Jadi sebenarnya, aku yang salah atau semua ini yang terlalu
complicated?
-Ardian Prasetia-***
"Belum datang ya?"
"Belum."
Bianca kembali melakukan tugasnya, namun tak lama...
"Masih belum datang?"
Bianca menggeleng. Heran, Naya sudah berkali-kali menanyakan hal yang sama.
"Kok belum datang sih?!"
Bianca membenturkan kepalanya di meja kerjanya dan bergumam, "berisik aja sih? Otak gue mampet!"
"Eh? Kenapa Bi?"
Bianca segera mendongakkan kepalanya dan tersenyum paksa.
"Nggak! Lo kenapa sih nanya itu mulu?"
Ckling.
Bunyi bel pintu masuk. Pertanda ada orang.
"Selamat pagi!" seru pria dengan kedua temannya yang berjalan memasuki butik Bianca.
"Hai! Pagi Gio, Arsen, dan-" ucapan Naya terhenti setelah menyadari ada satu orang yang belum ia ketahui namanya.
Menyadari kebingungan perempuan di hadapannya, Ardian mulai memperkenalkan diri.
"Oh, saya Ardian," katanya sambil mengulurkan tangan.
Naya yang semula tersenyum sumringah, wajahnya tiba-tiba berubah kecut.
Naya mengalihkan wajahnya dari Ardian dan kembali tersenyum menatap Gio dan Arsen. "Duduk-duduk."
Ardian mengernyit bingung, menatap uluran tangannya, dan menarik kembali tangannya yang menggantung di udara.
Ardian, Gio, dan Arsen saling bertatap muka. Gio mengedikkan bahu, Arsen menggelengkan kepala, dan Ardian hanya menghela napas malas.
"Mau minum apa?" tanya Naya setelah mereka bertiga duduk di sofa ruang kerja Bianca.
Sedangkan Erick, ia libur karena butik juga diliburkan oleh Bianca.
Sebentar lagi pameran dan ia harus menyelesaikannya terlebih dahulu dengan sempurna, baru menata semuanya dari awal.
"Air putih aja," jawab Arsen.
"Sama, kalau ada yang dingin," jawab Gio.
"Saya-"
"Oke ditunggu ya!" seru Naya yang memotong ucapan Ardian.
Memang dari awal niatnya Tanaya hanya menawarkan minum untuk Gio dan Arsen.
Naya pergi melewati ketiga orang tersebut dan wajahnya berubah garang saat menatap Ardian.
Ditatap seperti itu, Ardian bergidik ngeri. Ia mengambil ponsel dan membuka kamera selfie untuk mengecek wajahnya.
"Nyet, gue jelek ya?"
"21 tahun hidup, lo baru nyadar?"
"Coba lo pergi ke kebun binatang."
"Ngapain?" tanya Ardian bingung mendengar perkataan Gio.
"Silahturahmi sama spesies lo."
"Sialan!"
"Hai! Baru nyampe?"
Ketiga cowok itu menoleh ke sumber suara. Dua orang di antaranya menatap kagum kenikmatan surgawi yang tersuguh di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Teen FictionKamu, seperti manekin yang hanya memperhatikan dari jauh. Aku, seperti alat potret yang berusaha mengabadikan kisah sendu. Kamu membawa serpihanku, dan aku membawa kepinganmu. Bertemu dalam sebuah kisah cinta rumit yang sulit dijelaskan apa dan baga...