Mentari Senja (Part 3)

10 2 0
                                    

****
Aku mengingat semuanya sekarang, bukan samar tapi jelas.

"Wid kamu sudah sadar?" Tanya gadis yang duduk disampingku

"Reina?"

"Kau mengingatku? Syukurlah" ucapnya

"Rei, aku ingat semunya. Aku selalu bermimpi seorang gadis ditepi laut dengan hamparan bunga matahari. Ternyata aku merindukan nya, aku merindukan mamah ku rei" kata ku

"Iya iya wid, aku akan selalu berada disampingmu yah jadi kau bisa bercerita kapan saja pada ku. sekarang lebih baik kau istirahat aja ya" titah nya khawatir

"Ehemm" jawabku singkat

Detik berganti menit, menit berganti jam tak terasa sudah 6 bulan aku terbaring ditempat ini dan hanya reina yang menemaniku dihari-hari ku. Hampir tiap hari aku bercerita padanya, dia berkata ada saatnya semua ingatan ku pergi dan terhapus sehingga aku tidak akan mengingatnya namun ada saatnya aku mengingat semuanya. Disaat-saat itu reina tetap setia menemaniku, aku dan reina sudah berteman dari umur kami belia. Bahkan har kelahiran kita sama dan itu bangga tersendiri untuk ku. Aneh ya? Tapi itu yang kurasakan.

"Wid Kau ingat tidak? besok adalah hari ulang tahun kita, ayo kita rayakan bersama. Rindu kurayakan dengan mu" ucapnya

"Tentu" jawab ku

Esoknya...
"Wid sudah siap? "Tanya nya padaku

"Sebentar lagi, suster sedang mengganti bajuku" jawab ku

"Okay, aku tunggu. Oh ya hari ini aku akan merias wajah mu"katanya

"Apa? Tidak mau"tolak ku

"Ayo dong, masa dengan kawan karibmu ini kau tidak mau menerima permimtaan kecilnya" jawabnya sedih

"Baiklah, jangan tunjukkan muka melasmu padaku"jawabku

Tubuh ku ini sudah kaku, mati rasa. Aku sama sekali tidak dapat menggerakan apapun yang tersisa hanya suara yang masih berfungsi dengan baik karena kadang mata ku akan buta semntara dan telinga akan tuli tiba2. Dulu aku sangat marah dan benci dengan keadaan yang kuderita ini, namun aku sudah letih dengan amarah ku dan kuputuskan untuk menerimanya.

Hari ini reina mengajak ku ke tempat indah itu, tempat yg biasa ku datangi dengan mamah ku. Tak ada perubahan ditempat itu hanya saja bunga matahari berubah menjadi bunga lili. Warna kuning berubah menjadi putih, indah namun disayangkan. Rindu ini sedikit terobati sekarang dan aku bahagia melihat ini semua lagi sebelum benar2 mata ini tertutup selamanya. Kuberikan secarik kertas pada reina yang berada didalam amplop berwarna kuning dengan bunga matahari yang menjadi simbol dominan gambarnya. Sebenarnya bukan diberikan secara langsung namun dengan ucapan dan reinalah yang mengambilnya.

"Rei, jika nanti aku lebih disayang oleh tuhan dan Dia meminta ku menemaninya. Bukalah surat itu dan terimakasih atas semua yang kau lakukan untuk ku. Oh ya ibu ku pernah berkata ketika harapan menyerah padamu maka jangan biarkan itu membuatmu lemah" ucapku yang diiuti anggukan dari nya.

Reina tak berkata apapun namun aku tau dia sedang menangis karena isakannya yang begitu kuat.

1 bulan kemudian
"Wid maafkan aku yang hanya bisa menemanimu sebentar. Semoga kau beristirahat dengan tenang disana dan disatukan dengan orang-orang yang beriman." Ucap reina dalam doa "ini saatnya aku membuka nya kan wid?"

*Mentari senja*

Kurangkai berjuta makna dalam kata
Menjadi saksi pahit kerasnya hidup
Harapan sudah menyerah padaku
Derita selalu setia menghampiriku
Tragedi terbentuk nyata ketika mata terbuka

Langkah kecil tak berarti
Ketika mimpi menghindari
Peluh hidup seakan menjadi tanda
Bahwa diri tak mampu bertahan lagi

Kutatap langit sore keemasan
Dengan jiwa yang tak beraga
Saat hari berganti bulan
Hidup selalu berputar ketempatnya

Sang mentari terhempas jauh
Bulan yang mengganti
Namun raga tak mengikuti
Kearah jiwa yang berlalu pergi

------- end ---------

Semoga kalian suka dengan cerita nya, bisa langsung kasih masukan juga ya :) peace

LIFE [Kumpulan Cerita Pendek]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang