Day 7. Balas Dendam Meis

5.2K 876 285
                                    

Alga bukan pribadi yang gemar berkoordinasi tentang sesuatu hal yang mengusiknya. Dia hanya tidak ingin membebani hatinya sendiri, lantas mengenyahkan segala kegamangan yang tercipta. Alga ingin terbebas dari rasa muak dan lelah yang diciptakan oleh remaja tanggung kurang hiburan ini. Dia tidak ingin mencari masalah, lantas menolak semua yang datang padanya. Meis memaksa, dengan ekspresi kalut paling mumpuni.

"Aku nggak mau!" Alga menggerutu. Dia masih tetap pada pendirian awalnya kalau dia tidak ingin diperbudak oleh remaja SMA kurang ajar ini.

"Apa, sih, Mas? Kan katanya sanggup! Nggak pegang omongan banget!" Meis menjerit sok protes. Alga menggeleng heran, lalu mengembuskan napas.

"Kenapa jadi aku sekarang yang salah?" Alga melotot tak terima. Meis terkekeh setelah itu, lalu menepuk bahu Alga perlahan.

"Mohon bantuannya, ya!" bisiknya pelan.

Alga masih mencoba memproses apa yang diucapkan oleh remaja SMA itu. Tak ada hal berarti yang mengusiknya. Sejak dulu Alga sudah sering mengalami kekecewaan. Kedua orang tuanya bercerai ketika Alga masih SD. Sejak saat itu Alga tinggal bersama ibunya. Ibunya jadi super sibuk daripada sebelumnya. Alga hanya anak satu-satunya, jadi sang Ibu jelas membiayai sekolahnya sendiri. Alga mulai terbiasa sejak saat itu.

Dia mulai mencari kasih sayang dari kedua orang tua Mahi - paman dan bibinya. Mereka menyayangi Alga seperti anak mereka sendiri. Alga tidak pernah menuntut apa pun dari ibunya sejak saat itu. Ayahnya pun sudah bahagia dengan wanita lain dan keluarga mereka.

Sekarang, ada remaja seperti dirinya di masa lalu, sedang mengemis perhatian darinya. Alga benar-benar terusik, namun dia tidak mampu mengusir Meis pergi. Meis masih menatapnya, menuntutnya kasih sayang dan perhatian aneh yang mungkin membuat Alga berpikir.

Meis adalah cerminan remaja yang biasa saja. Keluarganya sempurna. Masih utuh, dengan ayah dan ibu beserta kakak yang sangat menyayanginya. Meis juga tidak terlihat kesepian. Ah, tetapi dia terlihat patah hati!

"Nggak ada bantuan-bantuan kayak gitu! Pergi sana!" Alga menggerutu, menjerit tak terima dengan keputusan sepihak Meis. Meis menghela napas, lalu menoleh pias.

"Jadi nggak bisa?" tanyanya gamang. Alga mengangguk. "Mas..."

Alga menggeleng kencang.

"Beneran nggak bisa, ya?"

Alga mengangguk pelan. Sekarang ini dia tidak boleh terpedaya dengan ekspresi seperti itu.

"Kenapa nggak bisa?" Meis menuntut.

"Pokoknya nggak bisa!" Alga menggerutu.

"Meski aku ngomong manis?"

Alga mengangguk.

"Meski aku bakalan sopan ke Mas?"

Alga mengangguk cepat. Ha! Akhirnya Meis tahu kalau selama ini dia tidak sopan sama sekali! Alga bersorak dalam hati dan mengedikkan bahu.

"Aku janji nggak bakalan ngomong lo-gue, deh! Eh, tapi aku nggak pernah ngomong gitu!" Meis menggaruk tengkuknya.

"Itu bukan alasannya!"

"Trus apa alasannya?" Meis menjerit tak terima.

"Karena..."

"Ya?"

"Karena aku nggak suka..."

"Ya?"

"Ke kamu. Aku nggak suka kamu."

Meski Meis sadar dirinya sering bertingkah memuakkan pada orang-orang di sekitarnya, namun sekarang ini Alga seolah mengungkapkan apa yang orang lain simpan dan belum sempat diucapkan. Alga membenci Meis, mengadili remaja SMA itu dengan tingkat yang sangat tinggi.

15 Days Erase YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang