Selamanya

25 5 0
                                    

Tak kusangka aku akan membuka sebuah cerita yang telah lama kusimpan.

Seorang siswa berkacamata duduk di dalam sebuah perpustakaan. Sembari menyembunyikan wajahnya di balik sebuah rak buku, seorang siswi berambut kepang melihat dari kejauhan. Diam, hanya itu yang dilakukannya. Jarum jam yang terus bergerak mengusik kesabarannya. Ia menahan dirinya namun hasrat memang tak bisa dilawan. Ia pun berjalan perlahan menuju siswa itu hingga pada akhirnya, ia sampai dibelakangnya. Ragu, perlahan tangannya ditaruh di pundak sang pujaan hati. Namun, siswa berkacamata itu tiba-tiba berdiri dan pergi. Ia bahkan tak melihat siswi itu sedikit pun.

Semua ini dimulai ketika Azwa, seorang siswi SMA Harapan, naksir Billy. Dua orang siswa yang tak pernah di perhatikan bertemu dan berkenalan. Saat itu juga, keduanya langsung jatuh hati. Keduanya saling mencintai. Tipikal cerita cinta masa SMA.

Kecuali ....

Pada hari itu, ketika langit warnanya berubah menjadi merah, Billy duduk sendirian di halte bus. Sudah menjadi kebiasaanya untuk pulang di sore hari setelah membaca buku di perpustakaan sekolah hingga tutup. Kemudian, ia meminjam buku tersebut dan melanjutkan bacaannya di rumah.

Keadaan begitu hening. Hanya suara mobil dan motor yang memecah kesunyian di pinggir jalan. Perlahan seseorang melangkah mendekati Billy. Ia memutarkan kepalanya ke arah orang itu. Azwa tengah berdiri malu-malu.

Billy mempersilakan Azwa untuk duduk. Perlahan dan malu malu, Azwa duduk. Yang terjadi kemudian adalah cerita biasa antara dua orang muda yang saling jatuh cinta. Billy bertanya mengapa Azwa masih belum pulang. Ia pun menjawab bahwa ia baru saja dari perpustakaan dan sedang menunggu jemputan. Keheningan menerpa. Keduanya diam. Awalnya, Azwa mencoba untuk berbasa-basi. Pada awalnya percakapan itu canggung lalu Billy mencoba untuk membuat sebuah candaan. Meskipun tahu kalau candaan itu tidak lucu, Azwa tetap tertawa. Ia ingin Billy melihat dirinya senang. Dengan begitu, ia bisa melihat Billy senang. Kebahagiaan adalah yang mereka cari. Mereka pun kemudian mulai berbicara dengan lebih berani, tidak lagi terbata-bata atau canggung.

Semuanya pun terhenti ketika ada bus yang berhenti tepat di depan mereka dan pintunya terbuka. Billy pun mengatakan selamat tinggal dan berharap dapat mengobrol kembali. Azwa mengiyakan hal itu dengan senyuman dan anggukannya. Billy pun menghilang di balik pintu bus yang pergi. Tak lama kemudian, kakak Azwa datang menjemputnya.

Ketika sampai di rumah, Azwa ingin segera beristirahat. Namun, apa daya, Azwa malah dimarahi oleh orang tuanya karena pulang terlalu malam.

"Kamu ini, anak gadis gak boleh pulang terlalu malam!" bentak sang ibu.

Azwa mengerti ia berada dalam posisi yang tak bisa melawan. Ia pun hanya diam mendengar ocehan sang ibu. Sebagai seorang anak yang masih mencari siapa dirinya (dan menyadari hal itu), ia benar-benar merasa lemah dan hanya bisa menuruti apa kata orang tuanya. Setelah ibunya selesai mengoceh, ia segera pergi ke kamarnya dan mengurung diri. Ia terduduk diatas kasur sembari memeluk kedua kakinya.

Ia merogoh tas untuk mencari telepon genggam miliknya. Tiba-tiba, ia merasa ada sebuah kertas terselip di dalam. Ditariknya keluar kertas tersebut dan menemukan sebuah tulisan "Line" yang disambung oleh coretan angka dan huruf. Diatas tulisan tersebut terdapat huruf "B".

Saat itu pun, senyum Azwa mengembang. Rasa bahagianya bahkan mungkin tak tergambarkan ketika mendapati Billy secara diam-diam naksir padanya juga. Setidaknya itulah harapannya. Billy naksir sama aku, gumam Azwa.

Tak lama kemudian, ia segera menyalakan telepon genggamnya dan membuka aplikasi chatting. Ia memasukan id LINE milik Billy dan menemukan akunnya. Setelah kontaknya ditambahkan, ia langsung membuka chat. Namun, ia tak segera menuliskan pesan padanya. Ia takut. Takut apabila ia berbasa-basi, pandangan Billy tentangnya akan berubah.

Random Thoughts of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang