari keberadaan Arka dengan radar mata minus satu yang sebetulnya kurang membantu. Ya gitu deh kalau setiap hari kerjaannya main Dota 2 sampai pagi di komputernya.

"WOI, AR!" Dengan langkah secepat kilat, Naufal menghampiri Arka yang kedatapan sedang makan di basecamp mereka, saat radar miliknya menemukan keberadaan cowok itu. "Ada berita panas, baru diangkat dari kompor!" lanjutnya menggebu-gebu.

"Apaan si? Bikin heboh kantin aja lu!" protes Arka saat sadar bahwa seisi kantin sedang memandang ke arah mereka, atau lebih tepatnya ke arah seorang pasien RSJ yang kabur dari tempatnya dengan nama Naufal.

"Lo baru aja dapet pernyataan cinta!"

"Dari siapa?" Kedua alis Arka sontak terangkat. "Salah orang kali lo."

"Bener, ngga mungkin salah orang. Emangnya siapa lagi di kelas kita yang namanya Arka?" Naufal meneguk es jeruk milik Edvan tanpa izin. Tinggal dikit dan udah nyatu sama es batu yang meleleh, jadi Edvan tidak marah.

"Emang siapa sih?" Edvan jadi ikutan penasaran.

"Tasya Maria, anak kelas sebelas IPA 3, tau gak?"

"OH, GUE TAU!" Edvan menepuk meja dengan kencang, seperti orang yang baru saja menang jackpot. Hebohnya bukan main.

"Ngga tau," sahut Arka tidak peduli.

"Ah, lo kebanyakan bergaul sama kita-kita sih, Ar, makanya gak tau cewe-cewe cantik di sekolah!" Fijar menyahut kencang sambil menunjuk wajah Arka dengan telunjuknya.

"Yaudah, mulai besok gue ngga bergaul lagi sama lo-lo pada," kata Arka cuek. "Gampang, 'kan?"

Fijar berdecak sebal, ia jadi ragu kalau selama ini Arka adalah siswa dengan peringkat tinggi di kelas. "Yeee, bukan gitu maksudnya."

"Terus?"

"Maksudnya tuh sekali-sekali lo cuci mata, ini sekolah cewe cantiknya kan banyak." Edvan bantu menjawab, soalnya ia sudah bisa menebak kalau Fijar yang menjawab, pasti ngelantur kemana-kemana alias ngaco.

Fijar kemudian berdeham beberapa kali, mendadak salah tingkah sambil menatap seorang cewek yang sedang duduk di sebelah Arka. "Kaya Alena contohnya," katanya sambil cengengesan.

"Lah, sejak kapan Alena disitu?" Naufal benar-benar baru sadar kalau selama ini Alena juga sedang istirahat bersama dengan teman-temannya.

"Makanya jangan heboh sendiri!" timpal Fijar. "Jadi gak tau kan kalau lagi ada bidadari surga."

Kalimat Fijar hanya dibalas dengan sorakan kesal dari Edvan dan Naufal. Urat malu dan kecaperan Fijar memang sudah hilang kalau Alena sedang bersama dengan mereka. Pokoknya, apapun akan ia lakukan asal Alena senang dan tertawa. Rasanya, hati Fijar kaya minuman dingin di tengah panasnya sinar matahari. Seger-seger gimana gitu.

"Lo bawa-bawa apa sih, Fal?" Alena yang sedari tadi hanya diam saja menontoni ocehan-ocehan cowok-cowok di dekatnya, tertarik dengan sebuah paper bag yang dipegangi Naufal. Kelihatannya sih mahal.

"Oiya, sampe lupa kan." Naufal menepuk jidatnya sedikit kencang. "Ini yang si Tasya kasih ke gue tadi, yang dia titip buat Arka." Ia kemudian memberikan paper bag tersebut untuk Arka, namun segera diambil oleh Alena.

wherever you may be | on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang