5.This Is Me II

84 4 4
                                    


Tak apa jika luka ini terbuka.
Aku pun tak tahu cara menyembuhkannya
Denganmu aku sanggup  membaginya
Dan berharap kamu lah obatnya
~Alvino-Akira~


Vino baru saja menempatkan mobilnya di garasi rumahnya. Rumah megah yang menawan. Saat kakinya baru menginjak  ruang tamu, gadis kecil berusia 8 tahun tiba-tiba berlari ke arahnya dengan menangis, Vino langsung memeluk gadis itu.

“Abang..” teriak Elsa, gadis kecil yang tak lain adalah adik Vino

“Hei princess, kenapa nangis?” jawab Vino sambil membawa gadis kecil itu kedalam pelukannya.

Di belakang gadis itu ada seorang wanita paruh baya, yaitu Mama Vino yang menatap iba gadis kecil itu. Vino mengangkat satu alisnya seolah ia berkata pada mamanya ”apa yang terjadi?”

Sang mama hanya membalas dengan bahasa isyarat yang mengartikan bahwa Vino disuruh untuk meminta  penjelasan langsung dari Elsa, Vino pun mengangguk paham. Vino melepas pelukannya dan mengusap air mata Elsa.

“Kenapa heum? cerita dong sama abang.”

"Papa jahat bang hiks..hiks.. masa Eca minta gendong malah dibentak bang hiks..hiks.. terus Eca mau dipukul bang. Eca takut, terus Eca digendong sama mama, hiks..hiks..” jelas Elsa pada Vino.

Vino yang mendengar penjelasan itu langsung membulatkan matanya, seketika ototnya menegang, dan ia langsung menatap mamanya. Sang mama hanya menampakkan wajah sedihnya.

“Ooo gitu, mungkin Papa tadi gak maksut buat bentak Eca, papa tadi itu cuma bicara dengan nada yang sedikit tinggi, terus Eca nya kaget jadi kaya papa bentak Eca. Terus yang mau pukul itu, sebenernya papa gak mukul, cuman dia ngusir lalat aja yang lewat depan wajahnya. Jadi Eca salah paham deh.” Jelas Vino menenangkan Elsa.

“Oh gitu ya bang. Berati Eca yang salah paham sama papa ya? yaudah nanti Eca minta maaf ya sama papa. Tapi nanti ya bang, Eca masih takut.” Jawab Elsa.

Jujur saat Vino mendengar tuturan adiknya yang hendak meminta maaf pada papanya, ia tidak menerima semua itu. Haruskah si kecil yang polos ini yang selalu mengalah dan merendah di hadapan papanya. Harusnya laki-laki pengeecut itu yang mengucapkan kata maaf bukan Elsa, tapi  Vino tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya ingin membuat hubungan Elsa dan papanya menjadi lebih baik. Ia ingin membuat Elsa tetap mencintai papanya meskipun sang papa berbuat buruk padanya.

“Nah pinter banget adek abang. Princess udah makan belum?”

“Belom bang.”

“Yaudah nanti ikut abang aja deh kita makan diluar, mau kan? sama kakak cantik loh.”

“Mau bang, Eca mau. Nanti Eca main sama kakak cantik ya bang.”

“Oke deh. Sekarang Eca ke kamar, pilih baju,  nanti jam 6 kita berangkat oke?”

“Siap kapten.” Jawab Elsa semangat.

Gadis kecil itu menuju kamarnya dengan berlari penuh semangat. Sepeninggal Elsa, Vino dan mamanya masih berada di ruang tamu.

“Mama tenang aja ya, gak usah di pikirin, biar abang yang hibur Elsa. Mama temenin papa aja dirumah, kalo abang yang nemenin takutnya abang gak bisa kontrol emosi.” Ucap Vino lembut pada mamanya.

“Hemm iya bang. Jagain Elsa ya, abang mau pergi kemana? sama siapa? sama Akira?”

“Hehehe iya lah ma, kan mantu mama cuma dia. Gak tau kemananya, belom di kabarin sama dia.” Jawab Vino sambil cengar-cengir.

Do'a dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang