part 9 "Stalking"

9.8K 752 2
                                    

Farah tengah berguling-guling malas diatas tempat tidurnya, beberapa menit lalu gadis itu menghubungi kedua sahabatnya untuk datang menemaninya sekalian menginap mengingat besok adalah hari minggu namun kedua temannya mengatakan bahwa malam ini mereka ada acara masing-masing.

Jadilah Farah yang hanya berbaring menatap langit-langit kamarnya sambil terus menghela nafas berat.

"Ishh bosen banget," gerutu gadis itu pada dirinya sendiri.

Namun belum ada semenit sebuah ide telah muncul dikepalanya, dengan gerakan kilat gadis itu meraih ponsel yang ia letakkan tak jauh dari dirinya.

Farah mulai membuka aplikasi instagram, mengklik kolom pencarian lalu mengetikkan nama lelaki yang dua hari lalu resmi menjadi kekasihnya, kekasih pertamanya.

Kok nggak ada fotonya sih batin farah kesal.

Gadis itu menatap layar yang menampilkan foto gedung tinggi serta beberapa foto pemandangan-pemandangan lainnya, saking kesalnya jemari gadis itu tak sengaja menekan ikon like pada postingan paling terakhir.

"Mampus gue!" pekik Farah sambil menepuk jidatnya.

Apa yang harus ia lakukan sekarang, pasti Devan akan berfikir kalau Farah sangat penasaran dengannya.

Belum saja rasa panik itu hilang, sebuah chat telah masuk pada aplikasi chatingnya.

Kak Dev:

Kepencet?

Wajah Farah memerah seketika, bayangkan saja kalian lagi nge-stalk doi tapi malah ketahuan.

Drrttt....Drrttt

Kali ini bukan lagi sebuah chat yang masuk namun sebuah panggilan suara dari lelaki itu.

Farah mengembuskan nafasnya pelan, mengontrol raut wajahnya lalu menggeser ikon hijau pada layarnya.

"Hallo kak," sapa Farah.

"Gabut?"

"Hah?" bingung Farah.

"Lagi gabut?" tanya suara berat diponsel itu.

"Iya nih, Dara sama Mia lagi sibuk jadi gaada temen," keluh Farah.

"Gue temenin."

"Hah?"

"Otw," sahutnya setelah itu panggilan pun diputuskan secara sepihak.

Farah mengerutkan dahinya bingung, berbicara sama lelaki itu memang butuh IQ yang tinggi serta kesabaran yang besar.

Ting..nong...Ting...nong

Suara bel terdengar jelas oleh Farah, dengan sedikit keterpaksaan akhirnya gadis itu berjalan membuka pintunya.

"Loh kak Dev?" kaget Farah.

Bagaimana tidak, belum sampai lima menit setelah lelaki jangkung itu mematikan panggilannya sekarang ia sudah berada dihadapannya.

"Apa?" jawabnya sambil menerobos masuk.

"Kok udah disini? Ngebut banget?" tanya Farah sambil mengikuti langkah Devan menuju sofa.

"Gue dicafe."

"Hah?"

"Dicafe depan bareng anak-anak," jelasnya sambil menarik Farah agar terduduk disampingnya.

"Anak-anak siapa?"

"Anak-anak kita," jawab Devan santai.

"Ihh kak Dev," rengek Farah dengan nada manjanya.

Entah kenapa, namun Farah nyaman berada didekat Devan, dia bisa menjadi dirinya sendiri, bersikap manja dan menangis tanpa harus berpura-pura kuat.

"Kenapa hm?" tanyanya lembut sambil menyandarkan kepala Farah pada dada bidangnya.

"Malu," ucapnya pelan lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Devan hanya tersenyum tipis sambil mengelus rambut panjang milik gadisnya itu sambil sesekali memberikkan kecupan pada puncak kepalanya.

"Kak Dev," panggil Farah pelan.

"Hm."

"Kangen mama," ujarnya sangat pelan.

"Mau gue temenin ke makam?" tanya Devan masih dengan tangan yang mengelus rambut gadis itu penuh sayang.

"Kak Dev nggak sibuk?"

Devan menggeleng, walaupun tidak dapat dilihat oleh gadis itu "Besok gue temenin."

"Kak Dev." lagi-lagi Farah memanggil Devan.

Lelaki itu hanya bisa menarik nafas pasrah, ternyata gadisnya ini memiliki sifat cerewet juga.

"Kak."

"Hm."

"Aku boleh—eh maksudnya gue—"

Devan tersenyum tipis lalu mencubit pelan pipi gembul gadis itu "Aku kamu aja nggak apa-apa," potong Devan.

"Aku boleh denger kakak nyanyi?" tanya Farah pelan.

"Mau dinyanyiin?"

"Iya, kak Dev mau?"

Devan mengangguk pelan dan setelahnya gadis itupun tersenyum senang, menampilkan raut wajah bahagianya.

"Bentar aku ada gitar, kakak bisa?" tanyanya lagi dan lagi-lagi dibalas anggukkan oleh Devan.

Dengan semangat ia bangkit dari tempat duduknya, berlari menuju kamar lalu kembali lagi dengan membawa sebuah gitar tentu saja itu semua tak luput dari pandangan Devan.

"Bisa main gitar?" tanya Devan penasaran.

Farah menggeleng pelan "Ini gitar punya papa," jawabnya sambil menunduk menatap pilu gitar itu.

"Duduk, gue nyanyiin," titah Devan sambil mengambil alih gitar itu dari tangan Farah.

"Tapi dikit aja," lanjutnya yang dibalas tatapan pasrah gadis itu.

"Kok nggak mulai-mulai?" tanya Farah heran, pasalnya lelaki itu hanya memandangnya sejak tadi.

"Kapan-kapan aja," jawab Devan sekenanya kemudian menaruh gitar yang telah berada dipangkuannya itu pada sofa kosong disamping kirinya.

Farah cengo melihat tingkah menyebalkan Devan, padahal ia telah menunggu kekasihnya menyanyikan lagu romantis untuknya seperti kebanyakan novel yang ia baca.

Devan masih memandang Farah dengan raut datarnya, gadis itu sedari tadi menekuk wajahnya.

"Marah?" tanya Devan datar tak bernada sama sekali.

Nggak peka banget sih batin Farah.

Farah dibuat terheran-heran dengan tingkah manusia kutub didepannya ini, sikapnya yang dingin membuat Farah harus esktra sabar agar tidak meledak-ledak, namun ketika ia bersikap lembut sungguh jantung Farah akan berdetak melebihi batas normal.

"Farah." panggil Devan.

"Iya," balas Farah masih jutek.

"Sini gue bisikin,"

Farah hanya mendekatkan telinganya tanpa menjawab.

"Jangan marah, selamat tidur sayang," bisik Devan lembut kemudian mengecup kening gadis itu dan mengelus lembut puncak kepala Farah setelahnya melangkah keluar meninggalkan gadisnya yang masih terdiam dengan kedua pipi yang memerah.

FarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang