Days after going isekai

2 1 0
                                    

Makhluk humanoid berwarna hijau itu menyusuri hutan hijau dengan belati dalam genggamannya. Goblin merupakan salah satu bentuk makhluk hidup yang dikategorikan sebagai monster. Meski pada umumnya monster tak memiliki kecerdasan, goblin adalah satu dari sangat sedikit jenis monster yang dapat berburu dan mengumpulkan makanannya. Mereka tidak terlalu pintar hingga bisa diajak bernegosiasi, namun cukup bagi mereka untuk dapat hidup secara nomadik dan memiliki kesadaran akan lingkungannya. Mereka hidup secara nomadik sehingga penting untuk berhati-hati terhadap lingkungan sekitar seperti anak panah yang meluncur ke arahnya. Goblin yang tengah berkeliaran sendiri itu segera menghindari anak panah yang melesat melewatinya.

Suara terdengar dari semak-semak ketika seorang laki laki muncul dan mencoba menikam Goblin itu dengan pedangnya yang penuh dengan potongan. Menyadari hal itu, si goblin pun memutar tubuhnya ke hadapan si laki laki dan menangkis pedang tersebut dengan belatinya. Seketika, sebuah anak panah bersarang di kepala goblin tersebut. Darah mengucur dari ujung panah yang menembus tengkorak goblin itu. Tak berselang lama, tubuh goblin itu pun membujur kaku di tanah.

"Aku masih tak terbiasa menggunakan panah," keluh seorang wanita dari atas pohon tak jauh dari tempat mayat goblin tersebut.

"Gak masalah, kita bakal saling tolong. Yang penting kita berhasil menyelesaikan misi." Si laki-laki memotong kepala goblin tersebut dengan pedangnya. Ia sedikit kesulitan meski pada akhirnya ia berhasil.

Laki-laki tersebut menggantung kepala tersebut untuk mengeluarkan darah yang tersisa dari kepala goblin tersebut agar tidak membasahi kantung yang ia bawa. Pada saat itu si wanita mendekati si laki-laki, "apa kita tidak bisa mencari pekerjaan yang lain, Adnan?"

Adnan melirik wanita tersebut sebelum menghela nafasnya. "Satu-satunya pekerjaan yang bisa kupikirkan ya ini. Maaf ya, Rachel. Kalo misalkan kamu gak ingin ikut, kita bisa pisah kok."

"Aku cuma ingin pulang ke dunia asalku."

"Sama."

Ketika mereka kembali ke perkampungan tempat mereka tinggal untuk sementara, mentari perlahan turun dari singgasananya. Langit yang awalnya biru kini memerah menandakan monster yang lebih kuat akan segera bangun dan menjejakan kakinya –menjadi bahaya bagi petualang amatiran semacam Adnan dan Rachel.

Perkampungan tersebut terletak tepat di luar hutan Hitam yang baru saja mereka jejaki. Mereka berdiri dihadapan satu-satunya bangunan besar, meski masih terbuat dari kayu sama seperti rumah dan tempat minum yang ada di perkampungan ini. Adnan disambut oleh pemandangan yang sepi. Bangunan ini dimilikki oleh Asosiasi Petualang sehingga seharusnya dipenuhi oleh petualang.

Di balik sebuah meja resepsionis tengah duduk seorang wanita berambut biru menggunakan kaca mata tengah menyortir kertas-kertas di atas mejanya. Begitu ia melihat Adnan dan Rachel di hadapannya, ia dengan segera berdiri dengan tegak. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sembari tersenyum.

"Kami ingin mengambil bayaran kami." Adnan mengangkat kantung berisi 5 kepala goblin ke atas meja.

"Baiklah, sesuai dengan tugas yang diberikan, membunuh lima goblin yang berkelaran di hutan Hitam, Asosiasi Petualang akan memberi 25 koin perak."

Setelah menerima koin perak tersebut, mereka segera meninggalkan bangunan tersebut.

"Sepuluh koin perak untuk dua kamar, 50 koin perunggu untuk makan berdua. Sisa 14 koin perak dan 50 koin perunggu." Mendengar apa yang dikatakan oleh Adnan, Rachel hanya memainkan makanannya dengan garpu.

"Ingat saat kita pertama bertemu?" Rachel menatap mata Adnan. Adnan hanya dapat melihat betapa letihnya Rachel.

"Sangat. Betapa bahagianya aku ketika bertemu dengan summoned seperti diriku."

Rachel tertawa kecil karena apa yang ia katakan adalah apa yang rachel rasakan pada saat itu. Sayang, tawanya adalah bagaimana ia melihat betapa mengecewakan harapan yang ia punya.

"Pada saat itu," Rachel menyimpan garpu tersebut disamping piring makanannya, "aku berharap, sangat berharap, bahwa kau dapat membawaku pulang. Pada saat itu, kesempatan itu terasa sangat nyata..."

"Maaf," hanya kata itu yang terpikirkan oleh Adnan.

Rachel terkikih. "Bukan maksudku untuk menyalahkanmu. Hanya saja..."

Rachel tak tahu lagi apa yang harus ia katakan. Rachel tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia hanya ingin pulang, itu saja. Letih, baik secara fisik dan mental, menghilangkan kepercayaan diri Rachel. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri untuk terbuai oleh harapan yang tak datang dari siapapun --ia sendirilah yang berasumsi bahwa Adnan dapat membawanya pulang.

Sampai sekarang, mereka berdua masih berada dalam jalan buntu. Selama ini mereka hanya berjalan di tempat yang sama.

Mencari jalan keluar.

Yang tak mereka tahu.

"Istirahatlah," Adnan mengulurkan tangannya danmenggenggam tangan Rachel. "Kita akan diskusikan ini besok, ketika pikiran kitalebih jernih."

Random Thoughts of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang