Dilema

849 42 0
                                    

Pesawat telah mendarat dengan sempurna. Hanna yang dari tadi menggulir biji tasbihnya tersenyum senang lalu mengucap hamdallah tanda syukurnya karena telah diberi keselamatan dalam perjalanannya kali ini.

Hanna menggeret kopernya sambil menyebar pandangannya ke segala arah mencari seseorang yang katanya akan menjemputnya. Ia hampir terjatuh saat tiba tiba ada seseorang yang berlari dari belakangnya dan menabraknya lumayan keras. Untunglah kopernya mampu menjadi penyeimbangnya untuk kembali berdiri tegak.

"Assalaamualaikum. Nak Hanna ya ?" tanya seorang wanita tua paruh baya yang tiba tiba muncul dari belakangnya.

"Iya bu." jawab Hanna singkat bingung karena merasa dikenali.

"Alhamdulillaah... Panggil ummi saja ya supaya kita lebih akrab. Ummi ini istri Habib yang akan menyediakan tempat untuk nak Hanna nanti tinggal di sini sebelum berangkat ke Yaman. Emm... Di mana mahram kamu ?" tanya istri Habib itu sambil melihat heran ke sekitar Hanna. Seorang pria muda yang datang bersama istri Habib itu pun juga melihat dengan heran.

Hanna gelisah dan gugup. Ia datang sendirian ke sini. "Saya datang sendiri, ummi."

Istri Habib tersenyum. "Perempuan itu kalau keluar rumah tidak boleh sendirian. Nanti jangan pergi sendiri lagi ya." ucapnya dengan nada lembut.

"Iya ummi, Saya akan mencobanya." Hanna tersenyum dibalik cadarnya. Ia senang sekali karena ternyata istri Habib itu sangat ramah dan lembut.

*

Mereka akhirnya sampai di rumah. Hanna langsung disuruh masuk ke kamar karena di rumah Habib ini selalu ramai dengan kaum adam, alias laki-laki. Mereka sering berkumpul untuk membahas hal yang berhubungan dengan keagamaan dengan sang Habib.

Beberapa anak muda juga sering terdengar melantunkan syair syair merdu memuji nabi mereka.

Sebenarnya Hanna merasa tidak nyaman hanya berdiam di kamar. Ia sangat ingin melihat ke luar. Tapi rasa takutnya akan laki-laki membuatnya mengurungkan niatnya menjelajahi tempat asing ini.

*

Malamnya putri sang Habib yang masih kecil, Fatimah, mendatanginya ke kamarnya. Fatimah langsung saja bertingkah manja dengan Hanna yang sebenarnya juga sangat menyukai anak kecil. Ia sering sekali bermain dengan anak-anak ustdzahnya di pesantrennya dulu. Ia senang menjaga mereka sekaligus membantu ustdzahnya yang kadang harus mengajar dan meninggalkan anaknya bersama Hanna.

"Ukhtiy... Apa ukhtiy bisa menjagakan hafalan Qur'an fatum ?" tanya fatimah dengan sedikit ragu dan manja.

"MasyaAllah... Fatum sudah hafal berapa surah sayang ?" Hanna ikut memanggil fatimah dengan nama fatum, nama panggilan kesayangan untuk fatimah dari ibu dan ayahnya.

"Fatum sudah hafal lima surah pendek. Tapi belum lancar..." jawab fatimah dengan malu-malu.

"Ya Allah... Pintar sekali fatum cantik ini. Fatum kan masih empat tahun, jadi walaupun belum lancar, itu sudah sangat hebat. Waktu ana seumur fatum, ana baru hafal satu surah. Jadi fatum lebih hebat dari ana." kata Hanna sambil mencubit gemas pipi fatimah yang mulai tersenyum malu.

*

Beberapa saat setelah menjagakan hafalan surah fatimah, Hanna dipanggil oleh istri Habib untuk membicarakan sesuatu yang penting. Hanna dengan segera, bersiap-siap untuk menuju ruang tengah bersama istri Habib yang mengiringinya dengan setia.

Sesampainya Hanna di ruang tengah, ia dipersilahkan duduk oleh Habib yang saat itu sedang muthola'ah kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Gazhali. Istri habib duduk di samping Hanna di atas karpet tebal yang diimpor dari Turki pemberian salah satu murid sang Habib.

Perjalanan Menuju TarimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang