Part 1 - Awal Pertemuan

203 2 0
                                    

Anna pov

Matahari sudah kembali ke peraduannya ketika aku kembali kerumah setelah seharian bersepeda bersama sahabatku. Untuk remaja sepertiku bersepeda merupakan salah satu hobi yang menyenangkan. Seperti inilah keseharianku, setelah pulang sekolah dan beristirahat jika tidak ada kegiatan di sore hari aku akan bersepeda bersama sahabatku.

Ketika aku sampai keadaan di rumah tidak seperti biasanya, lampu di rumah masih belum menyala sedangkan di luar sudah mulai gelap, aku rasa orang tuaku sedang keluar bersama adikku dan lupa menyalakan lampu. Aku langsung membuka pintu dengan kunci yang aku punya dan langsung menyalakan lampu-lampu setelah itu aku naik ke kamarku di lantai 2. Karena lelah dan ngantuk aku cepat-cepat membersihkan tubuhku dan tidur. Jangan heran jika aku langsung tertidur, aku ini tipe orang yang bisa tidur dimana saja dan kapan saja jika aku ngantuk.

Aku terbangun ketika mendengar suara-suara dari lantai bawah, mungkin orang tuaku sudah kembali. Karena tidak lama setelahnya pintu kamarku di ketuk.

Tok,tok,tok
"Kak bangun, ini sudah jam 8 malam. Ayo turun makan dulu, jangan tidur terus." suara yang sudah sangat aku hapal di luar kepala itu mamaku. Baginda ratu di rumah ini jadi apa yang sudah dia katakan itu adalah sebuah perintah bagi kami penghuni di rumah ini.
Setelah nyawaku benar-benar terkumpul aku langsung turun dari ranjang empukku dan turun ke ruang makan.

"Mama sama papa dari mana?" Tanyaku begitu duduk di meja makan.
"Dari lihat rumah yang baru. Jangan bilang kamu lupa kalau kita bakalan pidah rumah minggu depan." mama menatapku dengan pandangan bertanya.
Aku yang lupa hanya bisa tersenyum tanpa dosa karena terlalu sedih jika harus memikirkan pindah. Rumah ini sudah aku tempati dari kecil banyak kenangan yang terukir di rumah ini, jelas saja aku lupa jika akan segera pindah dari rumah yang memiliki banyak kenangan ini.
Setelahnya kami makan dan sesekali mengobrol tentang kepindahan rumah kami yang kurang dari seminggu.

------------------

Pagi ini aku terbangun dengan enggan, bukan karna mimpi buruk tapi lebih karena aku akan meninggalkan rumah ini dan kenangan yang ada di dalamnya. Aku tidak langsung bangun dari tempat tidur, aku masih ingin mengingat kenangan-kenangan yang sudah terlewati di rumah ini.

Cklek,
Ketika aku sedang menikmati waktu pagi ku yang terakhir kali di kamar ini, pintu kamarku di buka oleh seseorang.
"Hei kebo, ayo bangun. Gue udah dateng pagi-pagi karna permintaan lo semalem buat nemenin pindahan tapi lo masih belum bangun juga. Wah, gue terharu dengan penyambutan ini." Dia Tyara, keluarga dan orang-orang dekat biasanya memanggil dia Rara, saudara sekaligus sahabatku sejak masih dalam perut ibu kami. Sebenarnya aku bingung bagaimana bisa takdir menjadikan Tyara satu-satunya saudara perempuan di dalam keluarga besarku, sedangkan otak kami berdua sama-sama agak rusak. Bukan rusak dalam artian sebenarnya hanya saja kami sering melakukan hal-hal gila bersama.

"Ck, lo menggangu konsentrasi berimajinasi gue. Dan sejak kapan mata lo jadi rusak, gue udah bangun dari tadi. Gue yakin lo pun tau." Aku bangun dari tidurku dan duduk bersender pada kepala ranjang ketika mengatakan itu padanya.

"Gue yakin imajinasi lo nggak jauh-jauh dari yang namanya makanan, berurusan denga lo itu selalu tentang makanan. Dan sekedar informasi mata gue masih sehat, gue cuma heran saat libur begini lo bisa juga bangun pagi." Dengan gaya sok taunya dia membalas ucapanku takkalah sengit.

"Semua orang harus makan bego, kalau nggak makan ya mati itu orang. Ckck, gue ini rajin lo aja yang nggak sadar." Aku membalas ucapannya. Seperti biasa kami selalu seperti ini. Bertengkar yang pernah kami lakukan hanya tidak saling sapa 1 jam, setelahnya kami akan hang out bersama yang tandanya kami sudah berbaikan. Setelahnya dia ikut berbaring di sampingku.

"Gue pasti bakalan kangen banget sama lo nanti, siapa lagi yang bisa gue jadiin sekutu buat ngelawan si medusa nanti. Lo yang terbaik kalau urusan mencaci maki dia." Tyara memandangku sendu, bahkan aku bisa melihat matanya yang memerah dan cairan yang akan tumpah dari matanya.

"Gue pasti juga bakalan kangen sama lo nanti, siapa lagi yang bisa gue ajak bersekutu buat memberantas kejahatan kalau bukan lo, Ra." Aku balas memandangnya dengan senyuman baik-baik saja andalanku. Tapi ternyata itu tidak bertahan lama karena setelahnya kami menangis bersama, sedih rasanya harus pergi ketika sudah terbiasa. Itu yang aku rasakan saat ini.

------------

Setelah acara tangis menangis kami yang memakan waktu cukup lama, akhirnya disinilah kami berada, di dalam mobil yang bergerak menjauhi rumah lamaku. Aku menatap ke jendela mobil dengan pasrah ketika semakin lama kami bergerak semakin menjauhi rumah lama kami yang penuh kenangan itu.

Dalam perjalanan ini aku dan Tyara tidak banyak bicara, hanya tangan kami yang saling menggenggam dan menguatkan.
Setelah menempuh 5 jam perjalanan sampailah kami di depan rumah yang akan aku dan keluargaku tempati. Rumah ini berada di kawasan perumahan yang asri, karena tepat di depan rumahku itu ada taman yang luas bagi para penghuni perumahan yang lain untuk beraktifitas, dan di tengah taman ada sebuah lapangan basket yang sekarang beralih fungsi menjadi lapangan futsal.
Papa,mama dan adikku sudah turun dari mobil dan hanya tersisa aku dan Tyara di dalamnya.
"Wah, gue bakalan sering main ke rumah lo nanti,Ann. Suasananya cukup ramai untuk orang yang suka kebisingan macam kita." Tyara membuka pembicaraan kami sambil melihat kearah taman yang ramai dengan anak-anak yang sedang bermain. Wajah sedihnya sudah berganti dengan senyuman andalnnya.

"Gue dengan senang hati akan ngajakin lo nginep di rumah gue tiap libur nanti." Itu janjiku padanya sebelum kami turun dari mobil untuk membantu menurunkan barang-barang dari truk yang membawa barang-barang dari rumah lamaku.

-----------------

Setelah membantu menurunkan barang dan menyusunnya di dalam rumah, aku dan Tyara mengunjungi taman yang ada di depan rumahku. Kami duduk di kursi dekat lapangan sambil membawa dua botol minuman. Aku dan Tyara memandangi kumpulan remaja laki-laki yang ku fikir seusia denganku sedang bermain bola disana.

"Kenapa gue ngerasa mereka lagi merhatiin kita ya, Ann." Aku yang sedang minum langsung tersedak karena ucapan tiba-tiba sahabtku.

"Ck, lo kenapa bisa sampe tersedak gini sih." Dengan wajah tidak berdosanya dia berkata sambil menepuk-nepuk punggungku.

"Ini semua gara-gara lo. Gue tau lo kurang waras, tapi gue nggak tau kalo lo udah hilang akal. Teori darimana yang mengatakan mereka main bola bisa  sambil ngeliatin kita. Bisa-bisa tuh bola udah ilang duluan. Jangan baper boleh kok, Ra." Bisa-bisanya dia bilang segerombolan remaja yang sedang bermain bola itu memperhatikan kami. Hey, kami tidak semenarik itu untuk di perhatikan.
Wajah kuyu dan baju yang dekil sehabis kerja rodi sangat tidak memungkinkan untuk jadi pusat perhatian.

"Kalo nggak percaya lihat aja sendiri." Tyara menggerakkan kepalaku kearah lapangan tadi. Saat itulah mataku bertemu dengan mata tajam namun hangat milik seorang remaja laki-laki yang juga memandangku lekat. Pandangan matanya membuatku merasakan perasaan-perasaan aneh di hatiku, dan jantungku seperti berlari maraton. Setelah lama terdiam untuk menenangkan detak jantungku, aku langsung memutuskan pandangan mata kami dan bangun dari dudukku kemudian melangkah pergi meninggalkan lapangan. Bahkan panggilan Tyara aku abaikan karena aku sibuk menenangkan detak jantungku.

Tbc

Hai...
Ini cerita pertama yang aku publish di wattpad. Maaf jika masih banyak kekurangannya terutama jika masih banyak typo bertebaran di setiap kalimat.

Thank you,

V.Cheril

Aku Kamu dan HujanWhere stories live. Discover now