Hanya secangkir kopi panas yang memberi rasa pahit, namun dapat memberi kenyamanan untuk terus dinikmati
***
Ardian menatap lurus objek di depannya. Memindahkan ke berbagai tempat yang dirasa pas untuknya. Sesekali memutar posisinya, dan menyingkirkan semua benda disekitarnya yang dapat merusak hasil fotonya.
Ia menatap sekeliling ke seluruh penjuru ruangan, mencari tambahan objek yang dapat disandingkan dengan objek utamanya.
Matanya tertuju pada sebuah dompet hitam entah milik siapa. Ardian memberanikan diri untuk meminjam dompet tersebut ke seorang pria yang tengah sibuk tarik-menarik dengan seorang lain di sebelahnya. Pria itu hanya mengangguk cepat.
Baru Ardian hendak kembali, matanya bertemu dengan sebuah jam tangan yang dilihatnya cukup unik. Berniat meminjamnya juga, tiba-tiba, "ganggu orang tidur aja sih!" seru wanita yang ternyata pemilik jam tangan unik tersebut, dan sedang menelungkupkan wajahnya.
Ardian menghela napas, harus maksimal, gumamnya.
Pria tadi hanya tersenyum mendapati ekspresi kaget Ardian dan memberi isyarat untuk mengambil jam tangan tersebut.
Ardian segera kembali ke tempatnya tanpa memperdulikan aktivitas kedua orang tersebut dan segera mengatur semuanya dengan rapi. Diarahkan alat yang sedari tadi menggantung di lehernya menuju objek di depannya. Beberapa detik kemudian,
Ckrek.
Potret secangkir kopi didapatnya. Belum puas dengan hasilnya, ia kembali memindahkan cangkir tersebut ke sudut lain di ruangan itu, melakukan hal yang sama dengan sebelumnya, berulang-ulang sampai dirasa diperoleh foto yang sesuai keinginannya.
Ia menggantungkan kembali alat itu di lehernya, mengembalikan barang-barang yang tadi dipinjamnya ke sepasang manusia tadi, berterima kasih tanpa berlama-lama, diliriknya sebentar wanita yang mengagetkannya tadi, dan kembali duduk ke tempat asalnya sambil menyesap kopi hitam yang sudah tidak begitu panas.
Memang ini yang selalu dilakukannya hampir setiap saat. Mengambil gambar dari beragam objek yang mencuri perhatiannya. Dan kali ini, lagi-lagi secangkir kopi panas yang ia pesanlah yang menjadi sasaran foto berikutnya.
Ia mencintai kopi sama seperti ia mencintai hidupnya saat ini. Bahkan, hampir seluruh foto di instagramnya berisi kopi, secangkir kopi, dengan berbagai angle.
"Kopi lagi, Bang?" Ardian menoleh ke sumber suara yang sangat tidak asing baginya.
"Lo dimana sekarang?" tanya Ardian ke suara itu tanpa mengalihkan pandangan dari kamera yang sedari tadi dipegangnya, sibuk mengecek hasil foto yang dibidiknya hari ini.
Dengan kebingungan, orang yang baru saja duduk berseberangan dengan Ardian menoleh ke kanan dan kiri. Ia juga mengecek kuping Ardian, memastikan keberadaan telepon genggam atau earphone di sana. Dirasa tidak ada apapun di telinga Ardian, ia mengerutkan dahinya.
"Lo ngomong sama gue, Bang?" tanyanya masih dengan raut kebingungannya.
Ardian mengalihkan pandangan dari benda kesayangannya dan menatap orang yang duduk berhadapan dengannya, "terus ngomong sama siapa?" tanyanya malas.
"Lah? Gue di depan lo sekarang. Nggak penting banget lo nanya!" seru perempuan yang kini sudah menyandarkan punggungnya di kursi dan meletakkan tasnya di atas meja sambil mengutak-atik gadget-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Teen FictionKamu, seperti manekin yang hanya memperhatikan dari jauh. Aku, seperti alat potret yang berusaha mengabadikan kisah sendu. Kamu membawa serpihanku, dan aku membawa kepinganmu. Bertemu dalam sebuah kisah cinta rumit yang sulit dijelaskan apa dan baga...