Waktu terus berjalan tanpa tahu arah, tidak peduli benar atau salah, maupun sesuai atau tidak.
***
"Bi, mau kemana? Gue baru bangun nih!"
"Kerja!"
Bianca Adayana. Desainer muda yang baru mulai meniti karirnya namun namanya sudah cukup dikenal banyak orang. Tidak hanya dikenal dengan hasil rancangannya yang profesional, tapi juga karena ia memulai bisnisnya sebelum lulus dari perkuliahan fashion design-nya.
Bukan, ia bukannya belum lulus namun memutuskan untuk berhenti kuliah. Ia yang harusnya tengah menempuh semester lima terpaksa memutuskan kuliahnya saat masih awal semester. Banyak hal yang terjadi, salah satunya kondisi perekonomian keluarga yang mengharuskan ia BSS, menghentikan sementara kuliahnya.
Berharap semua baik-baik saja, kenyataan berkata lain. Keadaan yang semakin rumit, dengan cepat menghancurkan kehidupannya, keluarganya. Semua semakin terasa lengkap saat perceraian orang tuanya. Ayahnya ketahuan berselingkuh dengan wanita lain, dan ibunya yang sudah sampai ke tahap depresi. Belum lagi, adiknya yang ternyata mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Bianca muak dengan hidupnya. Ia berharap pada bantuan seseorang yang sangat dibutuhkannya, yang selalu berada di sisinya, yang diharapkan dapat menghilangkan kesengsaraannya saat itu. Namun nyatanya?
Bianca menutup mata, tidak ingin mengingat kembali hal itu atau dia akan berakhir sama seperti dulu.
"Bi, lo nggak berniat lanjut kuliah? Gue sepi nih tanpa lo."
Bianca menoyor kepala orang yang saat ini sibuk mengobrak-abrik isi kulkasnya. Dasar kekurangan asupan gizi.
"Gue mana ada duit? Kalau mau lo biayain sih gue bersedia," jawab Bianca yang sibuk membongkar-bongkar lacinya.
"Gue aja numpang lo, Bi. Gimana mau biayain lo."
"Makanya nggak usah sok-sokan kabur dari rumah. Gue udah susah, ketambahan dugong hidup di rumah gue."
"Yaampun, jahat amat. Gue kan niatnya baik bantuin- Bi, lo di mana?" tanya Tanaya, sahabat Bianca, yang memutar-mutar tubuhnya mencari keberadaan Bianca.
Baru saja hendak turun dari kasur, tiba-tiba, "DI SINI!" Sebuah kepala muncul dari bawah ranjangnya.
"ANJIR BIANCA!" teriaknya kaget mendapati Bianca yang tiba-tiba muncul dari kolong, "GUE KAGET BEGO!" teriaknya lagi, kini memegang dadanya.
"Lo ngapain ndelosor di dalem sana?!" tanya Tanaya lagi masih dengan nafas yang belum teratur.
"Gue nyari kunci butik, Nay. Lo liat nggak?" tanya Bianca panik, semakin mengacak-acak rumahnya.
"Nggak. Udah lo cari di semua tempat?"
"Lo nggak lihat kamar udah kayak rumah hantu? Udah gue acak-acak ini, Nay!"
Hening. Keduanya diam sambil memikirkan kemungkinan letak kunci itu berada.
Seakan mendapat wangsit, "Mobil!" teriak keduanya hampir bersamaan.
Tanpa ba-bi-bu keduanya bergegas turun menuju parkiran apartemen Bianca. Bianca dengan pakaian rapihnya, dan Tanaya dengan pakaian tidur gembelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Teen FictionKamu, seperti manekin yang hanya memperhatikan dari jauh. Aku, seperti alat potret yang berusaha mengabadikan kisah sendu. Kamu membawa serpihanku, dan aku membawa kepinganmu. Bertemu dalam sebuah kisah cinta rumit yang sulit dijelaskan apa dan baga...