Panggilan Kesayangan

1.1K 47 12
                                    

'Si-siapa laki-laki ini ? Dimana su-suamiku ?' batin Hanna. Ia benar-benar tidak tau harus melakukan apa sekarang selain mengalihkan pandangan laki-laki itu darinya.

"Afwan, bisakah kamu menjawab pertanyaan saya tadi ?" laki-laki itu menunggu jawaban dari Hanna.

"Maaf, saya sudah menikah." entah kenapa kata-kata itulah yang keluar dari mulut Hanna. Mendengarnya, laki-laki tadi sedikit tertawa.

"Saya juga sudah menikah." akunya pada Hanna yang masih bersembunyi dari pandangannya.

"Kalau begitu kembalilah ke kursimu. Suami saya sebentar lagi akan datang." kata Hanna agak marah.

"Biarkan saya tau namamu dulu. Kalau kamu tidak mau, biar saya saja yang memberitau nama saya." laki-laki itu menahan tawanya dengan susah payah.

"Maaf, saya tidak tertarik. Silahkan kembali ke tempatmu."

"Jangan kesal. Karena kamu tidak mau memberitau namamu, biar saya saja yang memberitau lebih dulu. Perkenalkan, nama saya Muhammad Azri Yunus." kata laki-laki itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya kepada Hanna yang masih berpaling darinya.

Hanna merasa tidak asing dengan nama itu. Sepertinya ia tau nama itu, tapi... Dimana ? Bersusah payah Hanna membongkar kotak memorinya, mencoba menemukan sesuatu yang berhubungan dengan nama yang baru saja laki-laki di sebelahnya ini sebutkan.

Tiba-tiba ia langsung teringat dengan kertas nama yang umminya berikan kepadanya. Dengan tergesa-gesa, ia memeriksa tasnya untuk menemukan kertas itu. Setelah berhasil menemukannya, Hanna langsung membukanya dan membacanya dengan teliti di setiap hurufnya.

Dan betapa terkejutnya Hanna setelah membaca tulisan nama di kertas itu. Matanya membulat sempurna. Mulutnya sedikit ternganga dengan apa yang baru saja ia baca.

Hanna memalingkan tubuhnya menghadap laki-laki tadi. Tangannya sedikit bergetar. Diangkatnya kertas tadi sedikit lebih tinggi dekat dengan wajah laki-laki di hadapannya.

"Mu-Muhammad Azri... Yunus ?" katanya gugup.

"Ya, itu nama saya." kata laki-laki tadi yang langsung saja membuat Hanna menjatuhkan kertas tadi karena saking terkejutnya.

"Sepertinya sekarang saya sudah tau nama kamu." laki-laki itu tersenyum lebar saat melihat Hanna tengah salah tingkah karena baru menyadari sesuatu.

"Nama kamu... H N J. Hanna Nur Jannah. Benar kan ?" Hanna mengangguk malu sambil menundukkan kepalanya. Azri yang melihat tingkah Hanna itu langsung tertawa kecil.

"Jadi, dimana suamimu ? Kamu bilang dia sebentar lagi datang. Apa saya harus pergi sekarang ?" kata Azri sedikit bercanda.

'Ada apa dengan orang ini ?!' kesal Hanna dalam hatinya.

Melihat Hanna yang sepertinya kesal dengan candaannya, Azri langsung menghentikan tawa kecilnya. Ia merubah tatapannya menjadi sebuah penyesalan.

"Maaf... Saya hanya ingin membuat kamu tertawa di kesan pertama kita berjumpa." kata Azri dengan lemah, ia benar-benar menyesal.

Hanna mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi Azri. Hanna tersenyum kecil. Entah kenapa melihat Azri seperti itu membuat hatinya sedikit tersentuh. Untuk seorang laki-laki, meminta maaf kepada seorang perempuan adalah hal yang lumayan sulit menurut Hanna. Apalagi jika mereka sudah menikah. Setidaknya itu yang Hanna tau melihat dari ayahnya yang sangat sulit untuk meminta maaf.

"Tidak apa-apa. Sudah saya maafkan." kata Hanna sambil sedikit menahan tawanya. Ia agak senang karena ternyata suaminya ini bukanlah orang yang gengsi untuk meminta maaf.

Perjalanan Menuju TarimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang