Day 1. Meis, Dia Bukan Tukang Ojek!

15.7K 1.3K 366
                                    

            Meis mengutuk. Ini sudah kali kesekian dia dikecewakan oleh kakak satu-satunya. Untung saja dia hanya punya satu sejenis itu di rumahnya. Kalau dia punya yang lain, mungkin semuanya sudah buyar karena kekesalan yang tak lekang oleh waktu. Sebenarnya Meis tidak ada masalah yang berarti dengan Kak Mias – sebutannya begitu. Kak Mias adalah kakak idaman. Pintar, tampan, berbakat... hanya saja lelaki itu kekurangan satu hal. Kepribadian yang baik dan mengayomi sebagai seorang kakak.

"Mahi nggak bisa dijemput?" tanya lelaki itu lagi. Meis menggerutu.

"Dia dianterin katanya. Entah sama siapa."

"Gitu..." Raut wajah Kak Mias berubah. Entah karena Meis telanjur baper atau karena tidak biasanya Kak Mias mengeluh mengantar. Meis sebagai lelaki SMA biasa mulai gemas. Syak melingkupi sebagian hatinya.

"Jadi, mau anterin aku atau nggak?" Dia mencoba mengonfirmasi, mengenyahkan segala buruk sangka yang sempat menyelinap dalam hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, mau anterin aku atau nggak?" Dia mencoba mengonfirmasi, mengenyahkan segala buruk sangka yang sempat menyelinap dalam hatinya.

"Kalau nggak Kakak anterin, ntar kamu ngadu, lagi!"

Meis mengangguk pelan. Tidak mungkin Kak Mias taklif, karena dia adalah contoh dan cerminan lelaki bertanggung jawab di era ini. Meis masih dalam taraf mempelajari apa yang Kak Mias katakan sekarang.

Kenapa harus bertanya ke mana Mahiyang? Ah, Mahiyang adalah sahabatnya, jadi kurang etis kalau Meis harus hitung-hitungan seperti ini! Tetapi, ini bukan tentang perhitungan, ini lebih dari itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenapa harus bertanya ke mana Mahiyang? Ah, Mahiyang adalah sahabatnya, jadi kurang etis kalau Meis harus hitung-hitungan seperti ini! Tetapi, ini bukan tentang perhitungan, ini lebih dari itu. Ini hanya sebagai tolak ukur seberapa penting Meis dibanding Mahiyang – yang dalam hal ini tidak punya hubungan darah sama sekali dengan Kak Mias.

"Kenapa kalau giliran ada Mahi... Kakak jadi sok perhatian dan juga siap siaga? Adikmu itu aku atau dia?"

"Kakak nggak keberatan tukeran adik, kok!"

"Idih, aku kan langka! Ntar aku tinggal malah kangen!" Meis mencibir. Rasa kagum terhadap Kak Mias sudah mulai pudar sejak dia tumbuh remaja. Kak Mias bukan lagi idolanya, tapi merupakan sebuah kewajiban yang harus Meis hadapi. Kak Mias adalah pengasuhnya.

Meski hati Meis juga mulai mengadili. Sesuatu tak kasatmata risak dalam hatinya. Seandainya saja Kak Mias bukan kakaknya, seandainya saja dia hanya tahu sisi baik Kak Mias... Ah, tidak! Meis tidak boleh menyesali itu sekarang.

15 Days Erase YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang