Sequel: Boleh minta peluk?

5K 792 65
                                    

Makasih buat readers yang udah baca & vomment hehe. Ni qu kasih sequel untuk kawan kawan q. Disini aku ngebikin Jinyoungnya udah dewasa ceritanya bahasanya juga lebih baku. Ya kalau ngga sreg rapopo di skip saja hehe.

~~~

BRAK.

Mataku terbuka tatkala mendengar suara keras tersebut. Sementara Jinyoung masih terlelap dalam tidurnya. Suara petir yang bergemuruh ku dengar kemudian. Dan aku berpikir saat ini hujan cukup deras. Aku beranjak dari tempat tidur untuk memastikan suara yang telah menggangu tidur cantikku.

Rumah kami tidak tingkat. Hanya lantai satu. Jinyoung bilang tak perlu rumah yang besar, kecil saja cukup, asalkan ada kehangatan dan cinta disana. Ya, aku tersipu saat itu dan berkata dalam hati bahwa dia jago untuk merayu.

BRAK.

Suara itu kembali muncul. Aku berjengit, kaget, untuk kedua kalinya. Ku edarkan pandanganku pada ruang tamu ini. Rupanya sebuah jendela lupa belum ku tutup. Akupun menutupnya dengan segera kemudian mengambil segelas air.

Aku duduk pada kursi yang menghadap pada kamar ku dan Jinyoung. Aku lihat, Jinyoung baru saja keluar dan menuju kamar mandi. Ia kemudian menyalakan air dengan jumlah debit air yang banyak. Jelas itu membuatku protes. Karena itu akan menambah jumlah biaya listrik bulanan kami.

"Jinyoung! bisa kecilkan airnya?" Teriak ku dari luar kamar mandi. Untung saja Jinyoung patuh. Bahkan ia mematikan kerannya. Selepas itu, aku kembali ke kamar tidurku.

Langkahku terhenti saat melihat kejadian janggal disana.

Jinyoung masih terlelap dalam tidurnya.

Bulu kuduk ku meremang seketika. Alih alih menatap kamar mandi aku justru lebih memilih berlari menuju kasur. Jinyoung tampak terganggu sedikit karena aku membuat keributan di tempat tidur. Aku langsung menarik selimut hingga menutupi mukaku. Irama detak jantungku sudah mulai tak karuan.

"Jin" Panggilku sambil menyikut sedikit punggungnya. Saat ini posisinya Jinyoung memunggungiku. Jahat memang, dia tidak tahu kalau aku sedang ketakutan setengah mati.

"Hm" Jawabnya.

"Kamu tadi ke kamar mandi?"

"Engga"

Aku menghela napas kasar. Oh sial, mengapa aku harus mengalami kejadian seperti ini. Aku menyenggol punggung Jinyoung sekali lagi. Dan yang kudapati hanya suara 'hm' kembali. Jengkel, akupun menyikutnya dengan keras, membuat sang empunya merintih.

"Ada apa?" Kini posisi Jinyoung berubah jadi menghadap padaku. Ia menatapku dengan tatapan sayunya.

"Boleh minta peluk?"

Jinyoung segera menarikku dalam pelukannya. Rasanya rasa takutku mulai hilang dalam dekapannya. "Ada apa hm?" Tanya nya kembali.

"Aku takut...."

Jinyoung mengusap suraiku lembut. Ia juga mengecup bibir ku singkat yang membuatku lupa bahwa diriku sebelumnya ketakutan. Terimakasih Jinyoung, kini aku terbang entah kemana.

"Jangan takut, ada aku disini"

Perasaanku mulai tenang sekarang. Ini memang bukan pertama kalinya aku melihat sosok gaib. Tetapi tetap saja, aku belum terbiasa dengan itu semua. Sepertinya bersama Jinyoung aku harus mulai terbiasa dengan hal-hal mengerikan.

"Yang meluk aku manusia kan?" Tanyaku bercanda.

"Menurut kamu?"

Tubuhku kembali menegang. Bukan, itu bukan suara Jinyoung. Suara ini lebih berat. Bukan pula Jinyoung yang berbicara. Tapi seseorang yang lain em.. atau mungkin bukan. Tepat dibelakang Jinyoung. Saat aku melirik sekilas, ia menatapku dengan seringainya.

Kemudian aku menangis.

Esok harinya Jinyoung tidak bekerja karena kantuk akibat terjaga dari tidurnya untuk menenangkanku.

Bae Jinyoung: Indra ke EnamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang