4. Awal dari Masalah

4.9K 464 5
                                    

Aku merasakan punggungku pegal-pegal di mana-mana. Aku mengerang sebal karena aku merasa bahwa aku masuk angin. Sialan, ini karena suhu di luar yang lebih dingin dari biasanya serta pendingin ruangan di mobil Uchiha keparat itu.

Omong-omong tentang Uchiha keparat, aku tidak ingat apa-apa lagi setelah aku meminum obat dan menyender ke kaca mobil. Tiba-tiba aku sudah berada di dalam kamarku, masih berpakaian lengkap seperti kemarin--ups, minus stileto bertali milikku ternyata.

Aku tidak ingat memberitahu letak kunci kamarku, tapi pasti dia akan membuka tas dan menemukan kunci di dalamnya. Yah, tidak mengherankan.

Berhubung badanku pegal-pegal, tampaknya aku tidak akan pergi ke bar dan mencoba peruntungan baru. Aku hanya akan pergi ke salon dan mendapatkan pijatan.

Tubuhku adalah aset dan aku harus selalu memanjakannya.

Aku bergegas bangkit dari atas kasur dan melangkah menuju kamar mandi. Setidaknya aku harus mengeluarkan isi perutku dan menghilangkan bau alkohol atau nanti aku akan mendapatkan label bitchy saat melangkah ke mana pun.

***

Tok tok tok

Aku mengernyitkan dahiku mendengar ada suara ketukan.

Siapa yang menemukan rumah ini?

Aku mengambil salah satu tas milikku dan menghentikan aktivitasku yang sedang mengeriting rambut. Kuambil uang simpanan milikku dan kumasukkan ke dalam tas. Aku langsung mengambil topi dan syal panjang yang berada paling dekat dengan tanganku.

Suara ketukan kembali terdengar dan aku lebih was was dari sebelumnya. Dalam hati aku berpikir kemungkinan orang yang akan menuntutku akibat aku mencuri beberapa lembar yen di dalam dompet tebal mereka.

"Sakura? Kau di dalam, kan?"

Suara menyebalkan yang sudah ku hapal di luar kepala membuatku langsung merasa lega.

Aku langsung melempar topi dan syal yang kukenakan asal-asalan tadi. Ku buka pintu dengan sedikit menyentak, membuat si brengsek itu memundurkan langkahnya secara otomatis. Dia bahkan langsung menatapku dengan agak kesal.

Jika dia merasa kesal, maka aku lebih dari kesal. Dia membuatku berpikir aku akan segera masuk penjara untuk kedua kalinya. Dan aku merasa sangat sebal untuk itu.

"Mau apa kau?"

"Melihat kondisimu. Aku juga membawakan makanan, tadinya kupikir kau tidak akan serapih ini."

Aku dapat mendengar nada sindiran bahwa dia merasa terheran melihatku sudah rapih dan sudah wangi di pagi hari. "Kau mau ku tendang!?"

Sasuke terkekeh dan langsung memegang pundakku sok akrab. Aku bahkan harus menepisnya dengan kasar agar lengannya terjatuh dari bahu ku.

"Baiklah, karena kau memang dalam keadaan baik dan utuh--"

"Tentu saja! Memangnya kau pikir aku tidak bisa mengatasi hangover seorang diri?"

Sasuke mendesah pasrah mendengarku terus mencecarnya. Aku bahkan senang melihatnya kesulitan, dia layak mendapatkan itu.

"Baiklah, aku tahu kau memang sudah handal. Terima saja ini," Dia menyodorkan keresek berisi makanan ke hadapanku.

Aku menimbang antara menerimanya atau tidak. Aku tidak mau memakan pemberian dari Uchiha, tapi aroma makanan yang tercium membuat perutku sedikit bergejolak.

"Kau terima atau aku akan membuangnya."

Aku langsung menarik keresek tersebut sebelum Sasuke sempat mengambilnya kembali dan membuangnya.

"Akan ku buang, jadi kau tidak perlu repot-repot mencari tempat sampah."

Sasuke mengulum senyumnya geli dan terkekeh. Dalam hati aku berharap bahwa dia tidak begitu mengetahui maksud terselubung dari perkataanku.

"Oke, kalau begitu aku permisi pulang." Katanya.

Aku mengangguk dan langsung menutup pintu dengan cepat sebelum dia sempat berbalik dari hadapanku.

Ya Tuhan, semoga saja dia tidak tahu aku sungguh kelaparan dan makanan ini membuatku sangat ingin mencicipinya.

***

Aku menikmati udara sepoi-sepoi dari luar cafe. Sengaja aku memilih untuk menikmati siang menjelang sore tanpa minuman alkohol. Beberapa waktu lalu membuatku berpikir, jika aku dan alkohol dalam minggu ini bukan perpaduan yang baik.

Secangkir kopi panas dan juga waffle membantuku menghabiskan jam demi jam tanpa alkohol. Tampaknya aku memang sudah pecandu, karena aku merasa ada sedikit hal yang kurang tanpa alkohol.

Dan aku tahu itu bukan hal yang baik. Ingatkan aku untuk mengambil pertemuan dengan psikolog dalam menangani kecanduanku akan alkohol.

"Selamat datang, untuk berapa orang?"

Aku mendengar suara si penerima tamu yang ada di depan cafe. Karena penasaran, aku menoleh melihat siapa yang baru datang.

Kelihatannya dia seorang pria, tapi tidak terlalu jelas wajahnya karena setengah dari badannya tertutup oleh tiang penyangga payung besar di hadapanku.

Wajar saja, karena cafe yang kutempati adalah outdoor cafe yang di tiap meja nya terdapat payung besar ala pantai yang berwarna-warni.

"Meja untuk satu orang." Suaranya yang familiar kembali terdengar, tanpa sadar aku sedikit mengalami getaran mendengarnya. "Tapi saya ingin yang lebih privasi," lanjutnya perlahan pada si pelayan.

Aku sedikit mengernyit, berpikir keras karena merasa familiar--sangat familiar dengan suara pria tersebut.

Dalam hati, aku mengingat-ingat siapa kira-kira pria yang pernah berbincang-bincang denganku. Pastinya dia orang yang bertemu lebih dari dua kali denganku, karena aku tidak pernah menghapal siapa saja one night stand-ku.

"Lewat sini," Pelayan yang di depan memberi arahan dan sedikit memiringkan badannya.

Pria itu juga terlihat mengangguk dan mengikuti si pelayan.

Karena dia berjalan maju, aku dengan jelas dapat melihat wajahnya.

Pria itu mengenakan hodie berwarna donker dan di matanya terdapat kacamata frame coklat yang tergantung rendah di hidungnya. Sekilas aku merasa tidak pernah bertemu dengannya, tapi semakin dia mendekat, semakin jelas aku melihat wajahnya. Dan dalam jarak sedekat ini aku ingat dia siapa.

Sialan!

Aku membuka mulutku lebar-lebar saking terkejut melihat siapa pria yang suaranya familiar di telingaku. Pria itu, pria sialan yang membuatku masuk penjara selama dua minggu. Pria yang membuatku merasakan hidup sengsara--

Damn!

Pria itu tampaknya sadar diperhatikan, dia menatap ke arahku dan saat itu juga aku langsung mengeluarkan beberapa lembar yen dan menaruhnya di atas meja.

Aku tidak bisa bertemu dengannya saat ini, dia tidak boleh mengetahui tentang aku.

"Kau--" Dia berjalan cepat ke arahku, berusaha menarik lenganku, yang hampir saja dapat dicekal olehnya jika aku tidak refleks berbalik dan berlari ke luar memutari meja yang aku tempati.

Pria itu sedikit berteriak di belakang, yang aku tidak terlalu perhatikan, karena aku sudah berlari menjauh dari cafe tersebut.

Dari sekian banyaknya kota di Jepang, kenapa dia harus bisa sampai ke Tokyo?

Dia adalah pria desa yang sepanjang hidupnya selalu berkutat dengan tanah dan sawah, kenapa dia bisa sampai jauh ke ibu kota?

Aku tidak mau mempercayai jika alasannya pergi ke kota untuk mencariku. Untuk membawaku kembali masuk ke penjara.

Jika dia ada di Tokyo, maka aku yang akan pindah dari kota ini.

Sialan! Sialan! Sialan!

Bersambung...

My Destiny to Meet You [SasuSaku] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang