1

86 17 15
                                    

Kita kadang memerlukan tempat baru
Untuk bernaung dan hidup.
Seperti hati yang kadang perlu orang baru
Agar tetap hidup.

~Leo_Arfan_Muhammad~

===================================

Seseorang tengah berlari menuju tempat dimana aku berpijak sekarang, wajahnya seperti habis melihat hantu. Aku satu kelas dengannya, pasti ada sesuatu sampai ia bela-belain menyusul ke taman belakang. Taman ini sudah menjadi tempat favoritku saat istirahat.

"Ayah lo ada di ruang kepsek," katanya dengan napas hampir habis.

"Terus?" tanyaku santai. Meski dia berstatus sebagai teman satu kelas tapi aku tidak ingat namanya.

"Kepsek suruh gue manggil lo. Mending cepet deh sebelum gue dapat masalah," katanya lagi.

"Baiklah." Tanpa memandangnya aku berjalan ke ruang kepsek.

Pantas ajah temanku ketakutan, ternyata karena Ayah. Ia sudah terkenal sebagai polisi paling tegas dan ditakuti, terutama bagi pelajar yang suka tawuran.

"Ayah ngapain coba tiba-tiba datang ke sekolah, kan malah bikin anak-anak pada ketakutan," gerutuku di koridor menuju ruang kepsek.

Selama di perjalanan ke ruang kepsek banyak anak-anak yang memperhatikanku, terutama cewek alay dan tukang gosip tengah memuji ketampananku. Bukannya aku kepedean tapi itulah kenyataannya. Aku sering mendengar mereka jika sedang bergosip namun tak pernah kuhiraukan. Sedangkan anak cowok pasti hanya kepo soal Ayahku yang ada di ruang kepsek. Mungkin mereka kira Aku melaporkan kelakuan mereka yang sering tawuran dan kebut-kebutan gak jelas.

***

Kakiku berhenti melangkah saat tiba di depan pintu kebesaran Kepsek itu. Aku mengetuk pintu pelan dan membukanya.

"Permisi," kataku cuek tapi masih tergolong sopan.

"Nah ini dia anaknya, pak," kata kepsek pada Ayah.

Aku pun duduk dekat Ayah dan menatapnya kikuk, "Perasaan aku gak ada masalah deh, Yah, malahan gak pernah. Kenapa Ayah dateng ke sekolah?" kataku agak kesal.

"Lohhh apa salahnya Ayah ke sini. Ini juga dulu sekolah Ayah kan, Ayah bisa jadi polisi ganteng seperti sekarang ini juga karena sekolah ini." Ayah mulai membanggakan diri membuatku mendengus membuat kepsek menahan senyum geli.

"Kamu tidak pernah buat salah Leo selama sekolah di sini. Kamu juga anak baik dan ramah pada semua guru. Ayahmu ke sini untuk mengurus surat pindah kamu," jelas kepsek kepadaku sontak membuatku sedikit kaget.

"Sayang sekali kamu harus pindah padahal tim futsal sekolah sangat bergantung padamu," lanjut kepsek.

"Surat pindah? Pindah kemana, Yah? Bukannya ini sekolah paling bagus di kota ini." Aku bingung sudah jelas.

Aku memang tidak pernah mempermasalahkan soal dimana Aku sekolah yang penting Aku bisa hidup layaknya manusia. Secara Aku memang manusia.

"Ayah akan pindah tugas ke Makassar dan itu akan permanent, pastinya Ayah gak mungkin ninggalin kamu sendiri di sini," jelas Ayah.

"Ayah atur ajah semuanya, Aku ikut ajah lagian disini juga gak terlalu seru, hampir 2 tahun sekolah juga lempeng doang." Dengan blak-blakan Aku mengucapkannya.

"Bagus kalau gitu. Baiklah pak mohon bantuannya," kata Ayahku berjabat tangan dengan kepsek.

Ayah menatapku, "Dan kamu ikut Ayah pulang untuk berkemas."

"Langsung pulang?" Tanyaku.

"Iya. Atau kamu mau pamit dulu," kata Ayahku.

Aku berpikir sejenak "Lets go.. pulang," kataku dengan semangat dan terkesan aneh.

Ayahku hanya tersenyum menanggapi ucapanku yg terkesan kekanakan.

Seperti kataku tadi belum 2 tahun Aku menjadi siswa di sini. Mungkin ini doa yang terjabah karena Aku memang ingin pindah kota karena Aku ingin suasana baru.

Setelah kepergian Mama, Aku merasa hidupku kurang menyenangkan. Walaupun ada Ayah yang selalu jadi orang tua terbaik, ia sudah seperti temanku di rumah sehingga tidak membosankan. Namun Aku ingin suasana baru dan itulah yang Aku harapkan di Makassar nanti.

Aku santai-santai saja jika harus pindah sekolah karena temanku di sini membosankan mereka lebih fokus gadget dan stay cafe. Bukannya Aku tidak suka atau tidak pernah tapi setidanya Aku gak full time kaya mereka, lagian gak ada gunanya kalau fokus gadget doang. Sedangkan dunia ini luas dan perlu dinikmati. Aku sendiri suka mengunjungi tempat baru yang unik itu lebih membuatku tertarik.

***

"Ayah liat sepatuku? Kado ultah ke-14 tahun dari Mama," tanyaku sambil mencari.

Aku dan Ayah tengah membereskan barang-barang yang akan kami bawa ke Makassar.

"Yang dulu kebesaran itu. Itu kan 2 tahun yang lalu, Leo. Apa masih ada?" kata Ayahku.

"Pasti masih ada. Aku harus bawa itu karena itu kado terakhir Mama dan itu masih bagus, pasti sekarang udah pas di kakiku." Aku terus mencari.

"Cari di rak bagian atas lemari itu, Nak." Ayah menunjuk lemari antik berbahan kayu dekat tangga.

Aku mencari dan merogoh setiap rak, "Dapet akhirnya. Ohokk ohokkk... debunya banyak banget," kataku terbatuk setelah menemukan kotak sepatuku.

"Agak cepat kemasnya, soalnya pesawatnya nolak nunggu, kaya Mamamu dulu yang bakal bikin kuping Ayah kesakitan sendiri karena omelannya kalau disuruh nunggu." Ayah terkekeh pelan hendak mengangkat barang-barang kami ke mobil.

"Siap Pak." Aku tersenyum sendu.

Mendengar Ayah mengatakan itu sedikit membuatku terhenyu. Betapa Aku juga merindukan Mama. Andai Tuhan bisa lebih banyak memberi kesempatan untuk bersama Mama, Aku akan sangat bersyukur. Tapi siapa yang tahu kehidupan memang cuma sementara dan akan selalu kembali ke asalnya yaitu pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Setelah Ayah berlalu, Aku membuka kotak sepatuku. Warnanya masih sama seperti 2 tahun lalu dan terlihat masih baru. Tanpa pikir panjang sepatu putih-biru itu Aku kenakan.

"Wihhh.. keren pas banget kaki gue, hemmm gue pake ke Makassar ahh.."

Setelah membereskan semuanya akupun siap dengan style ku. Mengenakan topi, kaos oblong yang kusematkan jaket, celana loreng selutut dan sepatu pemberian Mama tentunya. Oke dan Aku siap ke Makassar.

Makassar i'm coming.

Aku dan Ayah pun berangkat ke bandara hari itu juga karena masalah surat-surat di sekolahku juga selesai dengan cepat. Ternyata Ayah sudah menyiapkannya dari jauh hari. Kebetulan juga ada penerbangan sore sehingga kami tidak perlu menunggu lama.

***

Setelah pramugari telah memberikan arahan juga telah ada pemberitahuan bahwa pesawat akan berangkat, Aku memposisikan tubuhku agar tetap nyaman selama perjalanan. Agar tidak bosan kusumpal telingaku dengan earphone seraya mendengar musik.

Aku sempat berfikir kira-kira apa yang akan diucapkan oleh temanku, tiba-tiba Aku menghilang dari sekolah karena tidak pamit. Bahkan Aku baru ingat kalau Aku tidak membawa tasku pulang. Ikhlaskan saja isinya juga cuma beberapa buku dan alat tulis nanti juga bisa beli. Orang kaya.

Astagfirullah. Maafkan Baim Ya Allah. Baim udah sombong.

Aku geli sendiri, bagaimana kalau cewek-cewek pada cariin. Terus Pak kadir tukang sapu halaman tempat nongkrongku jadi tidak ada teman curhat tentang gebetannya yang tidak peka. Hayalan yang sangat menggelikan. Tapi itu berhasil membuatku tertawa sendiri.

Cat:
Vote and koment😋


"Author turut prihatin atas kejadian yang tengah menimpa Palu-Sigi-Donggala. Sebenarnya author juga korban sih tapi alhamdulillah baik2. Kita hanya bisa mengambil hikmah..."

LAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang