Day 4. Meis Adalah Sebuah Gulma

5.8K 937 101
                                    

            Meis sudah punya tekad besar tentang kesepakatannya dengan Alga. Sayang, mahasiswa tampan sepupu Mahiyang itu tidak menyetujui permintaannya dengan begitu mulus. Alga masih menunjukkan kegamangan. Dia masih sangsi dengan apa yang telah dia bicarakan dengan Meis. Meis begitu licik, tipe bocah SMA yang taklif, yang terlalu labil untuk dipegang janjinya.

"Aku pikir dulu!" Itu yang terakhir kali Alga ucapkan pada Meis, lalu mahasiswa itu pergi dengan terburu. Meis ditinggalkan di tempat yang sama, dalam keadaan separuh gamang.

Sebenarnya, Meis masih menyimpan banyak rencana. Siswa SMA itu jauh lebih waspada dengan keadaan sekitar. Pengalaman mengajari segalanya. Dia memang tidak pintar dalam hal akademik, namun intuisinya terhadap situasi dan kondisi sekitar bisa diandalkan.

Maka, dengan gaya lasaknya itu, Meis sudah menjatuhkan talak atas semua keputusannya. Dia akan mencoba memengaruhi Alga agar tidak bicara banyak hal. Jauh di lubuk hatinya dia percaya Alga bukan tipe orang yang suka mengadu, namun Alga bisa saja keceplosan dan mengatakan semuanya. Ketika nasi sudah menjadi kerupuk beras, tak akan ada lagi butirannya.

"Aku harus cari cara!" bisiknya penuh tekad. "Mas itu nggak mungkin cerita ke Kak Mias, tapi bisa aja cerita ke Mahi. Lalu Mahi... Mahi juga bukan tipe orang yang suka ngadu. Kalau emang telanjur, aku bisa ngomong dulu ke Mahi biar dia tutup mulut. Tapi..."

Meis mengembuskan napas berkali-kali. Dia tidak tahu kalau pada akhirnya masalah ini membawanya pada jurang kegalauan. Meis dirundung galau, namun lebih dari itu...

Dia juga punya banyak tugas. Salah satunya adalah dengan merayu Alga. Mungkin mahasiswa itu susah ditaklukkan, namun Meis tidak akan pernah mundur. Dia harus membuat Alga berdiri di pihaknya. Kalau seandainya Kak Mias tahu dan marah besar, Alga bisa bergabung dengan aliansinya agar tidak diadili.

Lagi pula... Alga terlihat jauh lebih keras daripada kakaknya. Kakaknya memang keras, namun hatinya lembut. Kalau Alga adalah kontra dari Kak Mias. Karena itulah... tekad utama Meis kali ini adalah dengan membuat Alga bekerja sama dengannya. Ini memang kekanakan, namun berpengaruh pada kedamaian hidup Meis beberapa hari atau minggu, atau bulan, bahkan tahun ke depan.

"Meis! Meis!" Meis terpanggil. Ketika kepalanya menoleh, ada beberapa orang yang sudah melambai. Meis nyengir mendadak. Tiga orang siswa itu temannya. Dalam artian teman satu komunitas. Mereka tergabung dalam komunitas pecinta warnet.

Nama lainnya gamers dadakan modal sisa uang jajan.

Meis sering diadili karena bermain di tempat itu, namun dia tidak pernah kapok. Kemarahan Kak Mias raib entah ke mana ketika tahu adiknya kembali duduk di depan monitor dan "bertarung" layaknya ksatria. Lelah dia menegur ataupun menasihati. Lagi pula... Meis tidak berbuat negatif. Uang jajannya saja yang habis.

Dan tentu saja Kak Mias yang harus menjemputnya.

Itu saja. Yang lain tidak begitu berarti. Ah, kalau hal merokok itu Kak Mias tidak boleh tahu sampai saat ini! Mahi juga berperan penting. Karena Meis sering menghilang ke games center, Kak Mias jadi punya waktu berduaan bersama Mahi.

Itu juga ada untungnya untuk sang Kakak.

"Apaan?" Meis melangkah menghampiri.

"Mampir ke tempat biasa?" Mereka kembali mengajukan proposal. Meis adalah salah satu dari mereka. Dalam sebuah games, ada grup-grup kecil yang dibuat untuk saling membantu. Meis juga ikut grup seperti itu. Tujuannya untuk berperang melawan grup lain.

"Nggak, ah!" Meis menggeleng pelan.

"Ntar ada war."

"Tapi aku nggak bisa ikut. Maaf..." Meis tersenyum, separuh meminta maaf. Ada hal lain yang lebih penting untuknya sekarang ini.

15 Days Erase YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang