Day 9. Alga dan Kontroversi Meis

4.5K 873 259
                                    

            Sejujurnya, Meis juga punya rasa malu. Dia bukannya tidak peka dengan penolakan Alga. Meis juga punya bayangan bagaimana kalau dirinya yang ada di pihak dan posisi Alga. Hanya saja... sekarang sudah telanjur. Meis telanjur menikmati apa yang telah disuguhkan oleh Alga. Meis sangat menikmati hujatan yang Alga berikan, padahal dia tahu kalau hujatan itu bernada kebencian. Nadanya memiliki aura urgensi. Meis paham kenapa Alga jadi begitu sekarang ini.

Urgensi : desakan

"Jadi..." Alga mengembuskan napas, putus asa. Setelah tragedi kemarin, yang membuatnya mati kutu... Meis datang lagi ke hadapannya. Menawarkan diri kembali, hanya untuk dihujat dan disakiti.

"Apa mau lo sebenernya?" Alga mengabaikan rasa lembut dan baik hati hanya karena anak ini lebih muda. Sekarang dia melupakan apa yang sudah dia lakukan. Maunya? Membunuh Meis kalau boleh!

Lantaran, Meis menyesal karena sudah mengatai ciuman dengannya waktu itu tidak lembut. Alga ingin mengumpat. Dia memang tidak ingin dipuji tentang ciuman oleh seorang lelaki, namun sekarang dia tidak mau harga dirinya dilecehkan begitu saja!

"Saya hanya ingin membuktikan apa yang sudah dicantumkan di novel dan film-film romantis..."

Alga mempersiapkan diri untuk murka.

"Semua probabilitas tentang kupu-kupu yang terbang di dalam perut ketika berciuman itu bisa saja terjadi..."

Probabilitas : kemungkinan

Alga menahan diri.

"Namun komparasi itu ternyata tidak akan pernah seimbang. Yang di film terlalu banyak berhalusinasi."

Komparasi : perbandingan

Alga mengacak rambutnya gusar. Setelah terganggu oleh tingkah Meis yang tidak masuk akal, sekarang Alga harus mendengarkan celotehnya yang – secara mendadak – berubah jadi sok dewasa dengan istilah-istilah ilmiah! Bahkan Alga harus siap kamus sekarang kalau ingin memahami apa yang Meis katakan.

Sebenarnya anak ini sama sekali bukan pemalas seperti yang Mahi katakan. Anak ini bukan orang yang tidak pintar dan hanya bisa bermain games. Anak ini justru memiliki kelebihan yang tidak disadari oleh orang-orang di sekitarnya. Salah satu kelebihannya adalah sifatnya yang profokatif. Mungkin di masa depan, Meis bisa jadi sales manager sebuah perusahaan.

"Lo homo?" Nada Alga jadi tidak santai lagi.

"Saya bukan homo, Mas."

"Lalu kenapa lo cium gue?!"

"Karena saya penasaran..."

Mahi benar. Meis memang penasaran dengan banyak hal. Bahkan dengan hal-hal aneh yang tidak umum seperti ini. Setelah Alga memukul Meis dan berakhir dengan penyesalan serta rasa bersalah, ternyata Meis sama sekali tidak memikirkan masalah ini. Meis baik-baik saja, bahkan ketika dipukul olehnya.

Meis datang lagi. Remaja SMA aneh dan labil itu begitu agresif dan terus membuntutinya. Alga sudah lelah mengomel dan menghujat. Ketika dia mengomel dan marah-marah, dia terlihat seperti seorang antagonis yang hanya bisa marah-marah pada seorang anak SMA. Padahal kalau mereka tahu... Meis itu bukan anak SMA biasa!

"Pergi sana lo!"

Meis menggeleng. "Saya ingin ikut Mas."

"Kenapa lo nggak bisa dibilangin pake bahasa manusia, sih? Lo itu ganggu!"

"Saya tidak akan mengganggu!"

"Keberadaan lo aja udah bikin gue bete!"

"Saya akan pura-pura nggak ada, Mas."

15 Days Erase YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang